Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Pedagang yang Wajib Sertifikasi Halal Sebelum 17 Oktober 2024, Siapa Saja?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ Nugraha Perdana
Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Alun-Alun Kota Batu.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Terdapat setidaknya tiga kelompok pedagang yang diwajibkan untuk melakukan sertifikasi halal.

Diketahui, Kementerian Agama (Kemenag) mewajibkan pedagang termasuk PKL untuk memiliki sertifikat halal sebelum 17 Oktober 2024.

Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Adapun aturan itu dibuat berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

“Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal,” ujar Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag Muhammad Aqil Irham, melalui keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Sabtu (3/2/2024).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Kewajiban bersertifikat halal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal,” imbuhnya.

Baca juga: Ramai soal Daging Babi Vegan Halal atau Tidak, Ini Kata MUI

3 kelompok pedagang yang harus punya sertifikat halal

Aqil mengungkapkan, pedagang wajib mempunyai sertifikat halal pada masa penerapan pertama aturan ini yang berakhir pada 17 Oktober 2024.

"Berdasarkan regulasi JPH (Jaminan Produk Halal), ada tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama tersebut," kata Aqil.

Pedagang atau pemilik usaha yang wajib melakukan sertifikasi halal dari BPJPH sebelum 17 Oktober 2024 di antaranya:

  1. Pedagang makanan dan minuman
  2. Pedagang bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman
  3. Pedagang produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.

Baca juga: Ramai soal Produk Wine Klaim Punya Sertifikat Halal, Ini Penjelasan MUI dan Kemenag

Sanksi jika tidak sertifikasi halal

Aqil mengatakan, akan ada sanksi bagi pedagang tersebut di atas jika tidak segera mendapatkan sertifikat halal sebelum 17 Oktober 2024.

“Untuk itu kami imbau para pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikat halal melalui BPJPH,” ucap Aqil

"Batasan ketiga kelompok produk tersebut sudah jelas, dan tanpa pengecualian. Jadi misalnya produk makanan, mau itu yang diproduksi oleh usaha besar, menengah, kecil hingga mikro seperti pedagang kaki lima di pinggir jalan, semuanya sama, dikenai ketentuan kewajiban sertifikasi halal sesuai ketentuan regulasi," lanjutnya.

Nantinya, sanksi yang akan diberikan berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran.

Ia menyebut, sanksi tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Bidang Jaminan Produk Halal.

“Oleh karena itu, sebelum kewajiban sertifikasi halal tersebut diterapkan, kami mengimbau  kepada pelaku usaha khususnya dengan ketiga kategori produk di atas untuk segera mengurus sertifikat halal produknya," tegas Aqil kembali.

Baca juga: Diklaim Halal oleh MUI, Apa Itu Pewarna Makanan Karmin?

Cara sertifikasi halal gratis

Aqil menerangkan, saat ini BPJPH kembali menyediakan kuota Sertifikasi Halal Gratis atau Sehati melalui jalur sertifikasi halal self declare sebagai kemudahan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) di seluruh Indonesia.

"Ini adalah kemudahan Pemerintah yang harus dimanfaatkan oleh para pelaku UMK. Silakan para pelaku UMK bersegera mengajukan sertifikasi halal, mumpung kuotanya masih tersedia," imbaunya.

Dikutip dari laman BPJPH, berikut alur pendaftaran Sehati:

  1. Pelaku usaha membuat akun SIHALAL di ptsp.halal.go.id
  2. Mempersiapkan data permohonan sertifikasi halal dan memilih Pendamping Proses Produk Halal (PPH)
  3. Melengkapi data permohonan bersama Pendamping PPH
  4. Mengajukan permohonan sertifikasi halal dengan pernyataan pelaku usaha melalui SIHALAL
  5. Pendamping PPH melakukan verifikasi dan validasi atas pernyataan pelaku usaha
  6. BPJPH melakukan verifikasi dan validasi melalui sistem terhadap laporan hasil pendampingan PPH
  7. Jika sudah, BPJPH akan menerbitkan STTD (Surat Tanda Terima Dokumen)
  8. Komite Fatwa Produk Halal menerima laporan hasil pendampingan proses produk halal yang telah terverifikasi oleh BPJPH dan melakukan sidang fatwa untuk menetapkan kehalalan produk
  9. BPJPH menerima ketetapan kehalalan produk, kemudian menerbitkan sertifikat halal
  10. Pelaku usaha mengunduh sertifikat halal melalui SIHALAL.

Baca juga: Ramai soal Lift Non-Halal di Hotel, Apa Tujuannya?

Sementara itu, terdapat sejumlah syarat untuk melakukan sertifikasi halal melalui Sehati, di antaranya sebagai berikut:

  • Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya
  • Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana
  • Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)
  • Memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) maksimal Rp 500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri
  • Memiliki lokasi, tempat, dan alat PPH yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal
  • Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari 7 hari, atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait
  • Produk yang dihasilkan berupa barang
  • Tidak menggunakan bahan berbahaya
  • Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya:
    • Dibuktikan dengan sertifikat halal, atau
    • Termasuk dalam daftar bahan sesuai Keputusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021
  • Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping PPH
  • Jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikat halal
  • Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis (usaha rumahan bukan usaha pabrik)
  • Proses pengawetan produk sederhana dan tidak menggunakan kombinasi lebih dari satu metode
  • Bersedia melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan mandiri secara online melalui SIHALAL.

Sedangkan bagi penjual yang bukan termasuk pelaku UMK, silakan klik link ini untuk mengetahui cara sertifikasi halal reguler.

Baca juga: Viral, Video Produk Makanan Berlabel Halal Mengandung Alkohol, Ini Penjelasan MUI

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi