Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berpeluang Tak Lolos Parlemen, Minimnya Figur Kunci Dinilai Jadi Penghambat "Jokowi Effect" di PSI

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/RIZKY SYAHRIAL
Jokowi, Kaesang, dan kader muda PSI makan malam di Bandung, Jawa Barat
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - "PSI partainya Jokowi", begitulah slogan yang kerap digaungkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) selama kontestasi Pemilu 2024.

Penunjukan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum (Ketum) PSI juga dianggap sebagai upaya untuk menegaskan klaim mereka sebagai "partainya Jokowi".

Berdasarkan hasil sementara real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) data 56 persen, PSI hanya meraup 1.892.520 suara atau 2,78 persen.

Hasil serupa juga terlihat dalam quick count dari lembaga Indikator Politik Indonesia yang menunjukkan bahwa PSI hanya meraup 2,66 persen suara.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Hasil Real Count Pileg Data 51,28 Persen: 9 Parpol Berpeluang Lolos Parlemen

Dengan hasil itu, PSI lagi-lagi berpeluang tak lolos ke parlemen.

Untuk lolos ke parlemen, partai politik harus memenuhi minimal ambang batas parlemen atau parliamentary threshold, yakni 4 persen.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Lantas, mengapa PSI masih sulit mengejar ambang batas parlemen atau parliamentary threshold, meski sudah "membawa" nama Jokowi?

Baca juga: Kata KPU soal Dana Kampanye PSI Sebesar Rp 180.000 yang Disebut Salah Input

Minimnya figur kunci di PSI

Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menilai, ada beberapa faktor yang membuat suara PSI masih rendah, meski sudah mengidentikkan diri dengan Jokowi.

Menurutnya, minimnya figur-figur kunci menghambat suara PSI pada Pemilu 2024.

Padahal, figur kunci itu bisa dimobilisasi dan menjadi sebuah insentif politik elektoral.

"Partai politik kita kan menitikberatkan pada figur politik kunci, misalnya PDI-P ada faktor Megawati, Soekrno, ada faktor jokowi juga," kata Adi, dikutip dari tayangan Kompas TV, Minggu (18/2/2024).

"Kalau melihat Gerindra pasti ada faktor Prabowo. Kalau melihat Partai Demokrat, ada faktor Pak SBY Di PSI, belum ada figur yang bisa menjadi magnet," sambungnya.

Ia menjelaskan, kehadiran Kaesang Pangarep di PSI saja tak cukup untuk mengerek popularitas partai berlambang bunga mawar merah itu.

Baca juga: PSI Dulu Hadiahi Prabowo Piala Kebohongan, Kini Berikan Dukungan

Sebab, popularitas Kaesang tak setinggi kakaknya, Gibran Rakabuming Raka.

"Publik tidak terkonfirmasi dengan Kaesang yang popularitasnya rendah, meski anak presiden. Wajar PSI kalah populer dari partai lain," jelas dia.

Faktor lainnya menurut Adi adalah identifikasi PSI dengan Jokowi itu telat dilakukan.

Dia menuturkan, PSI hanya memiliki waktu tiga bulan setelah mengidentikkan dirinya dengan Jokowi.

"Jadi, masyarakat yang merasa kenal dan merasa puas dengan Jokowi, terlambat untuk mengetahui sebenarnya PSI itu bagian Jokowi," ujarnya.

Apalagi, PSI sebagai partai baru belum memiliki jejaring dan mesin politik yang terdistribusi secara merata.

Menurutnya, mesin politik PSI hanya ada di perkotaan dan nyaris tidak ada di pedesaan.

Baca juga: Profil PSI yang Angkat Kaesang Pangarep Jadi Ketua Umum

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi