Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Astronom Deteksi Adanya Planet yang Ditutupi Lautan Berisi Air Mendidih

Baca di App
Lihat Foto
iStockphoto/Dougall_Photography
Ilustrasi laut.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Para ilmuwan dari Universitas Cambridge, Inggris telah mengamati sebuah planet yang jauh dari Bumi yang kemungkinan besar diselimuti oleh lautan.

Pengamatan tersebut dilakukan dengan menggunakan teleskop antariksa James Webb (JWST) milik NASA.

Melalui pengamatan tersebut, para ilmuwan mengungkap adanya uap air dan tanda-tanda kimia metana dan karbon dioksida di atmosfer planet TOI-270, dikutip dari News18, Jumat (8/3/2024).

Planet TOI-270 ini berukuran dua kali radius Bumi dan berjarak sekitar 70 tahun cahaya. 

Para peneliti mengatakan, komposisi kimia Planet TOI-270 ini konsisten dengan dunia air di mana lautan membentang di seluruh permukaan dan atmosfer yang kaya hidrogen.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Suhu lautan bisa mencapai 100 derajat Celsius atau lebih. Pada tekanan atmosfer yang tinggi, lautan sepanas ini masih bisa berbentuk cair, tapi tidak jelas apakah bisa dihuni," kata Profesor Nikku Madhusudhan yang memimpin analisis tersebut, dilansir dari The Guardian, Jumat (8/3/2024).

Baca juga: Satelit NASA Memotret Fenomena Awan Berlubang di Langit Meksiko, Fenomena Apa Itu?

Dibantah oleh tim peneliti Kanada 

Kendati demikian, pengamatan yang didukung oleh makalah yang diterbitkan di jurnal Astronomy and Astrophysics Letters itu dibantah oleh tim Kanada yang melakukan pengamatan tambahan pada exoplanet yang sama, yang dikenal sebagai TOI-270 d.

Mereka mendeteksi bahan kimia atmosfer yang sama, akan tetapi berpendapat bahwa planet ini terlalu panas untuk air dalam bentuk cair, karena kemungkinan memiliki suhu 4.000 derajat Celsius.

Sebagai gantinya, bisa saja planet ini memiliki permukaan berbatu yang ditutupi oleh atmosfer yang sangat padat hidrogen dan uap air.

Meski demikian, pengamatan terbaru ini menunjukkan wawasan menakjubkan yang diberikan James Webb tentang sifat planet-planet di luar tata surya kita.

Teleskop ini menangkap cahaya bintang yang telah disaring melalui atmosfer planet-planet yang mengorbit untuk memberikan rincian detil dari elemen-elemen kimia yang ada.

Dari sini, para astronom bisa membuat gambaran kondisi di permukaan planet dan memperkirakan kemungkinan kehidupan bisa bertahan di sana.

Baca juga: Gambar Satelit NASA Memperlihatkan Kota di Pantai Timur AS Makin Tenggelam, Salah Satunya New York

Bukti keberadaan laut didasarkan tidak adanya amonia

Bukti keberadaan lautan di TOI-270 d didasarkan pada ketiadaan amonia yang menurut ilmu kimia dasar seharusnya terbentuk secara alami di atmosfer yang kaya akan hidrogen.

Amonia sangat mudah larut dalam air sehingga akan habis di atmosfer jika ada lautan di bawahnya.

"Salah satu interpretasi adalah bahwa ini adalah dunia yang berupa 'lautan', yaitu lautan air di bawah atmosfer yang kaya hidrogen," kata Madhusudhan.

Ia mengatakan bahwa kondisi di planet itu sangat berbeda dengan Bumi.

TOI-270 d terkunci secara vertikal, yang berarti satu sisi secara permanen menghadap ke bintangnya, sementara sisi lainnya bermandikan kegelapan abadi dan menciptakan kontras temperatur yang ekstrem.

"Lautan akan menjadi sangat panas pada siang hari. Sedangkan sisi malam hari berpotensi menjadi tempat yang layak huni," kata Madhusudhan.

Namun, akan ada atmosfer yang sangat keras dengan tekanan puluhan atau ratusan kali lipat dari tekanan di permukaan Bumi dan uap yang bergulung-gulung di lautan.

Perairan kemungkinan akan mencapai kedalaman puluhan hingga ratusan kilometer, dengan dasar laut es bertekanan tinggi dan di bawahnya terdapat inti berbatu.

Baca juga: NASA Cari Orang yang Mau Jalani Simulasi Hidup di Mars, Terisolasi Setahun Penuh

Profesor Bjorn Benneke dari University of Montreal, Kanada telah melakukan pengamatan tambahan terhadap planet ini dan mempertanyakan hipotesis "dunia lautan".

"Suhu dalam pandangan kami terlalu panas untuk air menjadi cair," katanya, seraya menambahkan bahwa atmosfer tampaknya mengandung uap air dalam jumlah yang cukup besar.

Benneke memperkirakan, di permukaan, suhu bisa mencapai 4.000 derajat Celsius dengan air yang ada dalam kondisi superkritis, di mana perbedaan antara cairan dan gas menjadi kabur.

"Ini hampir seperti cairan panas yang kental," katanya.

Kedua tim mendeteksi karbon disulfida, yang terkait dengan proses biologis di Bumi, namun juga bisa diproduksi oleh sumber lain.

Namun, tidak ada tanda-tanda molekul biosignature lainnya, dimetil sulfida (DMS).

"Kita tidak bisa mengaitkan (karbon disulfida) dengan aktivitas biologis," kata Madhusudhan.

"Dalam atmosfer yang kaya hidrogen, relatif mudah untuk membuatnya. Tapi jika kita bisa mengukur molekul unik ini, maka kita akan bisa mengukur planet laik huni di masa depan," tambahnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi