Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Noda" Pemilu 2024, Pelanggaran Etik Ketua MK-KPU dan Peringatan Para Guru Besar untuk Pemerintah

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS
Ilustrasi Pilpres 2024.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tinggal menghitung hari. Namun, pesta demokrasi ini harus ternodai oleh sejumlah pelanggaran etik.

Seperti peribahasa "nila setitik rusak susu sebelanga", sejumlah pelanggaran etik ini pun dianggap oleh berbagai pihak akan berpengaruh pada legitimasi Pemilu 2024.

Hal ini bermula dari pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Gibran kini berpasangan dengan Prabowo Subianto untuk berkontestasi dalam Pilpres 2024 melawan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski diwarnai pelanggaran etik dan kritikan, pencalonan Gibran dalam Pilpres 2024 tak akan terpengaruh.

Baca juga: Loloskan Gibran, Ketua KPU Disanksi, Bisakah Penetapan Cawapres Dibatalkan?


Pelanggaran kode etik Ketua MK

Awal November lalu, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan untuk memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Diberitakan Kompas.com (7/11/2023), pelanggaran etik yang diperiksa MKMK terkait Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang diajukan mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa), Almas Tsaqibbirru.

"Memutuskan, menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam sapta karsa hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan," ujar Jimly.

Berkat putusan itu, Gibran dapat melaju ke kontestasi Pilpres 2024 pada usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya kurang lebih 3 tahun.

Namun, MKMK menyatakan, pelanggaran etik Anwar Usman tak serta-merta mengubah Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Putusan yang mengatur bahwa kepala daerah dapat maju dalam pilpres meski belum berusia 40 tahun itu tetap berlaku, sehingga tak memengaruhi posisi Gibran sebagai cawapres.

Baca juga: Ketua KPU Disanksi DKPP karena Pelanggaran Etik, Ini Komentar Mahfud, Muhaimin, dan Gibran

Ketua KPU dkk disanksi karena loloskan Gibran

Sekitar tiga bulan usai pelanggaran etik Ketua MK, "kesalahan" serupa kembali terulang oleh lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari, pada Senin (5/2/2024).

Hasyim dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Senin.

Bukan hanya Hasyim, pelanggaran kode etik turut menyeret enam Komisioner KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.

Total ada empat aduan terhadap semua Komisioner KPU terkait perkara etik pencalonan Gibran ini.

Para teradu didalilkan telah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres pada 25 Oktober 2023.

Menurut para pengadu, hal itu tidak sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 karena belum direvisi atau diubah pasca adanya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Revisi Peraturan KPU yang mengubah syarat usia capres-cawapres sendiri baru diteken pada 3 November 2023.

Baca juga: Guru Besar Ramai-ramai Kritik Jokowi, Begini Respons Kubu Amin, TPN, TKN, dan Istana 

Guru besar "turun gunung" peringatkan pemerintah

Dinamika politik tanah air menjelang Pilpres 2024 yang kian memanas ini memicu guru besar dan sivitas akademika dari berbagai universitas menyampaikan kritik terhadap Presiden Jokowi.

Diawali oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menjadi almamater Jokowi, puluhan kampus pun ikut memberi peringatan agar pemerintah tidak keluar dari koridor demokrasi.

Mereka juga mendesak Jokowi untuk menjadi penyelenggara negara yang mewujudkan pelaksanaan Pemilu 2024 dengan jujur dan adil.

Merespons serangkaian kritik ini, Jokowi mengatakan bahwa pernyataan para guru besar sejumlah universitas merupakan bagian dari hak demokrasi.

"Ya itu hak demokrasi. Setiap orang boleh berbicara, berpendapat. Silakan," ujar Jokowi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/2/2024).

Baca juga: Ketua KPU Terbukti Langgar Etik, Apa Dampaknya bagi Pemilu 2024?

Di sisi lain, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai, Jokowi hanya menyampaikan respons normatif ketika mengutarakan pernyataan tersebut.

Jika Presiden menganggap sikap para sivitas akademika tidak substansial, maka ia akan menganggap itu sebagai angin lalu.

Namun, jika hal ini dianggap penting, Jokowi seharusnya mengambil sikap nyata.

"Kalau menganggap ajakan-ajakan dan suara dari profesor-profesor itu penting, ya harus sejalan, jangan ada upaya-upaya yang memang menabrak jalur-jalur demokrasm," kata Adi kepada Kompas.com, Sabtu (3/2/2024).

Menurut Adi, pernyataan sikap sivitas akademika ini sebenarnya merupakan penebalan dari kritik yang telah lebih dulu disampaikan masyarakat sipil, mahasiswa, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengenai kondisi demokrasi di Indonesia.

Terlebih, para guru besar adalah opinion leader yang memiliki pemahaman dan informasi politik di atas rata-rata, serta kedalaman pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan.

"Kalau sudah guru besar yang bicara, ini ada level kedaruratan, ada darurat yang cukup serius yang mestinya harus disikapi," tandasnya.

(Sumber: Kompas.com/Yefta Christopherus Asia Sanjaya, Vitorio Mantalean, Fika Nurul Ulya | Editor: Rizal Setyo Nugroho, Icha Rastika, Novianti Setuningsih Fitria Chusna Farisa)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi