Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riwayat KPK Kini, Eks Ketua, Kepala Rutan, dan Pegawainya Masif Lakukan Pemerasan

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Syakirun Ni'am
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga uang hasil pungutan liar (Pungli) atau memeras tahanan korupsi di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK mencapai Rp 6,3 miliar, Jumat (15/3/2024).
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Pungutan liar (pungli) yang masif terjadi di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi noda yang mencoreng nama lembaga antirasuah.

Pimpinan KPK bersama 15 tersangka pungli pun menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas dugaan tindak pidana korupsi di internal KPK.

"Kami pimpinan KPK menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, dilansir dari Kompas.com, Jumat (15/3/2024).

Ghufron memastikan, para pimpinan bertanggung jawab penuh dan zero tolerance atau tidak akan menoleransi pelanggaran.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pelanggaran ini telah mencederai nilai integritas yang selama ini dijunjung tinggi dan dipedomani oleh segenap insan KPK dalam pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi," lanjutnya.

Baca juga: Daftar Profesi Pelaku Korupsi per Januari 2024, Swasta dan PNS Mendominasi

Permintaan maaf serupa pernah diucapkan Ghufron saat Ketua KPK Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan terhadap Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Saya sebagai salah satu dari pimpinan turut bertanggung jawab dan karenanya meminta maaf kepada segenap bangsa indonesia atas peristiwa tersebut,” kata Ghufron kepada Kompas.com, Jumat (24/11/2023).

Ghufron kala itu menyebutkan, penetapan tersangka Firli akan menjadi pelajaran dan bahan evaluasi untuk internal KPK.

"Kami berkomitmen untuk melakukan pembenahan serta terbuka untuk menerima saran dari masyarakat demi perbaikan kedepan," tutur Ghufron.

Baca juga: Firli Tak Kunjung Ditahan meski Berstatus Tersangka sejak 3 Bulan Lalu, Kenapa Begitu?


Eks Ketua KPK terjerat pemerasan

Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap eks Mentan SYL pada 22 November 2023.

Dia dijerat dengan Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.

Usai jadi tersangka, Firli dinonaktifkan dari jabatannya sebagai ketua dan pimpinan KPK. Presiden Joko Widodo kemudian melantik Wakil Ketua Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK pada 27 November 2023.

Satu bulan kemudian, Firli pun meminta maaf dan memutuskan untuk mundur dari ketua dan pimpinan KPK.

"Saya mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia karena saya tidak mampu menyelesaikan dan juga tidak bisa menyelesaikan untuk perpanjangan," kata Firli, dikutip dari Kompas.com, Kamis (21/12/2023).

Kendati demikian, lebih dari tiga bulan ditetapkan sebagai tersangka kasus dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun penjara, kepolisian tak kunjung menahan Firli.

Baca juga: Sosok Hanan Supangkat, Saksi Kasus TPPU SYL yang Rumahnya Digeledah KPK

Puluhan pegawai terlibat pungli Rutan KPK

Belum kelar kasus Firli Bahuri, masyarakat dikejutkan dengan temuan pungli pegawai di lingkungan Rutan KPK.

Diberitakan Kompas.com, Selasa (27/2/2024), sebanyak 78 pegawai dinyatakan bersalah melakukan pungli dan menyampaikan permintaan maaf terbuka secara langsung.

Permintaan maaf ini merupakan eksekusi atasi putusan etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang menyidangkan 90 pegawai.

Sebanyak 78 orang di antaranya dinyatakan terbukti bersalah, sedangkan 12 lainnya diserahkan ke pihak Inspektorat.

Baca juga: Penjelasan Kemenkumham soal Video Terpidana Korupsi Mardani Maming Disebut Pelesiran Naik Pesawat

Dipimpin oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya H Harefa di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, tampak puluhan pegawai berbaris mengenakan kemeja putih dan celana hitam untuk meminta maaf.

"Saya selaku insan KPK, merasa prihatin dan berduka karena sebagai dari insan KPK dijatuhi hukuman etik sebagai akibat dari perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai KPK, yaitu integritas, sinergi, keadilan, profesionalisme, dan kepemimpinan," ucap Cahya.

