Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arti Sanksi Peringatan Keras untuk Ketua KPU yang Langgar Kode Etik

Baca di App
Lihat Foto
Tangkapan layar YouTube DKPP
Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi saat membacakan pertimbangan putusan terhadap KPU di Jakarta, Senin (5/2/2024).
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilu (DKPP) memberikan sanksi berupa peringatan keras terakhir kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari.

Sanksi itu diberikan lantaran Hasyim terbukti telah melanggar kode etik terkait proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres). 

Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan KPU (PKPI) Nomor 19 Tahun 2023 karena belum diubah setelah adanya putusan MK.

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito, Senin (5/2/2024).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPKK juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU lainnya, yaitu August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochammad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holid.

Lantas, apa itu sanksi peringatan keras?

Baca juga: Ketua KPU Hasyim Asyari Terbukti Langgar Etik Terkait Pendaftaran Gibran Jadi Cawapres, Ini Penjelasan DKPP

Arti sanksi peringatan keras

Sanksi peringatan keras adalah salah satu bentuk sanksi yang dijatuhkan DPKK kepada Penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) yang terbukti melanggar kode etik penyelenggara.

Kewenangan pemberian sanksi tersebut diatur dalam Peraturan DKPP RI Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, seperti dikutip dai laman DKPP.

DKPP berwenang menjatuhkan sanksi terhadap KPU yang terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

Mengacu pada Pasal 22, dijelaskan bahwa jenis sanksi yang diberikan adalah teguran tertulis, pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap.

Sanksi teguran tertulis berupa peringatan atau peringatan keras, sedangkan sanksi pemberhentian tetap berupa pemberhentian tetap dari jabatan ketua atau pemberhentian tetap sebagai anggota.

Pemberian sanksi didasarkan pada Peraturan DKPP mengenai pedoman beracara penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

Baca juga: Ketua KPU Terbukti Langgar Etik, Apa Dampaknya bagi Pemilu 2024?

Sementara itu, ada dua mekanisme pemberian sanksi, yakni sanksi yang bersifat membina atau mendidik dan sanksi yang bersifat berat.

Peringatan keras termasuk kedalam sanksi yang bersifat membina atau mendidik.

Namun, sanksi peringatan keras merupakan bentuk paling berat dari sanksi yang bersifat membina atau mendidik. Hal ini karena sanksinya berupa tertulis, terdokumentasi, dan tersebar secara terbuka untuk khalayak yang luas.

Selain itu, ada juga sanksi yang bersifat berat. Ini bertujuan untuk menyelamatkan citra, kehormatan, dan kepercayaan publik terhadap institusi dan jabatan yang dipegang oleh pelanggar kode etik.

Sanksi berat ini berupa pemberhentian dari jabatan yang dapat bersifat sementara atau bersifat tetap.

Baca juga: Ketua KPU Disanksi DKPP karena Pelanggaran Etik, Ini Komentar Mahfud, Muhaimin, dan Gibran

Pelanggaran tak pengaruhi pencalonan Gibran

DKPP memastikan, pelanggaran kode etik yang dilakukan ketua KPU tidak berpengaruh terhadap proses pencalonan Gibran sebagai cawapres 2024.

Heedy menyampaikan, putusan DKPP hanya bersifat etik kepada individu penyelenggara pemilu, bukan berkaitan dengan proses pemilu.

"Putusan DKPP murni tentang pelanggaran etik ketua dan anggota KPU. Tidak berpengaruh terhadap pencalonan capres dan cawapres," kata dia, dilansir dari Kompas.com, Senin (5/2/2024),

Kendati demikian, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, pelanggaran kode etik tersebut berdapat pada aspek administrasi pendaftaran Gibran sebagai salah satu kontestan Pilpres 2024.

Baca juga: Loloskan Gibran, Ketua KPU Disanksi, Bisakah Penetapan Cawapres Dibatalkan?

Syaratnya, pihak yang merasa dirugikan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha negara (PTUN) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Pelanggaran kode etik yang dilakukan ketua dan jajaran anggota KPU lainnya bisa menjadi alat bukti adanya pelanggaran administrasi.

"Tentu langkah hukumnya tidak serta-merta, tetapi dapat digunakan sebagai alat bukti bahwa telah terjadi pelanggaran administrasi," tutur Feri, dilansir dari Kompas.com, Senin (5/2/2024).

Apabila PTUN atau Bawaslu melihat adanya pelanggaran administrasi dalam pendaftaran Pilpres, maka penetapan Gibran sebagai cawapres 2024 dapat dibatalkan.

"Mereka bisa memutus telah terjadi pelanggaran administrasi dan kemudian membatalkan proses administrasi pemilihan atau terdaftarnya Gibran sebagai salah satu peserta pilpres," tandasnya.

Baca juga: Ketua KPU Hasyim Asyari Terbukti Langgar Etik Terkait Pendaftaran Gibran Jadi Cawapres, Ini Penjelasan DKPP

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi