Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pinki, Dulu Menang Oscar, Kini Balik ke Jurang Kemiskinan

Baca di App
Lihat Foto
YouTube/Smile Train
Tangkapan layar sosok Pinki Sonkar dalam film dokumenter Smile Pink pada 2008. Film ini memenangkan kategori dokumenter terbaik di Oscar 2009.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Pinki Sonkar, seorang gadis yang lahir di Desa Rampur Dhabahi, Distrik Mirzapur, Uttar Pradesh, India, tak lagi memiliki sisa kekayaan, kecuali piala emas ikonik Oscar yang diraihnya pada 2009.

Sosok Pinki merupakan bintang Smile Pinki, sebuah film pada 2008 yang menggambarkan kisah Pinki dan Ghutaru, dua anak di pedesaan India yang menjalani operasi bibir sumbing.

Film dokumenter asal India tersebut memenangkan kategori dokumenter terbaik di Oscar 2009.

Bergulat dengan kemiskinan ekstrem, Pinki yang kini berusia 21 tahun merasa kisah hidupnya sebagai pemenang Oscar telah berakhir.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Melihat Program Makan Siang Gratis di India, Anggaran, Skema, dan Dampaknya


Dia pun menyebut hidupnya sebuah kisah penuh dengan janji-janji palsu, kemiskinan, kesulitan, dan ketenaran yang berumur pendek.

Diberitakan News18, saat penghargaan Oscar diumumkan pada Minggu (10/3/2024) lalu, Pinki mengenang kembali momen kejayaannya.

"Itu adalah momen terbaik dalam hidup saya. Itu seperti dongeng di kehidupan nyata. Naik pesawat, jalan-jalan ke Los Angeles, mengenakan pakaian mahal, menginap di hotel mewah, menikmati berbagai macam makanan yang ayahku dan aku bahkan tidak bisa bayangkan," ungkapnya.

Baca juga: Nita Ambani Kenakan Kalung Senilai Rp 950 Miliar Saat Pesta Pranikah Anaknya

Kenang kejayaan lewat tayangan Oscar

Menurut Pinki, pengalamannya saat itu bak dongeng Cinderella yang kerap menjadi pengantar tidur bagi anak-anak.

Meski tak lagi ambil bagian dalam Oscar, Pinki selalu menonton penghargaan Oscar setiap tahun untuk menghidupkan kembali momen menyenangkan yang pernah menghampirinya.

"Tapi tak lama kemudian, dongeng itu berakhir dan saya kembali ke kehidupan nyata saya, yang penuh dengan rasa sakit, trauma, dan kemiskinan," ujarnya.

Kini, 15 tahun berlalu, Pinki yang duduk di bangku Kelas 12 menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja di ladang sepulang sekolah.

Pinki menceritakan, dia sempat dianggap sebagai anak buangan karena terlahir dengan bibir sumbing.

Namun, sosoknya beruntung bisa ditemukan oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM), Smile Train India.

Seorang ahli bedah plastik yang berbasis di Varanasi, Subodh Kumar Singh, beserta salah satu rekannya pun melakukan operasi bibir sumbing gratis untuknya.

"LSM tersebut membebaskan saya dari trauma. Begitulah kisah saya diangkat oleh sutradara film dokumenter. Itu membuat saya terkenal di dunia," kata Pinki.

Baca juga: Gemerlap Pesta Prewedding Anak Orang Terkaya di India, Undang Rihanna dan Konglomerat Dunia

Tak satu pun janji pejabat dan politikus terwujud

Dilansir dari First Post, pembuat film dokumenter Amerika Megan Mylan, yang dikenal melalui karya bertajuk Simple as Water dan Lost Boys of Sudan, kemudian membuat film dokumenter tersebut pada 2008.

Dalam salah satu wawancaranya, Megan Mylan menceritakan, bekerja dengan Pinki yang saat itu baru berusia lima tahun adalah salah satu pengalaman paling menakjubkan dalam hidupnya.

"Saya ingat dia memeluk saya erat-erat setelah upacara penghargaan, mengatakan bahwa semua ini mungkin terjadi karena saya," kata Pinki, mengenang pertemuannya Mylan.

Sekembalinya ke desa usai menerima penghargaan, Pinki melihat orang-orang mengantre di luar rumahnya.

Pejabat pemerintah daerah bahkan menghadiahkan tanah, sedangkan para politisi memberikan janji besar, termasuk mengadopsi Pinki dan menjadikannya duta merek, membangun rumah sakit, jalan, hingga pusat komunitas di desa tersebut.

"Tetapi tidak ada yang terjadi. Tidak ada yang datang untuk mengadopsinya atau menjadikannya duta merek," kata Rejendra Kumar Sonkar, ayah Pinki.

Ayah Pinki adalah seorang petani yang memiliki rumah kecil tanpa pintu dengan dua kamar di Rampur Dhabahi.

Rumahnya bahkan tidak memiliki sambungan air, yang mengharuskan keluarga Pinki berjalan sekitar 300 meter ke sumur terdekat untuk mengambil air.

Baca juga: Ritual Penguburan Anak Gajah di India, Posisi Kaki di Atas dan Berkabung 40 Menit Sebelum Pergi

Yakin suatu hari akan membantu orang-orang sepertinya

Di sisi lain, keluarganya juga tidak bisa mendapatkan rumah dari program kesejahteraan sosial pemerintah Awas Yojana.

Pasalnya, baik nama sang ayah maupun paman Pinki tak terdaftar sebagai masyarakat miskin penerima manfaat, meski kondisi di lapangan menyatakan sebaliknya.

"Pinki telah membuat kita semua bangga, dia mewakili Rampur Dhabahi di tingkat internasional. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk mendaftarkan ayah dan paman Pinki," kata Kepala Desa Rampur Dhabahi, Kunj Bihari Singh.

Namun, Pinki mengakui dukungan dari Mamta Carroll, Wakil Presiden dan Direktur Regional untuk Asia, Smile Train India, yang telah membantu studinya selama ini.

Saat berada di Kelas 12, Pinki mengaku tidak tahu apakah akan mampu melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi.

Kendati demikian, dia meyakini akan mampu mengatasi kemiskinan dan membantu orang-orang yang kurang beruntung sepertinya suatu hari nanti.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi