Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Korsel Kembangkan Beras Hibrida yang Mengandung Protein Daging Sapi

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash
Ilustrasi beras merah
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Ilmuwan di Korea Selatan berhasil mengembangkan jenis beras hibrida berkelanjutan baru yang disebut "beras berdaging.”

Beras jenis ini disebut dapat membantu mengatasi krisis pangan dan perubahan iklim, dikutip dari Phys.org.

Jenis biji-bijian ini ditanam di laboratorium oleh para peneliti di University of Yonsei, Seoul, Korea Selatan.

Tidak seperti beras biasanya, "beras berdaging" ini mengandung protein dari otot sapi dan sel lemak, dengan warna merah mudah layaknya daging sapi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut peneliti, beras ini merupakan salah satu alternatif daging yang lebih murah dan ramah lingkungan, serta meninggalkan jejak karbon yang lebih kecil.

Baca juga: iPhone Basah Tak Boleh Dikeringkan dalam Beras, Ini Alternatifnya


Proses pembuatan

Beras hibrida itu juga dilapisi dengan gelatin ikan untuk membantu sel-sel daging sapi menempel pada nasi.

Setelah semua jenis protein dan zat lain menempel, beras kemudian dibiarkan dalam cawan petri hingga 11 hari.

Hasilnya, beras ini mengandung 8 persen protein dan 7 persen lemak lebih banyak dibandingkan beras biasa.

Apabila dijual bebas di pasaran, beras ini akan memberikan pilihan yang jauh lebih murah bagi konsumen di Korea Selatan.

Diperkirakan, beras hibrida ini bisa dijual dengan harga 2,23 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 34.900 per kilogram.

Sementara itu, satu kilogram daging sapi di Korea Selatan dijual dengan harga sekitar 15 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 234.720.

Tim berencana untuk mengembangkan lebih lanjut proses tersebut sebelum beras dipasarkan.

Nantinya, beras hibrida ini diharapkan dapat tumbuh lebih baik dan mempunyai nilai gizi yang lebih banyak.

Baca juga: Harga Beras Sentuh Rp 16.000 Per Kilogram, Bapanas Targetkan Turun pada Maret

Bukan eksperimen pertama

Penulis utama dalam peneletian tersebut, Park Sohyeon mengatakan, mereka sebelumnya bereksperimen dengan berbagai jenis produk makanan.

Meski demikian, produk eksperimen itu tidak selalu berhasil seperti pada beras hibrida ini, dilansir dari CNN.

Sebelumnya, mereka pernah mencoba memasukkan sel daging hewani ke dalam kedelai dengan menggunakan metode serupa.

Sayangnya, kerangka sel yang dimasukkan di kedelai terlalu besar dan berpengaruh terhadap tekstur.

Konsumen yang telah mencobanya mengaku tidak dapat merasakan tekstur seperti daging, sehingga kurang disukai.

Baca juga: Jeritan Warga, Pedagang, dan Pengusaha Warteg: Harga Beras Naik, Stok di Ritel dan Toko Online Kosong

Pengembangan produk pangan alternatif lainnya

Alternatif daging asli dan berbagai inovasi pangan baru telah menjamur selama beberapa tahun terakhir.

Ada berbagai produk yang beredar di pasaran, seperti Beyond Meat, yaitu daging berbasis plant-based hingga daging yang dikembangkan di laboratorium.

Semua produk alternatif ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya yang dihasilkan dari peternakan.

Sistem peternakan bertanggung jawab atas 6,2 miliar metrik ton karbon dioksida yang memasuki atmosfer setiap tahunnya.

Angka tersebut setara dengan 1 persen dari total emisi yang disebabkan oleh aktivitas manusia, menurut data PBB.

Kendati demikian, banyak produk alternatif daging yang kesulitan menembus pasar umum dan menarik konsumen.

Baca juga: Beda Dugaan Penyebab Harga Beras Mahal dan Langka Jelang Pemilu 2024

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi