Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ciri Air Kencing Ini Bisa Jadi Tanda Gangguan Ginjal, Kenali Risikonya

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/Guschenkova
Ilustrasi air kencing, air seni, urine. Ciri air kencing tanda gangguan ginjal.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Ginjal merupakan bagian dari saluran kemih yang berfungsi menyaring racun dari darah, serta membuangnya bersama air dalam bentuk urine atau air kencing.

Oleh karena itu, indikasi gangguan ginjal dapat dilihat dari penampakan urine yang dikeluarkan oleh tubuh.

Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Ginjal Hipertensi dari Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, Ni Made Hustrini mengatakan, kondisi ginjal dapat ditilik dari volume dan warna air kencing.

Namun, volume air kencing yang terlalu banyak atau terlalu sedikit tidak selalu menjadi patokan adanya gangguan ginjal.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Berapa banyak jumlah kencing yang normal sangat tergantung aktivitas, cuaca, dan sebagainya," ujarnya dalam diskusi daring bertajuk Deteksi Dini Gangguan Ginjal pada Dewasa: Kenali dan Cegah, Selasa (12/3/2024).

Baca juga: 10 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronis yang Perlu Diwaspadai


Ciri air kencing tanda gangguan ginjal

Made mengatakan, masyarakat di negara tropis akan menghasilkan penguapan air yang cukup banyak melalui kulit (keringat), sehingga volume air kencing bisa relatif lebih sedikit.

Belum lagi jika diiringi aktivitas berat, olahraga, atau kurang minum, maka air kencing yang keluar dari tubuh pun menjadi lebih sedikit.

"Tapi normalnya ginjal bisa menghasilkan 1,5 sampai 2,5 liter air kencing setiap hari," kata dia.

Sementara itu, air kencing normal yang menandakan ginjal sehat umumnya berwarna jernih atau tidak terlalu pekat.

Sebaliknya, air kencing dengan warna sedikit pekat, seperti teh, mengindikasikan dehidrasi atau kekurangan cairan dalam tubuh.

Semakin gelap warna air kencing, semakin kurang pula air minum yang seharusnya masuk ke dalam tubuh.

"Kita bisa melihat sendiri apakah tubuh kita terhidrasi dengan cukup atau tidak (melalui warna urine)," tutur Made.

Bukan hanya dehidrasi, warna urine pekat, terutama jika mirip cola, juga dapat menjadi tanda adanya gangguan pada ginjal.

Gangguan ginjal dapat berimbas pada fungsinya dalam menyaring darah, sehingga darah berpotensi ikut lolos dan keluar bersama urine.

Hal tersebut pun berdampak pada kondisi urine lebih pekat, mirip cairan yang tercampur dengan darah dan zat-zat lainnya.

Baca juga: 5 Sayuran Penurun Kreatinin, Konsumsi untuk Cegah Masalah Ginjal

Perlu pemeriksaan kreatinin

Kendati demikian, menurut Made, ada atau tidaknya masalah ginjal perlu diperiksa melalui pemeriksaan laboratorium.

"Kalau misal mau melihat dengan yakin apakah fungsi ginjal kita normal atau tidak, mau tidak mau harus diperiksa darahnya di lab," tutur Made.

Made menjelaskan, masyarakat akan menjalani pemeriksaan kreatinin, zat racun hasil metabolisme protein otot yang dapat menggambarkan fungsi ginjal.

Hasil pemeriksaan kreatinin kemudian dimasukkan dalam formula khusus untuk menghitung perkiraan persentase fungsi ginjalnya.

Nantinya, fungsi ginjal akan dituangkan dalam bentuk Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus (EFLG) atau Estimated Glomerular Filtration Rate.

"Normalnya, dewasa muda itu 100-120 persen fungsi ginjalnya. Di atas 45 tahun akan turun sekitar 1 persen per tahun," papar dia.

"Jadi tidak bakal bisa 100 persen terus, akan menurun sesuai dengan usia. Tapi kalau penurunannya tidak sesuai usia, maka harus dipertanyakan," lanjut Made.

Baca juga: Tinggi Oksalat, Ini Daftar Buah Pantangan bagi Penderita Batu Ginjal

Faktor risiko gangguan ginjal

Di sisi lain, Made menyebut, sejumlah kondisi dapat menjadi faktor risiko terjadinya gangguan ginjal.

Beberapa faktor risiko masalah kesehatan pada organ ini, meliputi:

1. Keturunan

Made menjelaskan, orang dengan keluarga yang memiliki riwayat gangguan ginjal akan lebih mudah terkena masalah yang sama.

"Sekitar 16 persen pasien keluarganya menderita penyakit ginjal, termasuk kakek dan paman. Karena penyakit ginjal ada yang diturunkan secara genetik, misalnya batu ginjal," ujarnya.

2. Diabetes dan hipertensi

Diabetes dan hipertensi atau tekanan darah tinggi erat dikaitkan dengan gangguan pada ginjal.

Menurut Made, diabetes dapat menyebabkan hiperfiltrasi pada ginjal serta kerusakan ginjal dalam jangka panjang.

Demikian pula hipertensi, yang rawan terkena gangguan ginjal terutama jika jarang mengonsumsi obat dari dokter.

"Orang-orang dengan diabetes, hipertensi, dan keluarga penyakit ginjal perlu memeriksakan kondisi ginjalnya," tutur Made.

Baca juga: Bisa Picu Batu Ginjal, Ini Efek Konsumsi Kunyit yang Perlu Diwaspadai

3. Obesitas

Made mengungkapkan, obesitas atau kegemukan juga menjadi salah satu faktor risiko penyakit ginjal.

Di satu sisi, kegemukan dapat memicu diabetes, faktor risiko lain dari gangguan pada organ ginjal.

Namun, di sisi lain, terlalu banyak sel lemak dalam tubuh pun dapat menyebabkan kerusakan langsung pada ginjal.

4. Autoimun

Seseorang dengan kondisi autoimun, seperti penyakit lupus, lebih berisiko terkena gangguan ginjal daripada orang tanpa penyakit autoimun.

"Misalnya lupus atau mungkin keluarganya menderita lupus itu bisa menjadi faktor risiko gangguan ginjal," ungkap Made.

5. Sering minum obat dan vitamin

Faktor risiko gangguan ginjal selanjutnya, yakni sering mengonsumsi obat bebas dan suplemen vitamin.

"Hati-hati kalau obatnya termasuk dalam golongan nyeri atau NSAID, dia bisa mengganggu fungsi ginjal apalagi pemakaian dosis besar dan jangka panjang," kata Made.

Oleh karenanya, menurut Made, orang tanpa gangguan ginjal yang mengonsumsi obat bebas harus memperhatikan petunjuk pemakaian.

Sementara itu, jika sudah memiliki masalah ginjal, maka perlu berkonsultasi dengan dokter agar mendapat dosis yang sesuai.

"Obat-obatan umumnya semua dibuang ke ginjal, sehingga jika sudah ada gangguan ginjal kita harus memperhatikan apakah dosisnya dikurangi," ujar Made.

Ketentuan tersebut juga berlaku untuk suplemen kesehatan atau vitamin, yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan orang sehat.

"Tidak semua vitamin harus dipenuhi dengan suplemen. Dari makan juga sebenarnya cukup, kebutuhan tubuh kita tidak terlalu tinggi," kata Made.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi