Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prabowo Sebut Indonesia Minim Dokter, Benarkah Penambahan Fakultas Kedokteran Jadi Solusi?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menyampaikan pandangannya saat debat kelima Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Minggu (4/2/2024). Debat kali ini bertemakan kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto mengatakan, Indonesia saat ini sedang mengalami krisis dokter.

Jumlah kekurangan itu bahkan mencapai 140.000 orang. Dampaknya, banyak daerah tidak memiliki dokter spesialis.

Hal tersebut disampaikannya dalam debat kelima Pilpres 2024 pada Minggu (4/2/2024) di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat.

Untuk mengatasi kekurangan ini, Prabowo menyatakan akan menambah jumlah fakultas kedokteran di Indonesia yang saat ini baru ada 92 fakultas.

"Kita akan membangun 300 fakultas kedokteran. Kita juga akan mengirim 10.000 anak-anak pintar dari lulusan SMA, kita akan beri beasiswa ke luar negeri untuk belajar kedokteran," ujarnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, apakah penambahan fakultas kedokteran saat ini diperlukan?

Baca juga: Program Strategi Tranformasi Bangsa Prabowo-Gibran: 3 Juta Rumah dan Puluhan Ribu Beasiswa Kedokteran


Urgensi penambahan jumlah fakultas kedokteran

Ketua Dewan Pembina sekaligus founder Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Saminarsih membenarkan bahwa jumlah dokter dalam negeri kurang dan tidak terdistribusi merata.

"Tenaga kesehatan bukan cuma dokter tapi sumber daya manusia lain seperti bidan, perawat, dan apoteker. Bidan dan perawat cukup tapi distribusi tidak merata," jelasnya dalam konferensi pers CISDI, Senin.

Selain menambah jumlah dokter, ia berharap pemerintah juga perlu menjamin kesejahteraan tenaga kesehatan, terutama yang bertugas di daerah terpencil. 

Untuk menambah kemampuan fakultas kesehatan dalam menerima mahasiswa, Dia menilai perlu adanya peraturan agar dokter lulusan luar negeri dapat praktik di Indonesia.

"Bukan hanya menambah fakultas kedokteran dan dokter lulusan luar negeri apabila kebijakan di Indonesia belum siap," tegasnya.

Menurutnya, pemerintah juga perlu menambah dokter spesialis, terutama di Puskesmas.

Pasalnya, kekurangan dokter spesialis akan menambah beban bagi tenaga kesehatan lainnya, sehingga mereka menjadi tidak produktif.

Fakultas kedokteran yang ada saat ini juga perlu menambah program studi spesialis, sesuai kebutuhan di wilayah Indonesia.

Baca juga: Di Balik Permintaan Maaf Prabowo pada Debat Kelima Pilpres 2024...

Perbaikan distribusi dokter

Terpisah, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam mengatakan, data terbaru menunjukkan setidaknya ada 103-107 fakultas kedokteran di berbagai kampus dalam negeri.

"Saat ini, produksi (lulusan) fakultas kedokteran setiap tahunnya itu sekitar 13.000 sampai 14.000 (orang). Jumlahnya sudah besar," katanya, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/2/2024).

Ari menilai, perbandingan jumlah dokter dan penduduk Indonesia memang masih kurang. Namun, masalah utamanya adalah distribusi dokter yang kurang tepat.

Dampaknya, ada wilayah kelebihan dokter, sedangkan daerah lain kekurangan.

Untuk mengatasinya, pemerintah perlu memperkuat fakultas kedokteran yang ada dengan menyiapkan dosen-dosen.

Penambahan jumlah dosen ini dapat ditingkatkan dengan pemberian insentif memadai, agar mereka bersedia ditempatkan di wilayah lain, seperti Indonesia Timur.

"Dengan sendirinya, ketika jumlah dosen dan sarana-prasarana memadai, maka mereka juga dapat diminta meningkatkan kuota jumlah dokter tersebut," tegasnya.

Ari menambahkan, distribusi dokter perlu diperbaiki, ketimbang menambah jumlah fakultas kedokteran. Jika tidak, dokter hanya menumpuk di kota-kota besar.

Selain itu, setidaknya ada 100 fakultas kedokteran yang menunggu dibuka di Indonesia. Namun, Kemendikbudristekdikti belum memberikan izin, karena minimnya jumlah pengajar.

Baca juga: Daftar Artis dan Influencer yang Diklaim Dukung Prabowo-Gibran

Kebutuhan dokter di Indonesia

Data Kementerian Kesehatan pada 2019 menunjukkan, perbandingan jumlah dokter di Indonesia adalah 0,47 per 1.000 penduduk.

"Sementara rata-rata (dokter) Asia adalah 1,2 per 1.000 penduduk," Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (5/2/2024).

Menurutnya, angka tersebut berada di bawah rata-rata dunia, yakni 1,76 per 1.000 orang.

Akibatnya, jumlah dokter Indonesia berada di peringkat 147 dari 205 negara dunia dan 8 dari 10 negara ASEAN.

Nadia melanjutkan, sebanyak 6 persen Puskesmas Indonesia tidak memiliki dokter, 52 persen Puskesmas belum punya tenaga kesehatan yang lengkap, dan 42 persen rumah sakit belum memiliki dokter spesialis yang lengkap.

Sementara itu, data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menunjukkan, Indonesia memiliki total 226.190 dokter hingga 2023, dengan rincian 173.347 dokter umum dan 52.843 dokter spesialis.

Baca juga: Jadi Salah Satu Program Prabowo-Gibran, Mengapa Bidang STEM di Indonesia Perlu Dikembangkan?

Ketua IDI Mohammad Adib mengatakan, jumlah tersebut belum memenuhi estimasi kebutuhan dokter menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2023.

"Estimasi kebutuhan dokter 1 banding 1.000 penduduk sama dengan 272.000 dokter," jelasnya dalam konferensi pers daring pada Senin.

Meski fakultas kedokteran menghasilkan kurang-lebih 12.000 dokter, Indonesia kini masih kekurangan sekitar 55.508 dokter pada 2023 berdasarkan estimasi WHO.

Dia menilai, butuh waktu lima tahun untuk memenuhi jumlah dokter di Indonesia sesuai estimasi tersebut.

Adib memaparkan, Indonesia sebenarnya tidak mengalami masalah produksi dokter, melainkan persebarannya yang kurang merata.

“Yang menjadi problem di Indonesiaa saat ini adalah distribusinya yang tidak merata, bukan karena produksinya," tegasnya.

Hal ini terjadi lantaran keterbatasan sarana prasarana, alat kesehatan dan obat, rendahnya insentif, serta ketidakjelasan jenjang karier.

Adib juga menyebutkan, jumlah dokter justru akan berlebihan dan bahkan memunculkan pengangguran tanpa penyebaran dokter yang baik.

Baca juga: Prabowo Sebut Angka Kematian Ibu Melahirkan Indonesia Masuk 10 Tertinggi di Dunia, Bagaimana Datanya?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi