KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie mengungkapkan, pihaknya mengusulkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi pemimpin koalisi partai politik (parpol).
Menurutnya, Jokowi semestinya menjadi sosok yang berada di atas semua partai politik, karena dinilai dapat memimpin koalisi dengan kesamaan visi menuju Indonesia emas.
"Saya pikir ide bagus juga, Pak Jokowi mungkin bisa jadi ketua dari koalisi partai-partai, semacam barisan nasional, partai-partai mau melanjutkan atau punya visi yang sama menuju Indonesia emas," kata Grace, diberitakan Kompas.com, Senin (11/3/2024).
Dia memandang Jokowi pantas menjadi ketua koalisi parpol karena mampu menyatukan dan menjembatani kepentingan parpol.
Baca juga: Berpeluang Tak Lolos Parlemen, Minimnya Figur Kunci Dinilai Jadi Penghambat Jokowi Effect di PSI
Manuver PSI untuk meraih daya tawar partai
Menanggapi usulan itu, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro (Undip) Wijayanto meyakini, PSI memiliki tujuan tertentu di balik usulan menjadikan Jokowi sebagai ketua koalisi.
Menurutnya, PSI saat ini baru partai kecil yang belum mendapatkan suara cukup untuk masuk ke dalam pemerintahan. Dengan usulan ini, PSI mungkin berharap dapat memberikan pengaruhnya.
"Ini adalah manuver PSI untuk punya peran supaya dia bargain-nya lebih besar. Mereka pengen punya pengaruh (dalam koalisi)," ungkapnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/3/2024).
Bahkan, Wijayanto menilai PSI percaya diri dengan usulan itu, karena mengaku sebagai partai pendukung Jokowi yang dipimpin oleh Kaesang Pangarep.
Tanpa usulan, ia menyebutkan bahwa Jokowi sebenarnya kini telah memimpin Koalisi Indonesia Maju meski tidak resmi menjadi ketua koalisi.
Baca juga: Merunut Awal Mula Suara PSI yang Tiba-tiba Naik Drastis...
Pasalnya, Jokowi aktif menunjukkan dukungan terhadap capres-cawapres yang diusung koalisi tersebut. Dukungan itu bahkan diakui Prabowo Subianto dalam salah satu pidatonya.
"Secara ril politik hari ini, Presiden Jokowi memang sudah di atasnya Koalisi Indonesia Maju. Partai-partai itu siapa pemimpinnya? Presiden Jokowi," ujar Wijayanto.
Dia menambahkan, Jokowi selama ini juga menjadi tokoh di balik manuver-manuver politik yang dijalankan untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo-Gibran selama proses Pemilu 2024.
Misalnya, revisi perubahan aturan batas usia cawapres oleh Mahkamah Konstitusi dan pelaksanaan program bantuan sosial (bansos) yang dibuat oleh pejabat negara di bawah kepemimpinannya.
"Secara de facto, Jokowi sudah memimpin koalisi ini meskipun tidak secara de jure. De facto itu stabil politik, de jure itu itu legal formal," tegasnya.
Baca juga: Pengangkatan Kaesang Jadi Ketum PSI, Jokowi Efek, dan Kelayakannya
Pengaruh Jokowi berpotensi turun
Wijayanto mengatakan, usulan Jokowi menjadi ketua koalisi dalam pemerintahan berikutnya bukan hal yang umum terjadi.
"Sistem ini tidak dikenal dalam tata kelola negara kita. Biasanya ketua koalisi parpol adalah orang yang berkuasa (dalam pemerintah)," tambah dia.
Jokowi, lanjutnya, saat ini punya kekuasaan terhadap partai karena masih menjadi presiden. Jika sudah lengser dari pemerintahan, kuasanya berpotensi berhenti.
Pasalnya, mantan Wali Kota Solo itu bukan merupakan ketua partai dalam pemerintahan.
Karena kondisi itu, dia menganggap bahwa Prabowo kemungkinan tidak mau diatur oleh Jokowi yang sudah tidak memiliki kekuasaan lagi.
"Pengaruhnya ditentukan oleh Jokowi punya kekuasaan. Kalau dia tidak punya partai, pengaruhnya kecil. Kalau Jokowi mengambil alih partai tertentu sebagai ketua, dia lebih kuat," imbuh Wijayanto.
Baca juga: Perbedaan Suara PSI Berdasarkan Real Count KPU dan Quick Count, Suara Melebihi Litbang Kompas
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.