Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fosil Capit Kepiting Terbesar yang Hidup 9 Juta Tahun Lalu Ditemukan di Selandia Baru

Baca di App
Lihat Foto
wikimedia.org
Kepiting adalah Crustacea dari kelas Malacostraca
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Fosil capit kepiting jantan yang sangat besar, utuh, dan terawetkan dengan sempurna yang lengkap dengan gerigi sepanjang 20 sentimeter (cm), ditemukan di Selandia Baru.

Dikutip dari IFL Science, Rabu (28/2/2024), penemuan tersebut merupakan fosil capit kepiting terbesar yang pernah ada.

Ukuran spesimen yang sangat besar membuat para ilmuwan menduga bahwa spesimen ini bisa jadi merupakan pendahulu kepiting raksasa selatan yang beratnya bisa mencapai lebih dari 12 kilogram.

Fosil itu pertama kali ditemukan oleh seorang laki-laki bernama Karl Raubenheimer saat masih berusia belasan tahun, dilansir dari Scientific American, Kamis (29/2/2024).

Saat itu, Raubenheimer melihat capit besar yang menonjol dari singkapan batu yang dikelilingi tebing di dekat rumahnya di wilayah Taranaki, Pulau Utara, Selandia Baru.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ia kemudian mengetuk-ngetuk batu tersebut, dan tak lama kemudian, seluruh fosil itu pun terkuak.

Baca juga: Kepiting Salju Menghilang dari Lepas Pantai Alaska, Apa Penyebabnya?

Sisa-sisa fosil serupa kembali ditemukan

Pada tahun-tahun berikutnya, Raubenheimer dan teman-temannya yang berburu fosil kembali menemukan beberapa sisa-sisa lain yang tampaknya berasal dari spesies yang sama.

Selanjutnya, satu dekade atau 10 tahun kemudian, Raubenheimer menemukan fosil utuh lainnya. Namun kali ini, yang ditemukan adalah seekor kepiting betina.

Ia kemudian menyumbangkan dua kepiting utuh tersebut ke Museum Te Papa Tongarewa di Selandia Baru dan mengirimkan foto-foto kepada ahli kepiting Barry van Bakel di Universitas Utrecht di Belanda.

Van Bakel langsung tahu bahwa fosil-fosil ini tidak seperti yang pernah dilihat sebelumnya.

Ia mengatakan bahwa itu adalah sebuah spesies kepiting raksasa yang baru, yang dijelaskan minggu ini di Jurnal Geologi dan Geofisika Selandia Baru.

Selandia Baru terkenal dengan ratusan spesimen kepiting dengan spesies Tumidocarcinus giganteus. Kepiting dewasa dari spesies ini memiliki ukuran tubuh rata-rata sekitar 14 cm.

Namun, meskipun kepiting baru ini hidup pada masa yang sama (zaman Miosen, sekitar sembilan juta tahun yang lalu), bentuk tubuhnya berbeda, dan bahkan lebih besar.

"Spesimen terbesar memiliki karapas delapan inci dan capit delapan inci (sekitar 20 cm) dan menjadikannya fosil kepiting terbesar yang pernah ditemukan," kata van Bakel.

Baca juga: Warganet Sebut Kepiting Sebastian di Little Mermaid Tak Hidup di Laut, Lalu di Mana Habitat Red Ghost Crab Ini?

Ciri-ciri kepiting raksasa Selandia Baru

Kepiting raksasa selatan jantan (Pseudocarcinus gigas) memiliki satu capit besar dengan ujungnya berwarna hitam. 

Pada spesies terbesarnya, capit tersebut bisa memiliki panjang yang mencapai setengah meter (50 cm).

Pseudocarcinus gigas merupakan jenis kepiting air dingin yang berwarna merah tua dengan bintik-bintik krem, dan beratnya bisa mencapai 12 kilogram (kg).

Meskipun ada satu contoh kepiting raksasa selatan yang hidup dan tertangkap di Pulau Selatan Selandia Baru, namun kepiting ini tidak pernah diketahui hidup di Selandia Baru.

Bahkan, hingga saat ini para ilmuwan hampir tidak mengetahui asal-usul evolusinya.

"Apa yang sangat keren dari fosil ini, selain merupakan fosil yang indah, adalah fosil ini berasal dari Selandia Baru, di mana saat ini tidak ada populasi kepiting raksasa," kata seorang ahli evolusi krustasea di University of Cambridge di Inggris, Javier Luque yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

"Raksasa atau tidak, kepiting adalah contoh spektakuler dari kompleksitas evolusi," imbuhnya.

Ia mengatakan, kepiting tersebut memiliki keragaman bentuk dan fungsi yang menakjubkan.

Tak hanya itu, penemuan tersebut juga memberi tahu para peneliti lebih banyak tentang ekosistem laut dalam purba.

Pasalnya, catatan fosil laut mengandung banyak informasi tentang laut dangkal, di mana sedimentasi lebih banyak terjadi dibandingkan di laut dalam.

Dengan demikian, akan lebih memungkinkan untuk mengubur hewan mati sebelum membusuk.

Akan tetapi, kata Luque, kepiting raksasa tersebut hidup beberapa ratus meter di bawah permukaan.

Di mana kepiting itu mungkin menjadi mangsa paus, lumba-lumba, dan anjing laut purba (yang fosilnya juga telah ditemukan oleh Raubenheimer dan yang lainnya). Di satu sisi, kepiting sendiri juga seekor predator.

"Ketika Anda besar, Anda membutuhkan banyak energi, dan Anda membutuhkan banyak makanan. Bagaimana kepiting besar di perairan dalam mengumpulkan makanan mereka? Kurang lebih hanya ada satu pilihan," kata van Bakel.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa bagian Selandia Baru ini sangat aktif secara vulkanik.

Gunung berapi di bawah permukaan mengeluarkan gas dari ventilasi dasar laut, menyuburkan perairan di sekitarnya dan menarik kerang, siput laut, dan krustasea, tempat berburu yang sempurna untuk kepiting raksasa dengan capit yang kuat.

Lebih dari 10 tahun setelah penemuan pertama Raubenheimer, van Bakel dan koleganya menamai kepiting purba raksasa itu Pseudocarcinus karlraubenheimeri.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi