Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Aksi Kamisan, Sejarah, Lokasi, dan Tujuannya

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para aktivis HAM yang dimotori oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) mengikuti Aksi Kamisan ke-626 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (16/1/2020). Mereka terus menyuarakan keadilan bagi para korban dan keluarga Tragedi Mei 1998, dan tragedia lainnya.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Aksi Kamisan telah diadakan selama 17 tahun dengan berdiri menuntut keadilan hak asasi manusia (HAM) di seberang Istana Merdeka, Jakarta.

Dikutip dari Kompas.id, Aksi Kamisan telah digelar sebanyak 805 kali pada Kamis (15/2/2024) atau sehari setelah pemungutan suara Pemilu 2024.

Saat itu, sejumlah aktivis, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat sipil memadati seberang Istana Merdeka dengan aksi mengangkat kartu merah dan kuning sebagai simbol peringatan bagi pelanggar demokrasi.

Tak hanya itu, para aktivis membacakan surat terbuka dan menyerukan upaya penyelamatan demokrasi Indonesia atas pelanggaran yang terjadi terutama selama periode Pemilu 2024.

Sebelumnya, Aksi Kamisan tepat berusia 17 tahun pada Kamis (18/1/2024).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lalu, apa sebenarnya tujuan Aksi Kamisan diadakan dan bagaimana sejarah pelaksanaannya di Indonesia?

Baca juga: 17 Tahun Aksi Kamisan, Perjuangan Tanpa Lelah Menuntut Keadilan


Mengenal Aksi Kamisan

Aksi Kamisan merupakan gerakan yang dilakukan sekelompok orang yang melakukan aksi damai dengan berdiri di seberang Istana Merdeka, Jakarta setiap hari Kamis sore.

Dikutip dari Kompas.id (17/2/2024), Aksi Kamisan pertama kali digelar pada Kamis, 18 Januari 2007.

Aksi ini diinisiasi Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Bernardus Realino Norma Irmawan atau Wawan. Dia mahasiswa Unika Atmajaya yang tewas dalam peristiwa Semanggi I pada 1998.

Selain Sumarsih, Suciwati dan Bedjo Untung juga terlibat dalam pelaksanaan gerakan Aksi Kamisan.

Suciwati merupakan istri pejuang HAM, Munir Said Thalib yang meninggal diracun dalam pesawat penerbangan menuju Amsterdam, Belanda pada 2004.

Sementara Bedjo Untung adalah perwakilan keluarga korban pembunuhan dan penangkapan tanpa prosedur hukum pascatragedi 1965.

Aksi Kamisan dilakukan oleh para korban pelanggaran HAM, aktivis, mahasiswa, dan masyarakat sipil yang memakai baju serba hitam.

Aksi Kamisan kerap dilakukan dengan berdiri diam maupun berorasi sambil membawa foto-foto korban pelanggaran HAM, spanduk bertema perjuangan HAM, dan payung hitam.

Baca juga: Diserukan Tiap Aksi Kamisan, Ini 17 Kasus Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

Sejarah perjuangan Aksi Kamisan

Aksi Kamisan pertama kali diadakan pada Kamis, 18 Januari 2007 dengan nama Aksi Diam. Diberitakan Kompas.com (18/1/2024), Aksi Kamisan diadakan setiap Kamis pukul 16.00 WIB.

Selama satu jam, keluarga korban pelanggaran HAM akan berdiri mengheningkan cipta di depan Istana Merdeka dengan mengenakan pakaian serba hitam dan membawa payung hitam.

Peserta Aksi Kamisan memperingati peristiwa pelanggaran HAM besar di Indonesia. Aksi ini dipelopori oleh Sumarsih dan Suciwati, serta Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK).

Aksi Kamisan terinspirasi dari aksi damai sekelompok ibu di pusat kota Buenos Aires, Argentina yang tergabung dalam Asociacion Madres de Plaza de Mayo.

Mereka menuntut tanggung jawab negara atas pembunuhan dan penghilangan paksa anak-anak mereka oleh Junta Militer Argentina pada 1977.

Setiap Kamis siang, ibu-ibu Plaza de Mayo bergandeng tangan dan mengitari plaza sambil membawa foto anak-anak mereka yang dihilangkan paksa.

Para peserta Aksi Kamisan membawa payung hitam sebagai maskot dan simbol gerakan tersebut. Sumarsih mengusulkan payung, sedangkan Suciwati usul payungnya warna hitam.

Suciwati juga memberikan ide pakaian peserta aksi berwarna serba hitam sebagai lambang keteguhan dalam mencintai manusia.

Seiring waktu, Aksi Kamisan berkembang menjadi gerakan konsisten setiap Kamis. Tak hanya Jakarta, setidaknya 60 kota se-Indonesia ikut menggelar aksi ini.

Peserta Aksi Kamisan baru sekali bertemu presiden Indonesia. Pertemuan itu berlangsung saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang mereka ke Istana Merdeka pada 31 Mei 2018.

Baca juga: 4 Janji Presiden Jokowi soal Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu

Tujuan Aksi Kamisan dibuat

Aksi Kamisan digelar untuk menuntut penyelesaian peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu yang tidak kunjung tuntas kepada pemerintah Indonesia.

Dilansir dari Kompas.id (19/1/2024), mereka ingin mempertanyakan nasib anak, anggota keluarga, atau kerabat yang hilang maupun meninggal tanpa pertanggungjawaban dalam peristiwa pelanggaran HAM Indonesia.

”Setiap ganti presiden selalu menjanjikan soal penegakan hak asasi manusia, soal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Tapi, kami tetap ada karena selalu dikhianati," ujar Suciwati.

Suciwati juga menegaskan, Aksi Kamisan dilakoni setiap minggu demi memperjuangkan keadilan. Namun, korban dan keluarga korban justru menjadi komoditas politik bagi calon pemimpin dalam meraih kekuasaan.

Sementara itu, Sumarsih menyebut pihaknya terus melakukan aksi tersebut sampai negara memberikan penyelesaian secara hukum bagi pelaku pelanggaran HAM berat di Indonesia.

”Melalui Aksi Kamisan ini, kami menolak penyelesaian secara non-yudisial,” kata Sumarsih.

Meski Aksi Kamisan belum membuahkan hasil, Sumarsih mengatakan gerakan itu akan selalu digelar. Ini karena mereka memiliki rasa cinta yang menguatkan satu sama lain.

“Karena cinta. Saya cinta Wawan, dan ketika saya mencintai Wawan, Wawan juga cinta saya. Tetapi, dukacita saya sekarang telah bertransformasi pada cinta terhadap sesama,” katanya, dikutip dari Kompas.com (19/1/2024).

“Artinya, yang saya perjuangkan tidak hanya menuntut pertanggungjawaban bagi Wawan dan kawan-kawan, tetapi juga memperjuangkan untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya,” lanjut dia.

Sumarsih tidak bisa memastikan sampai kapan Aksi Kamisan terus digelar. Namun, dia memastikan gerakan itu terus ada sampai keadilan ditegakkan.

Dia juga pernah menyatakan, Aksi Kamisan akan berhenti jika hanya dihadiri tiga peserta. Selama ini, aksi tersebut paling sedikit diikuti tujuh orang pada 2022.

(Sumber: Kompas.com/Ihsanuddin, Luqman Sulistiyawan, Jawahir Gustav Rizal, Erwina Rachmi Puspapertiwi, Baharudin Al Farisi | Editor: Krisiandi, Kristian Erdianto, Bayu Galih, Ahmad Naufal Dzulfaroh, Nursita Sari)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi