Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Tragedi Thalidomide, Bencana Medis Terbesar yang Korbankan Puluhan Ribu Bayi

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia/Otis Historical Archives National Museum of Health and Medicine
Bayi yang lahir dari ibu yang mengonsumsi thalidomide saat hamil
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Tragedi Thalidomide pada era 1950-an disebut sebagai bencana medis terbesar yang pernah terjadi akibat ulah manusia.

Kisah tragis ini dialami oleh lebih dari 10.000 bayi yang terlahir dengan kelainan fisik lantaran konsumsi obat thalidomide semasa kehamilan.

Dimulai di Jerman Barat pada 1950-an, para peneliti di perusahaan farmasi Chemie Grünenthal mulai mengembangkan obat bernama thalidomide.

Pada Juli 1956, otoritas medis Jerman Barat melisensikan obat tersebut untuk dijual tanpa resep.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilansir dari laman Medical News Today, thalidomide telah dikembangkan sebagai obat sedatif atau penenang.

Namun, orang-orang mengonsumsinya untuk berbagai kondisi, termasuk pneumonia, pilek, dan flu, serta guna meredakan mual di awal kehamilan.

Hanya dalam beberapa tahun, Chemie Grünenthal telah memberikan lisensi kepada 14 perusahaan farmasi untuk memasarkan thalidomide di 46 negara di seluruh dunia dengan sekitar 37 merek.

Baca juga: Mengapa Obat Sirup Sekarang Tercemar padahal Dulu Aman?


Klaim thalidomide aman dikonsumsi

Di Inggris, pada 1958, perusahaan Distillers Company mulai memasarkan thalidomide dengan nama Distaval sebagai obat pereda mual di pagi hari.

Meski tidak ada bukti dari penelitian pada manusia yang mendukung klaim, iklan perusahaan tersebut mengumumkan:

Berdasarkan uji toksisitas standar terhadap tikus, Chemie Grünenthal percaya thalidomide dalam dosis yang sangat tinggi pun tidak berbahaya bagi manusia.

Alexander Leslie Florence, seorang dokter umum di Turriff, Skotlandia menjadi profesional kesehatan pertama yang secara terbuka mempertanyakan klaim tersebut.

Melalui suratnya kepada BMJ pada1960, dia melaporkan empat pasiennya mengalami parestesia parah, yakni sensasi mati rasa atau terbakar yang mirip dengan kesemutan.

Gejala tersebut dilaporkan menyerang tangan dan kaki pasien saat mengonsumsi obat thalidomide.

Dikutip dari Science Museum, thalidomide dan dampaknya turut dipublikasikan dalam sebuah surat yang diterbitkan The Lancet oleh seorang dokter Australia, William McBride pada 1961.

William McBride melaporkan beberapa kelainan parah pada 1 dari 5 bayi yang dilahirkan oleh ibu pengguna thalidomide selama kehamilan.

William McBride sendiri merupakan seorang dokter kandungan Australia yang awalnya membantu mempopulerkan thalidomide sebagai obat pereda mual di pagi hari.

Baca juga: Fenomena Beranak dalam Kubur Disebut Bisa Terjadi, Ini Penjelasannya

Distribusi thalidomide dihentikan

Lima tahun beredar bebas, Chemie Grünenthal pun menghentikan distribusi nasional thalidomide pada 26 November 1961 usai penyelidikan di Jerman mengenai peningkatan kelainan bawaan dilakukan.

Distributor thalidomide di Inggris kemudian ikut menghentikan distribusi pada 2 Desember 1961.

Tahun berikutnya, pada 1962, thalidomide dilarang di sebagian besar negara tempat produk tersebut dijual.

Chemie Grünenthal baru diadili di Jerman pada 1968. Perusahaan farmasi ini menyelesaikan kasus di luar pengadilan dan memberikan kompensasi kepada para korban di negaranya.

Namun demikian, tidak ada seorang pun yang dinyatakan bersalah atas kejahatan yang berkaitan dengan produksi dan distribusi thalidomide.

Pada tahun yang sama, Distillers Company juga mencapai penyelesaian kompensasi terhadap keluarga korban yang hidup dengan gangguan thalidomide.

Kampanye yang dipublikasikan secara luas dengan surat kabar Sunday Times sebagai pemimpinnya pun membantu menjamin penyelesaian lebih lanjut bagi anak-anak yang lahir cacat karena thalidomide di Inggris.

Sayangnya, masih banyak orang yang hidup dengan gangguan thalidomide, dan keluarganya merasa belum menerima keadilan moral.

Baca juga: 8 Ikan yang Tidak Boleh Dimakan Ibu Hamil, Apa Saja?

Kelainan perkembangan janin

Komunitas medis masa kini menyadari thalidomide mengubah perkembangan embrio manusia jika dikonsumsi ibu hamil pada 20–37 hari setelah pembuahan.

Thalidomide menyebabkan berbagai kelainan perkembangan, salah satunya phocomelia yang mengacu pada hilang atau memendeknya anggota tubuh bayi.

Konsumsi obat tersebut dapat menyebabkan bentuk tangan dan kaki bayi berbeda atau belum sempurna saat dilahirkan.

Thalidomide juga memengaruhi perkembangan organ, termasuk otak, mata, serta sistem pendengaran.

Beberapa tahun setelah thalidomide dijual bebas, diperkirakan lebih dari 10.000 bayi di seluruh dunia terkena dampak obat ini.

Sekitar setengahnya meninggal dunia hanya beberapa bulan setelah dilahirkan, sedangkan bayi-bayi yang selamat hidup berdampingan dengan efek samping obat tersebut.

Thalidomide memaksa pemerintah dan otoritas medis untuk meninjau kembali kebijakan perizinan farmasi.

Akibat tragedi ini, terjadi perubahan pada produksi dan distribusi obat, termasuk cara obat dipasarkan, diuji, dan disetujui, baik di Inggris maupun di seluruh dunia.

Salah satu perubahan penting imbas kejadian ini adalah obat-obatan yang ditujukan bagi manusia tidak lagi disetujui hanya berdasarkan pengujian pada hewan.

Uji coba obat untuk zat yang dipasarkan kepada ibu hamil juga harus memberikan bukti bahwa zat tersebut aman untuk digunakan pada kehamilan.

Baca juga: Peneliti Temukan Efek Pengonsumsian Obat Hipertensi dalam Jangka Panjang, Apa Itu?

Kegunaan thalidomide saat ini

Sementara itu, pada 1964, Jacob Sheskin, seorang dokter di Rumah Sakit Universitas Hadassah Yerusalem, memberikan thalidomide kepada salah satu pasien untuk membantu komplikasi kusta yang parah.

Hasilnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melakukan uji klinis penggunaan thalidomide untuk penyakit kusta pada 1967.

Setelah mendapatkan hasil yang lebih positif, thalidomide akhirnya digunakan sebagai pengobatan kusta di banyak negara.

Baru-baru ini, obat ini juga telah berhasil digunakan untuk mengendalikan beberapa kondisi terkait AIDS, serta obat kanker yang ditargetkan untuk mengobati gejala kanker.

Namun, penggunaan thalidomide kembali masih menuai kontroversi karena sejarah kelamnya di masa lalu.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi