Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pria 68 Tahun yang Diklaim Sembuh dari HIV dan Kanker Usai Transplantasi Sel Punca dengan Mutasi Genetik

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Hafiez Razali
Ilustrasi HIV/AIDS
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Seorang pria asal California, Amerika Serikat (AS), Paul Edmonds (68) dinyatakan sembuh dari HIV dan kanker darah atau leukimia.

Edmonds dinyatakan sembuh setelah menjalani transplantasi sel punca dari donor yang memiliki mutasi genetik langka dan membuat pengidapnya kebal terhadap virus HIV.

Ia mendapatkan donor transplantasi sel punca pada 2019 atau setelah 31 tahun mengidap HIV sejak 1988, dikutip dari ABC News, Jumat (29/7/2022).

Selama ini Edmonds merupakan salah satu pasien yang dirawat di City of Hope, salah satu organisasi penelitian dan pengobatan kanker terbesar di AS.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilansir dari The Guardian, Rabu (28/2/2024), Edmonds adalah orang kelima di dunia sekaligus tertua, yang telah dikonfirmasi berada dalam kondisi remisi untuk leukemia myelogenous akut dan HIV.

Seorang profesor klinis di Divisi Penyakit Menular di City of Hope, Jana K. Dickter mengumumkan kabar suka cita ini.

“Kami sangat senang memberi tahu dia bahwa HIV-nya sudah dalam tahap remisi dan dia tidak perlu lagi memakai terapi antiretroviral yang telah dia jalani selama lebih dari 30 tahun,” ujar Dickter.

Berita kesembuhan Edmonds juga telah dipublikasikan dalam New England Journal of Medicine.

Baca juga: Pria Swiss yang Disebut Pasien Jenewa Diklaim Jadi Orang Ke-6 yang Sembuh dari HIV


Baca juga: Viral, Unggahan Ruam Merah di Kulit Disebut Tanda HIV, Benarkah?

Kisah Paul Edmonds melawan HIV dan kanker

Dalam video YouTube, Edmonds berharap pengalamannya dapat memberikan harapan kepada orang dengan HIV.

Sebelum sembuh, ia merasa seolah-olah telah dijatuhi hukuman mati ketika didiagnosis mengidap HIV dan Aids pada 1988.

Edmonds menjalani terapi antiretroviral HIV, yang menurunkan tingkat virus hingga ke tingkat yang tidak terdeteksi. Namun, pengobatan yang umum dilakukan tersebut tidak berhasil menyembuhkannya dari HIV.

HIV masih bersarang, Edmonds didiagnosis mengidap leukemia myelogenous akut (AML) atau biasa dikenal dengan kanker darah.

Ia lantas menerima transplantasi sel punca di City of Hope yang memiliki mutasi genetik langka, CCR5 Delta 32 homozigot, pada awal 2019 untuk kanker darah.

CCR5 adalah reseptor pada sel kekebalan CD4+, dan HIV menggunakan reseptor tersebut untuk masuk dan menyerang sistem kekebalan.

Nah, mutasi CCR5 yang ada, memblokir jalur tersebut, yang menghentikan HIV memasuki sel dan bereplikasi.  

Meskipun berita ini memberikan harapan bagi jutaan orang yang hidup dengan HIV, para ahli memperingatkan bahwa prosedur seperti ini bukanlah obat yang dapat menyembuhkan virus tersebut.

Anthony Fauci, Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases, mengimbau semua pihak berhati-hati di Februari 2022 setelah para peneliti mengumumkan bahwa seorang wanita Amerika telah sembuh dari HIV setelah menjalani prosedur transplantasi sel punca.

Karena transplantasi sumsum tulang adalah prosedur yang berbahaya dan berisiko, maka dianggap tidak etis untuk dilakukan pada orang dengan HIV, kecuali orang tersebut juga mengidap kanker dan membutuhkan transplantasi sebagai bagian dari pengobatan kankernya.

Terlebih, menurut data, tidak lebih dari 2 persen orang yang memiliki mutasi genetik tersebut, menurut ScienceAlert.

Beruntungnya, salah satu pendonor, ternyata cocok dengan Edmonds.

City of Hope menghubungkan Edmonds dengan orang tersebut melalui program transplantasi sel punca darah dan sumsum tulang.

Baca juga: Penjelasan Dokter soal Kondisi Viral Load Rendah pada Penderita HIV, dari Pengobatan dan Risiko Penularan

Pencegahan dan pengobatan HIV 

Pada Desember 2021, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menyetujui obat suntik jangka panjang pertama untuk pencegahan HIV.

Sampai saat ini, satu-satunya obat yang dilisensikan dan disetujui oleh FDA untuk pencegahan HIV adalah PrEP.

PrEP adalah pil harian yang mencegah HIV memasuki sel-sel dalam tubuh dan mencegah infeksi.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), apabila digunakan sesuai resep, PrEP mengurangi risiko tertular HIV dari hubungan seks sekitar 99 persen.

Selain itu, ada pula PEP, yaitu pil yang diminum dalam waktu 72 jam setelah seseorang berpotensi terpapar HIV.

Pengobatan PEP diibaratkan seperti “pil darurat” untuk pencegahan HIV dan harus diminum setiap hari selama 28 hari.

Kini, individu yang merasa berisiko tertular HIV mempunyai pilihan untuk meminum pil harian, atau suntikan baru setiap dua bulan.

Dalam hal vaksin, Moderna baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka telah meluncurkan uji klinis tahap awal terhadap vaksin HIV mRNA.

Perusahaan bioteknologi tersebut bekerja sama dengan lembaga nirlaba International AIDS Vaccine Initiative untuk mengembangkan vaksin tersebut.

Moderna akan menggunakan teknologi yang sama dengan vaksin COVID-19 Moderna yang sukses di pasaran.

Baca juga: Kasusnya Terus Meningkat, Kenali Gejala dan Pencegahan HIV dan Sifilis

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi