Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendalami Makna "Ndas Mu"

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ANTONIUS ADITYA MAHENDRA
Guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta R.P. Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ berpose sesaat setelah diwawancarai Kompas.com di Kampus Driyarkara,Kamis(19/1/2023).
Penulis: Jaya Suprana
|
Editor: Sandro Gatra

PADA usia cukup lanjut semakin mendekati 90 tahun, ternyata Romo Prof. Franz Magnis Suseno masih bersemangat memantau perkembangan politik Indonesia.

Tampaknya sebagai penulis empat buku terkait etika, yaitu Etika Politik, Etika Dasar, Etika Jawa dan 12 Tokoh Etika abad 20, Romo Franz sangat merisaukan malapetaka erosi yang sedang menggerogoti etika di panggung politik Indonesia masa kini.

Secara berapi-api Romo Franz mengkritik ungkapan “ndasmu” yang secara tidak disengaja telah diungkapkan oleh seorang tokoh terkemuka politik Indonesia masa kini.

Kata “ndasmu” mengingatkan saya kepada almarhum ayah saya. Memang berulang kali ayah saya menegur dengan sebutan “ndasmu” tatkala beliau mendengar komentar saya tentang sesuatu yang potensial ditafsirkan sebagai bersifat tidak wajar, tidak nalar, tidak logis, tidak masuk akal sehat.

Namun ayah menyebut saya “ndasmu” terbatas dalam suasana bercanda dan bukan di depan umum, apalagi pada suatu acara debat formal tingkat-tinggi, semisal debat capres.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebaliknya mustahil saya berani menyebut ayah dengan istilah kasar “ndasmu”. Jika saya berani lancang menyebut “ndasmu” terhadap ayah saya, berarti saya adalah seorang anak durhaka yang melanggar tata krama sopan-santun masyarakat Jawa maka layak tertimpa kutukan kualatisme .

Sebagai pemikir yang mendalami kearifan etika Jawa sehingga memilih nama Suseno terinspirasi Bimasena dalam lakon Dewa Ruci, jelas bahwa Romo Franz Magnis Suseno dapat membedakan mana yang pantas dan mana yang tidak pantas pada tata-krama komunikasi.

Di dalam kearifan Jawa ada dua untaian kata mutiara yang wajib diperhatikan sebagai pedoman falsafah tata-krama Jawa, yaitu Empan-Papan dan Ngono-Yo-Ngono-Ning-Ojo Ngono.

Empan-Papan mengajak kita untuk senantiasa melakukan sesuatu wajib pada tempat dan saat yang tepat.

Sementara Ngono-Yo Ngono-Ning-Ojo-Ngono (begitu-ya-begitu-namun-jangan-begitu) merupakan pedoman agar manusia jangan melanggar etika sebagai norma kepantasan yang tidak tersurat pada hukum.

Pada hakikatnya kita wajib meletakkan etika di atas hukum sebab dengan etika kita mampu jika mau mengendalikan diri sendiri demi mencegah jangan sampai kita melanggar hukum.

Maka dari lubuk sanubari terdalam saya mengucapkan terima kasih kepada Romo Franz Magnis Suseno yang dengan kekhawatiran atas “ndasmu” telah berkenan mengingatkan kita semua tentang kedalaman kearifan yang terkandung di dalam ungkapan Empan-Papan serta Ngono-Yo-Ngono-Ning-Ojo-Ngono.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi