KOMPAS.com - Netralitas Presiden Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendapat sorotan publik.
Sorotan ini sebenarnya telah muncul ketika putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka dipinang Prabowo Subianto untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres).
Namun, Jokowi tak pernah secara terbuka menyatakan dukungannya untuk capres-cawapres tertentu.
Bahkan, ia kerap mengingatkan pentingnya netralitas bagi aparatur sipil negara (ASN) dan aparat keamanan.
Baca juga: Rencana Mundurnya Mahfud Dinilai Jadi Pukulan Telak bagi Jokowi, Ini Alasannya
Berkali-kali minta ASN, aparat, dan pemerintah netral
Pada November 2023, misalnya, Jokowi menegaskan bahwa pemerintah baik daerah maupun pusat harus netral dalam Pemilu 2024.
Pernyataan itu menanggapi penurunan atribut partai di Bali menjelang kunjungannya ke Kabupaten Gianyar.
"Ini perlu saya sampaikan bahwa pemerintah daerah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, pemerintah kota, pemerintah pusat, semua harus netral," kata Jokowi dikutip dari pemberitaan Kompas.com (1/11/2023).
"ASN semua harus netral, TNI semua harus netral. Polri semua harus netral," sambungnya.
Pernyataan serupa juga pernah disampaikan Jokowi saat menghadiri Rapat Konsolidasi Nasional 2023 dalam Rangka Kesiapan Pemilu 2024 pada 30 Desember 2023.
Saat itu, Jokowi meminta agar aparat negara tersebut benar-benar tak memihak.
"Kepada seluruh aparat negara, saya sudah bolak-balik sampaikan baik ASN, TNI, Polri, harus bersikap netral dan tidak memihak," ujarnya, dikutip dari Kompas.com (30/12/2023).
Baca juga: Saat Isu Keinginan Jokowi Bertemu Megawati Ditepis PDI-P dan Istana...
Nyatakan presiden-menteri boleh memihak
Akan tetapi, Jokowi kini menyatakan bahwa presiden dan menteri boleh memihak capres-cawapres tertentu, serta berkampanye.
Hal itu disampaikannya saat menghadiri serah terima pesawat C-130-30 Super Hercules A-1344 di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1/2024).
Menurutnya, dalam konteks negara demokrasi, hak politik setiap orang sama, termasuk presiden dan menteri.
"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh." tegas Jokowi.
Ia menuturkan, presiden dan menteri merupakan pejabat publik sekaligus pejabat politik.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa presiden dan menteri harus terlebih dahulu mengambil cuti, serta tidak menggunakan fasilitas negara untuk kampanye.
"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," ujarnya.
“Semua itu pegangannya aturan. Kalau aturannya boleh, ya silakan. Kalau aturannya tidak boleh, tidak. Sudah jelas itu. Tapi kan dilakukan atau tidak dilakukan, itu terserah individu masing-masing,” tambahnya.
(Sumber: Kompas.com/Dian Erika Nugraheny, Nirmala Maulana Achmad | Editor: Novianti Setuningsih, Achmad Nasrudin Yahya, Dani Prabowo)
Baca juga: Megawati Ulang Tahun Ke-77, Jokowi dan Gibran Kompak Beri Ucapan Selamat
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.