Saat itu, selain mengeksekusi putusan etik, KPK turut menegakkan dugaan pelanggaran disiplin para pegawainya.

Sekjen KPK pun sudah membentuk tim pemeriksa yang berisi unsur Inspektorat, Biro Sumber Daya Manusia (SDM), dan Biro Umum, serta atasan pegawai yang disidang.

Di sisi lain, Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi juga tengah mengusut dugaan pidana dalam kasus pungli itu dengan lebih dari 10 orang tersangka.

Baca juga: 7 Fakta Pungli Pegawai Rutan KPK, Raup Rp 6 Miliar Disanksi Minta Maaf

Eks kepala rutan KPK jadi tersangka pemerasan

Kurang dari satu bulan kemudian, KPK menetapkan 15 orang pegawai dan eks pegawai di lingkungan Rutan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pungli.

KPK menduga, uang hasil pungli terhadap tahanan di Rutan KPK tersebut mencapai Rp 6,3 miliar dalam kurun waktu 2019-2023.

"Besaran jumlah uang yang diterima Hengki dan kawan-kawan sejumlah sekitar Rp 6,3 miliar,” kata Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu, dilansir dari Kompas.com, Jumat (15/3/2024).

Hengki merupakan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK pada 2018-2022 yang menjadi salah satu tersangka dalam kasus ini.

Sejumlah Kepala Rutan maupun eks Kepala Rutan turut menjadi tersangka, yakni Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK 2018 Deden Rochendi, dan Plt Kepala Cabang Rutan KPK 2021 Ristanta.

Baca juga: Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Stagnan, Apa Langkah KPK Selanjutnya?

Tersangka lainnnya adalah mereka yang bertugas dan pernah bertugas di Rutan KPK, yaitu Sopian Hadi, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, Heri Angga Permana, Muhammad Ridwan, Suharlan, Ramadhan Ibaidillah, dan Mahdi Aris.

KPK mengungkapkan, praktik pungli ini diprakarsai oleh Hengki yang berstatus pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Para tersangka menagih pungli kepada tahanan dengan iming-iming mendapatkan beragam fasilitas, seperti percepatan masa isolasi, layanan menggunakan ponsel dan powerbank, serta bocoran informasi soal inspeksi mendadak.

Dipatok kisaran Rp 300.000 sampai Rp 20 juta, pungli disetorkan secara tunai ke rekening bank penampung, serta dikendalikan oleh petugas Rutan yang ditunjuk sebagai "Lurah" dan koordinator di antara tahanan.

Uang yang terkumpul pun dibagi-bagikan ke Kepala Rutan dan petugas Rutan dengan nominal beragam.

KPK merinci Fauzi dan Ristanta selaku Kepala Rutan memperoleh Rp 10 juta dari hasil pemerasan tersebut.

Baca juga: Kemenhan Tunjuk Hotman Paris dalam Kasus Isu Korupsi Jet Tempur

Tahanan dibuat tak nyaman jika tak setor

Para mantan Kepala Keamanan dan Ketertiban mendapatkan jatah kisaran Rp 3-10 juta per bulan, sedangkan petugas Rutan menerima Rp 500.000 hingga Rp 1 juta setiap bulannya.

Asep menyebutkan, tahanan KPK yang tidak ikut menyetor uang akan dibuat tidak nyaman oleh para petugas.

"Di antaranya kamar tahanan dikunci dari luar, pelarangan dan pengurangan jatah olahraga dan mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak," tutur Asep.

Guna menghindari konflik psikologis, KPK memutuskan untuk menahan kelima belas tersangka pungli di Rutan Polda Metro Jaya.

Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur soal pemerasan.

KPK menggunakan pasal pemerasan ketimbang suap karena perbuatan para tersangka berbentuk paksaan agar para tahanan memberikan uang kepada mereka.

(Sumber: Kompas.com/Syakirun Ni'am, Ardito Ramadhan | Editor: Icha Rastika, Ihsanuddin, Akhdi Martin Pratama)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi