Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulau Jawa Disebut Hilang Tertutup Awan karena Siklon, Sampai Kapan?

Baca di App
Lihat Foto
X/@SmgMenfess2
Tangkapan layar unggahan X soal Pulau Jawa hilang tertutup awan karena adanya siklon
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Penampakan Pulau Jawa yang hilang tertutup awan dari pantauan satelit ramai menjadi perbincangan di media sosial.

Foto kondisi Pulau Jawa tersebut diunggah di media sosial X (dulu Twitter) oleh akun @SmgMenfess2, Rabu (13/3/2024) malam.

Pengunggah mengatakan, Pulau Jawa tampak hilang karena adanya siklon besar di sebelah selatannya.

"Pantauan satelit, pulau Jawa hilang Ndes! Itu siklon gedhe banget di plg bawah. Siklon itu sifatnya itu menarik angin & awan sehingga hujannya bisa awet dan angin kencang," tulisnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, benarkah Pulau Jawa hilang tertutup awan karena adanya siklon?

Baca juga: BMKG: Daftar Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 14-15 Maret 2024


Awan hujan menutup Pulau Jawa karena bibit siklon

Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengatakan, yang menutupi Pulau Jawa adalah awan hujan.

Menurutnya, kehadiran awan tersebut juga menyebabkan hujan intensitas sedang hingga tinggi di sejumlah wilayah di Jawa belakangan ini.

"Betul, sebagian besar adalah awan hujan," ujar Guswanto, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/3/2024).

Sementara itu pihaknya juga menjelaskan, yang menutup bagian bawah atau selatan Pulau Jawa merupakan penampakan bibit siklon tropis.

Dilansir dari laman BMKG, bibit siklon tropis adalah cikal bakal siklon, meski tidak semua bibit akan berpotensi menjadi siklon.

Siklon tropis sendiri merupakan badai dengan kekuatan besar, yang terbentuk di atas lautan luas dengan suhu permukaan hangat, lebih dari 26,5 derajat Celsius.

Guswanto menjelaskan, banyaknya awan hujan di atas Jawa memang dipengaruhi oleh kehadiran bibit siklon tropis.

Pasalnya, bibit siklon tropis cenderung menarik awan hujan untuk mendekat ke arahnya.

"Distribusi awan hujan berkumpul mendekati atau tertarik ke arah lokasi bibit siklon tropis," paparnya.

Baca juga: Muncul 2 Bibit Siklon Tropis di Sekitar Indonesia, Apa Dampaknya?

Bibit siklon tropis di Indonesia

Berdasarkan pemantauan BMKG pada Selasa (12/3/2024), terdapat dua bibit siklon tropis yang tumbuh di wilayah Indonesia, yakni Bibit Siklon Tropis 91S dan Bibit Siklon Tropis 93P.

Saat itu, Bibit Siklon Tropis 93P terpantau di Teluk Carpentaria selatan Papua dengan gerakan ke arah timur dan tenggara.

Menurut Guswanto, potensi Bibit Siklon Tropis 93P untuk tumbuh menjadi siklon cenderung pada kategori rendah.

Di sisi lain, Bibit Siklon Tropis 91S saat itu terpantau di Samudra Hindia bagian tenggara dan barat daya Banten, bergerak ke arah tenggara menjauhi wilayah Indonesia.

Berbeda, potensi Bibit Siklon Tropis 91S untuk tumbuh menjadi siklon ada di kategori sedang hingga tinggi.

Guswanto memaparkan, bibit siklon tersebut pun masih terpantau berada di wilayah Indonesia.

"Masih terpantau, namun posisi sudah bergeser ke arah timur," kata Guswanto.

Baca juga: BMKG Deteksi Bibit Siklon Tropis 91S Saat Musim Pancaroba, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

Hujan lebat masih berpotensi hingga April 2024

Per Kamis (14/3/2024), Bibit Siklon Tropis 91S terpantau di Samudra Hindia bagian tenggara selatan Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Sistem ini membentuk daerah konvergensi dan menginduksi daerah peningkatan kecepatan angin lebih dari 25 knot di Samudra Hindia selatan Jawa-NTB," terang Guswanto.

Ada pula Bibit Siklon Tropis 94S di Teluk Carpentaria, yang membentuk daerah konvergensi memanjang di Australia bagian utara.

Sistem tersebut menginduksi daerah peningkatan kecepatan angin lebih dari 25 knot dari Laut Banda dan Laut Timor hingga Australia bagian utara, Samudra Hindia selatan Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga Australia bagian utara.

Guswanto mengatakan, bibit siklon tropis memberikan dampak secara tidak langsung terhadap hujan lebat hingga ekstrem di Indonesia.

Dia pun menambahkan, kondisi cuaca ekstrem masih akan mengintai Tanah Air hingga bulan depan.

"Cuaca ekstrem hujan lebat hingga ekstrem akan berakhir hingga akhir Maret-April senada dengan berakhirnya musim hujan menuju musim kemarau di awal bulan Mei 2024," jelasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi