Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Thailand Larang Penggunaan Ganja untuk Rekreasi mulai Akhir 2024, Ada Sanksi dan Denda

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/STUNNING ART
Ilustrasi ganja.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Pemerintah Thailand akan melarang penggunaan ganja yang digunakan untuk tujuan rekreasi pada akhir 2024.

Meski begitu, menteri kesehatan Thailand mengatakan, pihaknya masih tetap mengizinkan penggunaan ganja untuk tujuan medis, dikutip dari The Straits Times, Kamis (29/2/2024).

Sebelumnya, Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengizinkan penggunaan ganja medis pada 2018 dan penggunaan ganja rekreasional pada 2022.

Sejak saat itu, ada puluhan ribu toko ganja bermunculan dalam industri yang diproyeksikan bernilai hingga 1,2 miliar dollar AS atau setara Rp 18,8 triliun pada tahun depan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: 18 Bulan Berlalu, Thailand Akan Kembali Larang Ganja untuk Rekreasi

Aturan akan ditetapkan secara bertahap

Para kritikus Thailand mengatakan, aturan terkait larangan penggunaan ganja untuk rekreasi dibuat secara bertahap dan akan diadopsi dalam waktu seminggu setelah dekriminalisasi.

Selain itu, pemerintah juga telah merancang undang-undang baru untuk mengatur penggunaan ganja yang diharapkan mulai berlaku pada akhir tahun.

Menteri Kesehatan Thailand, Cholnan Srikaew mengatakan, rancangan undang-undang tersebut akan diajukan ke kabinet untuk disetujui bulan depan, sebelum dibawa ke parlemen untuk disahkan sebelum akhir tahun ini.

“Tanpa undang-undang yang mengatur ganja, ganja akan disalahgunakan,” kata Cholnan, mengacu pada penggunaan rekreasi, dilansir dari Reuters, Kamis (29/2/2024).

Ia mengungkapkan bahwa penyalahgunaan ganja berdampak negatif pada anak-anak Thailand.

"Dalam jangka panjang, hal ini (penggunaan ganja) bisa mengarah pada obat-obatan lain," imbuhnya.

Pemerintahan sebelumnya gagal mendorong undang-undang melalui parlemen sebelum pemilihan umum Mei 2023, sehingga Thailand tidak memiliki undang-undang yang mengatur penggunaannya.

"Toko ganja yang beroperasi secara ilegal tidak akan diizinkan untuk terus beroperasi, sementara ganja yang ditanam di dalam negeri juga tidak akan diperbolehkan," ungkap Cholnan.

Ia menyebut, saat ini di Thailand ada sebanyak 20.000 toko ganja yang terdaftar resmi.

“Dalam undang-undang baru, ganja akan menjadi tanaman yang diawasi, jadi menanamnya memerlukan izin,” katanya.

“Kami akan mendukung (budidaya ganja) untuk industri medis dan kesehatan," tambahnya.

Baca juga: 10 Tanaman yang Dapat Memengaruhi Pikiran Selain Ganja

Anacaman sanksi dan denda

Dalam rancangan undang-undang tersebut, pemerintah Thailand juga menetapkan denda hingga 60.000 baht atau Rp 26,4 juta untuk penggunaan rekreasi.

Sementara itu, mereka yang menjual ganja untuk penggunaan rekreasi dan berpartisipasi dalam iklan atau pemasaran tunas, resin, ekstrak atau alat pengasapan diancam dengan hukuman penjara hingga satu tahun, atau denda hingga 100.000 baht atau Rp 44 juta.

Mereka yang melanggar dapat dikenakan salah satu dari kedua hukuman tersebut atau bisa juga dikenakan keduanya.

Undang-undang tersebut juga memperberat hukuman bagi budidaya ganja tanpa izin, dengan hukuman penjara berkisar antara satu hingga tiga tahun dan denda mulai dari 20.000 baht atau Rp 8,8 juta hingga 300.000 baht atau Rp 132 juta.

Menteri kesehatan Thailand juga menegaskan bahwa impor, ekspor, budidaya, dan penggunaan komersial ganja harus memerlukan izin dari pemerintah.

"Pemerintah yang menyadari manfaat ekonomi dari industri ganja, akan memberikan waktu bagi dunia usaha untuk menyesuaikan diri dengan peraturan baru tersebut," kata Cholnan.

"Toko-toko tersebut dapat beroperasi sampai izinnya habis masa berlakunya dan diubah menjadi klinik ganja legal jika mereka mengikuti aturan baru," ujarnya, seraya menambahkan bahwa peraturan baru tersebut tidak akan berdampak pada pariwisata.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi