Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Kawasan Jabodetabekjur, Tugas Baru untuk Wapres Melalui Dewan Aglomerasi

Baca di App
Lihat Foto
UNSPLASH/FUAD NAJIB
Ilustrasi DKI Jakarta. Pemerintah berencana membuat kawasan aglomerasi Jabodetabekjur.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Pemerintah mengungkapkan wacana pembentukan kawasan aglomerasi Jabodetabekjur usai Jakarta tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara Indonesia.

Rencana perluasan kawasan aglomerasi tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Ibu Jakarta (RUU DKJ).

RUU DKJ menyebutkan, kawasan aglomerasi akan mencakup wilayah Jakarta, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, dan Kabupaten Cianjur.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi mengatakan, wilayah yang akan masuk ke kawasan aglomerasi memiliki aspek jarak, kebutuhan, serta kontribusi terhadap Kota Jakarta.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ada peluang itu. Semuanya, hitung-hitungannya ada dari pemerintah, baik dari aspek jarak dan kontribusi terhadap Jakarta," ucap pria yang disapa Awiek itu, dikutip dari Kompas.com, Jumat (15/3/2024).

Namun, dia menegaskan, wilayah yang akan masuk ke kawasan aglomerasi akan diputuskan oleh pemerintah.

Baca juga: Jakarta Resmi Kehilangan Status Daerah Khusus Ibu Kota sejak 15 Februari, Ini Alasannya


Diklaim mempermudah mengatasi masalah

Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, aglomerasi bertujuan mempermudah pemerintah mengatasi beragam masalah perkotaan.

"Banyak masalah-masalah bersama seperti masalah banjir, transportasi, sampah, polusi dan segala macam, sehingga memerlukan adanya koordinasi, sinkronisasi, harmonisasi untuk perencanaan pembangunannya," kata Tito, dilansir dari Antara, Jumat.

Menurut Tito, Jakarta sudah tidak memiliki batas alam wilayah dengan kawasan penyangga lainnya.

Hal tersebut menyebabkan beberapa permasalahan di Jakarta saling berkesinambungan dengan kondisi wilayah sekitar, seperti banjir, penumpukan sampah, dan macet.

Oleh karenanya, dia menilai butuh kerja sama dan kolaborasi antarpemerintah kota untuk menyelesaikan permasalahan itu dari hulu ke hilir.

Dia pun mencontohkan, kondisi tersebut mirip dengan di Papua yang menggunakan kebijakan otonomi khusus dari pemerintah pusat untuk pemerataan pembangunan.

"Kita mengambil templat di Papua, di Papua juga sama perlu ada harmonisasi antarkabupaten/ kota dan provinsi dengan pemerintah pusat untuk mempercepat pembangunan papua," ujarnya.

Baca juga: Ibu Kota Indonesia Masih Jakarta, Kapan Resmi Pindah ke IKN Nusantara?

Pembentukan Dewan Aglomerasi dipimpin wapres

Lihat Foto
KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Diberitakan Kompas.com, Rabu (13/3/2024), seiring perluasan wilayah aglomerasi, pemerintah akan membentuk Dewan Kawasan Aglomerasi atau Dewan Aglomerasi.

Merujuk draf RUU DKJ, pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi bertugas mengoordinasikan penataan ruang kawasan strategis nasional pada kawasan aglomerasi dan dokumen rencana induk pembangunan kawasan aglomerasi.

Dewan ini juga bertugas mengoordinasikan, monitoring, serta evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan dalam rencana induk oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

Pasal 55 Ayat (3) RUU DKJ menyebutkan, Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh wakil presiden.

Tito mengatakan, pihaknya mengusulkan wakil presiden (wapres) untuk memimpin Dewan Aglomerasi karena akan menangani permasalahan kompleks yang sifatnya lintas menteri koordinator (menko).

"Kalau bicara menyelesaikan persoalan yang kompleks lintas menko, yaitu presiden dan wakil presiden, kita melihat saat itu bahwa presiden memiliki tanggung jawab nasional, pekerjaannya sangat luas sekali, maka perlu lebih spesifik ditangani oleh wapres," kata Tito.

Baca juga: Mendagri Ingin Jakarta seperti New York dan Melbourne Usai Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Wapres tidak ambil alih tugas pemda

Kewenangan untuk memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi pun disebutnya tidak akan mengambil alih tugas kepala daerah aglomerasi.

"Tidak, (wapres) enggak punya kewenangan. Tidak bisa mengambil alih kewenangan," ungkapnya.

Tito pun mengingatkan, wapres dalam mengoordinasikan kawasan aglomerasi tidak berdiri sendiri dan memiliki kewenangan eksekutor.

"Tapi bertanggung jawab kepada presiden apa pun juga, bahkan presiden juga bisa mengambil alih," sambungnya.

Kewenangan wapres dalam Dewan Kawasan Aglomerasi tersebut dinilai akan menyerupai Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang dipimpin oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Kata Tito, dalam peran itu, Maruf Amin tidak memiliki wewenang untuk mengambil alih pemimpin pemerintahan daerah di wilayah tersebut.

"Jadi jangan sampai dipikirkan, berpikir bahwa adanya percepatan pembangunan Papua kemudian Bapak Wapres adalah pimpinan seluruh pemerintahan di Papua," tuturnya.

(Sumber: Kompas.com/Adinda Putri Kintamani Nugraha, Nicholas Ryan Aditya | Dani Prabowo)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi