KOMPAS.com - Menebar benih ikan nila di perairan umum kerap dilakukan dengan tujuan menambah stok dan melestarikan ekosistem.
Salah satunya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang menaburkan 10.000 benih ikan tawes dan nila di Embung Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Rabu (14/2/2024).
Beberapa hari sebelumnya, Jumat (9/2/2024), Pemprov Sulawesi Selatan juga menebarkan 1 juta benih nila di Danau Tempe, Kabupaten Wajo.
Namun, kegiatan ini menuai tanda tanya dari warganet lantaran nila disebut berpotensi menjadi ikan invasif di perairan umum Indonesia.
"Setauku ikan nila termasuk ikan berpotensi invasif jadi gaboleh dilepaskan di perairan umum. Apa mungkin kalo di waduk boleh ya? Karena ekosistemnya tertutup & terkontrol?" tanya akun X ini, Sabtu (17/2/2024).
Lantas, benarkah ikan nila berpotensi invasif dan dapat merugikan ekosistem asli di perairan umum Indonesia?
Baca juga: 7 Ikan Lokal Pengganti Salmon, Tak Kalah Bergizi dengan Harga Lebih Murah
Ikan nila bukan asli Indonesia
Dosen di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Mohammad Mukhlis Kamal mengatakan, ikan nila bukan ikan asli Indonesia.
Menurutnya, ikan dengan nama Latin Oreochromis niloticus ini secara alamiah berasal dari perairan Afrika.
"Kata spesies niloticus menunjukkan bahwa ikan tersebut terikat pada sebaran aslinya meliputi daerah aliran sungai (DAS) Sungai Nil," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (18/2/2024).
Berdasarkan wilayah asal penyebarannya, ikan dikategorikan menjadi empat macam, meliputi:
- Ikan endemik, yaitu ikan yang hanya ditemukan di suatu tempat dan tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia
- Ikan asli (native), merupakan ikan yang ada di beberapa tempat atau wilayah perairan pada region tertentu
- Ikan introduksi atau ikan yang didatangkan dari luar dan dikenalkan ke tempat yang baru yang bukan daerah sebaran aslinya
- Ikan invasif, yakni ikan introduksi yang sudah mengganggu habitat ikan atau ekosistem perairan lokal.
Baca juga: 4 Ikan Tidak Banyak Duri, Punya Gizi Tinggi dan Mudah Dikonsumsi
Menilik empat kategori tersebut, ikan nila masuk golongan ikan introduksi di perairan Indonesia.
"Karena dia bukan berasal dari Indonesia, maka ikan nila statusnya sebagai ikan introduksi," kata Mukhlis.
Dia menambahkan, seperti banyak negara, jenis ikan air tawar ini didatangkan ke Tanah Air sejak 1960-an dengan tujuan konsumsi.
Lantaran mudah dibudidayakan dan memiliki pertumbuhan yang cepat, nila sangat strategis untuk dijadikan komoditas pangan pemenuhan kebutuhan protein hewani ikan.
"Sudah banyak teknik budidaya ikan nila yang dikembangkan di Indonesia untuk mempercepat peningkatan produksi," kata dia.
Salah satunya, teknik ginogenesis untuk menjantankan anak-anak nila karena ikan jantan lebih cepat tumbuh.
Ada pula teknik pembuatan varian-varian nila, termasuk nila "gift" (genetically improved farmed tilapia) yang sempat populer beberapa tahun lalu di Tanah Air.
"Semuanya bertujuan agar cepat tumbuh dan tidak cepat kawin-mawin," ungkapnya.
Baca juga: Ikan Laut Vs Ikan Air Tawar, Mana yang Lebih Bergizi?
Budidaya ikan nila harus terkontrol
Kemampuan reproduksi ikan nila pun luar biasa, karena jantan dan betina mudah kawin, bahkan mampu kawin silang dengan sesama genus, seperti ikan mujair atau Oreochromis mossambicus.
Namun, Mukhlis mengingatkan, budidaya ikan nila harus terkontrol dan sedapat mungkin dicegah untuk masuk ke perairan umum, seperti sungai dan danau.
Selama ikan ini tumbuh dan berkembang di perairan terkontrol dan tertutup, menurutnya tidak akan menjadi invasif yang merugikan ikan lokal.
"Namun saat ini, dan 2-3 dekade sebelumnya, konsep ini terlambat dipahami. Bahkan, kalau kita menebar ikan nila ke alam disebut restocking," ungkap Mukhlis.
Padahal, restocking adalah upaya melepaskan kembali anak-anak ikan lokal ke perairan, hasil budidaya dari induk-induk yang telah ditangkap sebelumnya.
Langkah ini juga dapat diartikan dengan penebaran benih ikan asli yang secara alami hidup di perairan umum tersebut.
Mukhlis menyebutkan, restocking yang bertujuan untuk melestarikan ikan ini telah dicontohkan oleh Pemprov DKI pada pertengahan Februari lalu, berupa pelepasan benih ikan tawes.
Kendati demikian, upaya tersebut tidak berlaku untuk penebaran benih ikan nila di tempat yang sama.
"Untuk ikan nila adalah introduksi, atau stocking hanya untuk meningkatkan biomassa dan stok ikan-ikan yang akan ditangkap di waduk," lanjutnya.
Baca juga: Telur Siput Warna Merah Muda Harus Dihancurkan, Apa Alasannya?
Ikan nila berpotensi invasif
Mukhlis menambahkan, ikan nila yang dilepas ke alam terbuka berpotensi invasif karena memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan ikan-ikan asli Indonesia.
Selain dapat beradaptasi dengan baik karena sama-sama hewan tropis, kemampuan tumbuh kembangnya pun sangat baik karena mampu bereproduksi dengan cepat.
Sama seperti kelompok ikan Cichlidae lain, nila memelihara anak-anaknya dalam mulut, sehingga kelangsungan hidup anakan cenderung tinggi.
"Ikan nila dapat makan apa saja, bisa tanaman atau hewan. Melalui kemampuannya ini, dapat dipastikan bila dalam suatu perairan, maka ikan-ikan asli akan kalah berkompetisi," papar Mukhlis.
Oleh karena itu, dia mengimbau agar ikan nila tidak dilepas ke perairan umum, termasuk sungai, danau, maupun waduk.
"Bila untuk meningkatkan konsumsi pangan, silakan dibudaya dalam kolam-kolam yang terkontrol, untuk mencegah mereka lepas ke perairan umum," tandasnya.
Baca juga: Apa yang Terjadi pada Tubuh jika Tidak Pernah Makan Ikan?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.