Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satelit Eropa Seberat 2.290 Kg Jatuh di Samudra Pasifik Usai 30 Tahun Mengembara di Luar Angkasa

Baca di App
Lihat Foto
ts2.space
Ilustrasi satelit.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Satelit seberat 5.050 pon atau 2.290 kilogram (kg) yang sudah tak berfungsi, jatuh tak terkendali ke Bumi setelah menghabiskan waktu selama 30 tahun berada di luar angkasa.

Setelah jatuh perlahan ke Bumi selama lebih dari 12 tahun, Satelit European Remote Sensing 2 (ERS-2) milik Badan Antariksa Eropa (ESA) kembali memasuki atmosfer Bumi pada pukul 12.17 EST pada Rabu (21/2/2024), dikutip dari Space, Kamis (22/2/2024).

Satelit tersebut jatuh dan terbakar di atas sebuah wilayah terpencil di Samudea Pasifik Utara yang berada di tengah-tengah antara Alaska dan Hawaii, menurut ESA. 

Meski demikian, tidak ada kerusakan properti yang dilaporkan. Selain itu, tidak jelas apakah ada puing-puing yang selamat dari api yang meluncur ke atmosfer.

Baca juga: Bangkai Satelit Milik Eropa Diprediksi Akan Jatuh ke Bumi Hari Ini, di Mana Lokasinya?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Pertama kali diluncurkan pada 1995

Satelit yang sudah tidak berfungsi itu telah mempelajari iklim Bumi sejak diluncurkan pada 1995 hingga dipensiunkan pada 2011.

Satelit ERS-2 merupakan salah satu dari ratusan sampah antariksa yang sudah diperkirakan sejak lama akan jatuh kembali ke Bumi pada tahun ini.

Menurut ESA, sebagian besar puing-puing antariksa yang masuk kembali ke atmosfer Bumi berukuran lebih kecil dari 3,2 kaki (1 meter). Meskipun demikian, obyek besar seperti ERS-2 hampir tidak menimbulkan risiko bagi manusia atau properti di bumi.

"Risiko yang terkait dengan masuknya kembali satelit ke Bumi sangat rendah," tulis para pejabat ESA dalam pembaruan pada 15 Februari, dilansir dari Live Science, Kamis.

Pasalnya, sebagian besar permukaan Bumi tertutup air atau tidak berpenghuni.

Baca juga: Harta Karun Berusia 3.000 Tahun yang Ditemukan di Spanyol Ternyata Tak Berasal dari Bumi

Satelit ERS-2 membakar sisa bahan bakar dan jatuh ke Bumi

Perjalanan ERS-2 kembali ke Bumi dimulai dengan manuver deorbitasi yang disengaja pada 2011.

Proses deorbitasi membantu mencegah tabrakan di orbit dan mengurangi terciptanya puing-puing ruang angkasa.

Satelit yang sudah tidak berfungsi itu membakar bahan bakarnya yang tersisa untuk turun dari ketinggian sebelumnya di 488 mil (785 kilometer) menjadi 356 mil (573 km) di atas Bumi.

Sehingga, hal ini membawanya keluar dari jalur satelit operasional dan meningkatkan peluangnya untuk meninggalkan orbit.

Penurunan itu awalnya berjalan lambat, akan tetapi pada Januari 2024, penurunannya melaju dengan cepat, satelit jatuh dengan kecepatan di atas 6 mil (10 km) per hari.

Pada masa kejayaannya, ERS-2 merupakan satelit observasi Bumi paling canggih yang pernah diluncurkan oleh ESA.

Satelit ini dilengkapi dengan sensor untuk memantau planet Bumi dan satelit ini memberikan data penting bagi para ilmuwan tentang iklim yang memanas.

ERS-2 digunakan untuk mengumpulkan data tentang permukaan Bumi, lautan, dan kutub.

Selain itu, satelit ini juga digunakan untuk memantau bencana alam, seperti banjir besar dan gempa Bumi.

"Satelit ini telah memberi kita wawasan baru tentang planet kita, kimiawi atmosfer kita, perilaku lautan kita, dan dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan kita, menciptakan peluang baru untuk penelitian dan aplikasi ilmiah," ujar kepala Program Warisan Antariksa ESA, Mirko Albani.

Baca juga: NASA Luruskan Kabar Asteroid yang Disebut Akan Tabrak Bumi pada 2024

Adakah bahaya dari puing ERS-2?

Dilansir dari CBS News, Rabu (21/2/2024), sebagian besar satelit luar angkasa akan terbakar saat masuk atmosfer bumi.

Meski begitu, tak satu pun dari fragmen tersebut mengandung zat beracun atau radioaktif.

Namun, badan antariksa Eropa belum mengatakan berapa banyak potongan satelit yang selamat dari pengembalian tersebut.

Kendati demikian, mereka mencatat bahwa setiap potongan akan tersebar secara acak di jalur darat dengan panjang rata-rata ratusan kilometer dan lebar beberapa puluh kilometer.

ESA menambahkan, risiko tahunan seseorang terluka akibat puing-puing luar angkasa berada di bawah 1 dalam 100 miliar, atau 65.000 kali lebih rendah dibandingkan risiko tersambar petir.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi