Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Supersemar: Latar Belakang Sejarah dan Kontroversi yang Tak Pernah Berakhir

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo
Kelahiran dan Polemik Supersemar
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Hari ini 58 tahun lalu, Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) diterbitkan pada 11 Maret 1966.

Supersemar disebut-sebut sebagai tonggak sejarah peralihan Orde Lama yang dipimpin Presiden Ir Soekarno ke Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.

Diketahui, Supersemar berisi penyerahan mandat kekuasaan Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto.

Namun, hingga kini Supersemar masih menuai polemik lantaran naskah aslinya tak pernah ditemukan.

Baca juga: Peristiwa G30S/PKI: Sejarah, Kronologi, dan Tokohnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Latar belakang Supersemar

Sejarah lahirnya Supersemar tak lepas dari peristiwa Gerakan 30 September atau G30S/PKI yang terjadi pada 1965.

PKI dituding menjadi dalang di balik tragedi G30S/PKI yang menewaskan enam jenderal dan satu perwira, serta memicu amarah dari para pemuda antikomunis.

Dikutip dari Kompas.id (11/3/2021), tuduhan itu membuat Presiden Soekarno mengangkat Mayor Jenderal Soeharto menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat pada 14 Oktober 1965 untuk mengamankan jalannya pemerintahan dari gerakan kontra revolusioner.

Sepanjang Oktober-Desember 1965, gejolak muncul di Jakarta dan sejumlah daerah yang menginginkan Partai Komunis Indonesia (PKI) segera dibubarkan.

Namun, tudingan terhadap PKI tidak membuat Presiden Soekarno segera membubarkannya, karena ia masih meyakini bahwa partai partai berlambang palu dan sabit itu tidak terlibat pada G30S/PKI.

Presiden Soekarno justru mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga-harga yang berdampak pada menguatnya gelombang kekecewaan masyarakat hingga puncaknya pada awal 1966.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI Ditemukan di Lubang Buaya

Munculnya Tritura

Dilansir dari Kompas.com (11/3/2022), inflasi yang mencapai 600 persen pada awal 1966 memicu anggapan bahwa Bung Karno mengabaikan rakyat.

Karenanya, terjadi aksi demonstrasi yang dikoordinasi oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan mendapatkan restu aparat militer.

Aksi unjuk rasa itu semakin kencang dengan terbentuknya Front Pancasila yang terdiri dari kesatuan-kesatuan aksi, seperti KAMI, KAPPI, KABI, KAWI, dan KAGI.

Pada 12 Januari 1966, Front Pancasila berunjuk rasa di halaman gedung DPR-GR dengan menuntut tiga hal atau disebut sebagai Tritura.

Isi Tritura adalah:

  1. Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI)
  2. Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S
  3. Penurunan harga.

Puncaknya, pada 11 Maret 1966, demonstrasi mahasiswa besar-besaran kembali terjadi di depan Istana Negara.

Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto pun meminta agar Soekarno memberikan surat perintah kepadanya untuk mengatasi konflik itu.

Permintaan Soeharto itu dititipkan kepada tiga jenderal Angkatan Darat bernama Brigjen Amir Machmud (Panglima Kodam Jaya), Brigjen M Yusuf (Menteri Perindustrian Dasar), dan Mayjen Basuki Rachmat (Menteri Veteran dan Demobilisasi) yang akan menemui Soekarno di Istana Bogor pada 11 Maret 1966 sore.

Namun, permintaan Soeharto tersebut dianggap biasa oleh Soekarno, sehingga ia menandatangani surat perintah untuk mengatasi keadaan.

Baca juga: Soekarno dan Gerakan Hidup Baru di Era Post Truth

Supersemar disalahartikan

Banyak kalangan yang meragukan adanya pemberian Supersemar. Apalagi, naskah asli mandat tersebut tidak pernah ditemukan hingga saat ini.

Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan, Supersemar menjadi salah satu bagian dari rangkaian peristiwa panjang untuk melemahkan kekuasaan Soekarno.

Setelah Supersemar dibuat oleh Soekarno, Soeharto menggunakannya dengan serta-merta untuk melakukan aksi beruntun sepanjang Maret 1966.

Saat itu Soeharto segera membubarkan PKI, menangkap 15 menteri pendukung Soekarno, memulangkan anggota Tjakrabirawa, dan mengontrol media massa di bawah Puspen AD.

Bagi Soekarno, surat tersebut adalah perintah pengendalian keamanan, termasuk keamanan dirinya selaku presiden dan keluarganya.

Soekarno pun pernah menekankan, surat itu bukanlah transfer of authority atau peralihan kekuasaan.

Namun, Amir Machmud, jenderal yang membawa surat perintah dari Bogor ke Jakarta kepada Soeharto pada 11 Maret 1966, langsung berkesimpulan bahwa itu adalah pengalihan kekuasaan.

Baca juga: Sejarah G30S/PKI dan Teka-teki Keberadaan Soeharto

Lihat Foto
WIKIMEDIA COMMONS
Amir Machmud, jenderal Indonesia yang menjadi saksi penandatanganan Supersemar.
Peralihan kekuasaan Soekarno ke Soeharto

Posisi Soekarno semakin tersudut setelah pidato pertanggungjawabannya tentang situasi Indonesia sepanjang tahun 1965/1966 tidak diterima dalam Sidang Umum MPRS 22 Juni 1966.

Sebagian golongan berpendapat, Soekarno tidak mampu untuk menunaikan tugas-tugasnya berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan ketetapan-ketetapan MPRS.

Atas dasar itu, sejak 5 Juli 1966, MPRS mencabut Ketetapan MPRS Nomor III tahun 1963 yang mengangkat Bung Karno sebagai presiden seumur hidup.

Kemudian, Sidang Umum MPRS mengangkat pemegang Surat Perintah Sebelas Maret, yakni Soeharto sebagai pejabat presiden sampai terbentuknya MPR hasil pemilihan umum.

MPRS juga menetapkan PKI sebagai organisasi terlarang dan ajaran mengenai komunisme/marxisme/leninisme dianggap tabu melalui Ketetapan Nomor XXV tahun 1966.

Baca juga: Cita-cita Kemerdekaan Bangsa dan Strategi Trisakti Soekarno

3 versi naskah Supersemar

Dikutip dari Kompas.com (11/3/2022), saat ini ada tiga versi Supersemar yang tidak otentik disimpan Lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), yakni versi Sekretariat Negara, TNI AD, dan Yayasan Akademi Bangsa.

Berikut 3 versi naskah Supersemar:

Supersemar versi Sekretariat Negara
  • Jumlah halaman dua lembar
  • Berkop burung Garuda
  • Diketik rapi
  • Tertera tanda tangan beserta nama "Sukarno"

Supersemar versi TNI AD

  • Berjumlah satu halaman
  • Berkop burung Garuda
  • Ketikan tidak rapi
  • Menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku saat ini
  • Tertera tanda tangan atas nama "Soekarno"

Supersemar versi Yayasan Akademi Bangsa

  • Berjumlah satu halaman
  • Sebagian surat robek
  • Kop surat tidak jelas
  • Hanya berupa salinan
  • Tanda tangan Soekarno berbeda dengan versi Sekretariat Negara dan TNI AD

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Soeharto Ditetapkan Terdakwa Dugaan Korupsi

Isi Supersemar

Terdapat tiga poin isi Supersemar, yaitu:

  1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
  2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
  3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Baca juga: Hari-hari Lengsernya Soeharto Setelah 32 Tahun Menjabat Presiden

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi