Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Parliamentary Threshold" Akan Turun, Bagaimana Tanggapan Partai-partai Parlemen?

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/Fitria Chusna Farisa
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan ambang batas parlemen sebesar 4 persen dalam Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Gugagatan itu diajukan oleh Ketua Pengurus Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

Juru bicara hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Enny Nurbaningsih mengatakan, selama ini tak ada penjelasan rasiona terkait ambang batas parlemen 4 persen.

Karena itu, ia berharap agar penentuan ambang batas parlemen ini nantinya harus rasional.

Baca juga: Ambang Batas Parlemen 4 Persen Akan Dihapus, Ini Kata Perludem dan Guru Besar UI

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kendati demikian, Enny menegaskan bahwa putusan MK tersebut tidak menghapus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.

"Threshold dan besaran angka persentasenya diserahkan ke pembentuk undang-undang untuk menentukan threshold yang rasional dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif," kata Enny, Jumat (1/3/2024).

Namun, perubahan ambang batas parlemen ini baru berlaku pada Pemilu 2029.

Putusan ini pun mendapat respons beragam dari partai-partai parlemen.

Baca juga: Kata MK soal Kabar PTUN Kabulkan Gugatan Anwar Usman Kembali Jadi Ketua

PPP

Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PP) Romahurmuziy mengatakan, pihaknya menyambut baik putusan MK tersebut.

Menurutnya, penghapusan ambang batas tersebut membuat suara rakyat tidak ada yang terbuang.

"Karena setiap suara pemilih terkonversi menjadi kursi. Inilah sebenarnya esensi sistem pemilu proporsional, yakni tidak ada suara rakyat yang terbuang," kata pria yang akrab disapa Rommy, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Jumat (1/3/2024).

Ia pun berharap agar putusan ini segera berlaku saat aturan itu diputuskan, tanpa perlu menunggu Pemilu 2029.

Sementara, Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi menuturkan, pihaknya menginginkan ambang batas turun menjadi 2,5 persen, sesuai penerapan pertama pada 2009.

Ia meyakini, angka 2,5 persen juga bakal menciptakan penyederhanaan partai politik di parlemen.

Baca juga: Mengenal Parliamentary Threshold, Syarat Partai Politik Bisa Masuk Parlemen

PKB

Tak seperti PPP, Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Hasanuddin Wahid menilai bahwa putusan itu menunjukkan sikap anomali MK.

Pasalnya, MK pernah menolak gugatan uji materi yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang meminta ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold diturunkan.

“Parliamentary threshold minta diturunkan tapi presidential threshold enggak (diturunkan) itu bagaimana maksudnya itu?” kata Hasanuddin, dikutip dari Kompas.com, Jumat.

Karena itu, pihaknya menganggap sikap MK tak selaras dengan penolakan uji materi ambang batas pencalonan presiden.

Padahal, salah satu alasan MK mengabulkan uji materi penurunan ambang batas parlemen adalah tidak sejalan dengan kedaulatan rakyat.

“MK menolak itu kan presidential threshold diturunkan, tapi untuk ini dia mengabulkan, kan itu ambigu. Enggak selaras dong, katanya kedaulatan rakyat, kalau 20 persen presidential threshold itu enggak sesuai keinginan rakyat, sama, kalau pakai alasan yang sama untuk PT parlemen dengan presidential threshold ambigu,” papar dia.

Baca juga: MK Perintahkan Perubahan Ambang Batas Parlemen, Politikus PDI-P: Ada yang Ingin Lebih Tinggi

PDI-P

Sementara itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hendrawan Supratikno menilai, putusan MK tersebut bakal memicu pembahasan panjang di DPR.

Sebab, untuk mencapai angka 4 persen, butuh perdebatan sengit yang penuh pro dan kontra di kalangan legislator.

“Berarti membuka kotak pandora, menciptakan atau melahirkan perdebatan baru karena ini perdebatan yang sudah sangat lama di DPR,” ucap dia, dikutip dari Kompas.com, Senin (4/3/2024).

Hendrawan mengatakan, seluruh fraksi di DPR sebelumnya setuju bahwa 4 persen merupakan angka ideal untuk ambang batas parlemen.

Bahkan, banyak pihak yang menginginkan besaran ambang batas parlemen itu dinaikkan menjadi 5-7 persen.

“Banyak yang menginginkan itu lebih tinggi lagi mengingat sistem presidensil yang kita jalankan ini lebih kompatibel, lebih cocok, lebih pas dengan sistem multipartai sederhana," jelas dia.

Baca juga: PAN Harap Ambang Batas Parlemen Turun, Presidential Threshold 0 Persen

PAN

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi pun turut merespons keputusan MK soal penurunan ambang batas parlemen itu.

Dia menuturkan, partainya mendukung agar ambang batas parlemen turun pada Pemilu 2029.

"Ya benar. PAN menginginkan parliamentary threshold, PT, tidak lagi 4 persen, sesuai dengan keputusan MK, tidak boleh 4 persen. Nah tafsir dari 4 persen itu harus turun, gitu," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Jumat.

Menurutnya, ambang batas yang terlalu tinggi justru akan mengakibatkan disproporsionalitas yang semakin besar.

Dampaknya, pemilu tak lagi proporsional karena banyak suara sah nasional yang tidak bisa dikonversi menjadi kursi.

Gerindra

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menuturkan, pihaknya menghormati putusan MK tersebut.

Namun, ia berharap agar jumlah anggota DPR dalam satu partai harus sama dengan jumlah alat kelengkapan dewan (AKD) yang berjumlah 17.

Habiburokhman juga tak sependapat jika format DPR RI sama dengan DPRD, karena dinilai tidak efektif.

"Format penggabungan partai menjadi satu fraksi seperti terjadi di DPRD terbukti tidak efektif, karena arahan pimpinan partai politik bisa berbeda satu sama lain," jelas dia, dikutip dari laman resmi Gerindra, Senin.

Baca juga: Ambang Batas Parlemen 4 Persen Harus Diubah, Demokrat: Pilihannya Dihapus atau Ubah Angka

Demokrat

Sementara itu, Ketua DPP partai Demokrat Herman Khaeron menilai, ambang batas parlemen 4 persen harus diubah atau dihapus, sesuai putusan MK.

Ia menjelaskan, kelahiran ambang batas parlemen sebenarnya bertujuan agar terjadi seleksi penyederhanaan atau pembatasan jumlah partai di DPR.

Setuju dengan MK, Herman menganggap bahwa ambang batas parlemen nantinya harus proporsional.

"Ya betul, pilihannya 4 persen dihapus atau kita memberi (angka) ambang batas yang menurut MK harus proporsional," kata Herman, dikutip dari Kompas.com, Jumat.

Golkar

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Erwin Aksa menjelaskan, pihaknya akan menyerahkan sepenuhnya keputusan MK ini kepada DPR.

Namun, ia menegaskan bahwa harapan Golkar adalah kualitas politik di Indonesia ke depan lebih bagus, dengan calon anggota DPR yang lebih berbobot.

"Kita tidak ingin ada partai baru muncul kemudian bisa membawa ideologi-ideologi yang bisa membawa perpecahan bangsa ini," kata dia, dikutip dari tayangan Kompas TV, Jumat.

"Jadi kita ingin agar supaya indonesia menjaga stabilitas politiknya," sambungnya.

Baca juga: Beda Tafsir soal Putusan MK, Ambang Batas Parlemen Perlu Diperkecil atau Diperbesar?

PKS

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardami Ali Sera mengatakan, putusan MK sudah final dan mengikat.

Menurutnya, ambang batas parlemen sebenarnya ditujukan untuk menyederhanakan sistem demokrasi yang multipartai.

Dampaknya, jumlah partai semakin sedikit sehingga ada hubungan yang kuat antata pemilih dan partai politik.

Akan tetapi, ia menilai bahwa penyederhanaan parpol telah gagal menekan angka swing viters, bahkan kini justru lebih tinggi.

"Tetapi ini memang pilihan yang harus diambil dan masa sidang ini mudah-mudahan sudah bisa merespons keputusan MK ini dalam bentuk formulasi norma hukum baru yang itu revisi UU Nomor 7 Tahun 2017," ujarnya, dikutip dari Tribun News, Jumat.

(Sumber: Kompas.com/Vitorio Mantalean, Adhyasta Dirgantara, Tatang Guritno | Editor: Dani Prabowo, Icha Rastika, Krisiandi)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi