Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PVMBG Sebut Lokasi Pusat Gempa Tuban Alami Pelapukan dan Rawan Guncangan

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Diskominfo Gresik
Salah satu rumah terdampak gempa di Kepulauan Bawean, Gresik, Jawa Timur, Jumat (22/3/2024).
|
Editor: Mahardini Nur Afifah

KOMPAS.com - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengeluarkan analisis geologi setelah Tuban diguncang gempa dengan kekuatan M 6,0 dan M6,5 pada Jumat (22/3/2024).

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa M 6,0 lokasinya berpusat di laut pada jarak 126 kilometer arah timur laut Tuban.

Sementara gempa M 6,5, pusat lokasinya berjarak 114 kilometer arah timur laut Tuban dengan kedalaman 12 kilometer.

Kepala PVMBG Hendra Gunawan menyebutkan, wilayah yang terdekat dengan lokasi pusat gempa adalah Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wilayah tersebut secara umum merupakan morfologi dataran hingga dataran bergelombang, yang berbatasan dengan perbukitan, hingga perbukitan terjal pada bagian tengahnya.

Hendra menjelaskan, Pulau Bawean tersusun oleh batuan berumur tersier yang terdiri atas batu pasir dan batu gamping.

Selain itu, struktur pulau ini juga didominasi endapan kuarter yang terdiri atas batuan rombakan gunung api muda dan endapan aluvial pantai.

"Sebagian batuan berumur tersier tersebut telah mengalami pelapukan," ujar Hendra dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat malam.

Baca juga: Terungkap, Penyebab Kekuatan Gempa Tuban Bertambah dari M 6,0 Jadi M 6,5

Rawan guncangan gempa

Hendra menyampaikan, batuan berumur tersier dan endapan kuarter di pusat gempa Tuban telah mengalami pelapukan.

Kedua batuan tersebut memiliki sifat urai, lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated), dan memperkuat efek guncangan sehingga rawan dengan guncangan gempa.

"Selain itu, morfologi perbukitan di sana tertutup batuan berumur yang telah mengalami pelapukan. Akan berpotensi terjadi gerakan tanah atau longsoran. Apalagi jika ada guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi di daerah ini," tambah dia.

Hendra juga mengatakan, berdasarkan lokasi pusat gempa, kedalaman, data mekanisme sumber dari BMKG, gempa yang mengguncang Tuban berasosiasi dengan aktivitas sesar aktif di Laut Jawa.

Berdasarkan pola struktur geologi Pulau Jawa, kata Hendra, diperkirakan terdapat sesar berarah relatif timur laut-barat daya yang merupakan pola Meratus.

Sesar pada pola tersebut merupakan sesar tua atau pra-tersier hingga tersier dan diperkirakan mengalami reaktivasi.

Baca juga: Analisis Gempa Susulan Tuban M 6,5 Hari Ini, Tidak Berpotensi Tsunami

Dampak gempa Tuban

Berdasarkan laporan Badan Geologi setelah Tuban diguncang gempa M 6,0, terjadi kerusakan di Masjid Salihin, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean.

Getaran gempa di wilayah tersebut diperkirakan berada pada skala intensitas IV-V Modified Mercally Intensity (MMI).

Hendra mengatakan, Pulau Bawean sebenarnya terletak pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi rendah.

Untungnya, gempa tersebut tidak menimbulkan tsunami meskipun pusat gempa terletak di laut karena tidak menyebabkan deformasi dasar laut.

"Menurut data BG (Badan Geologi) potensi tinggi tsunami di garis pantai (tsunami height) pulau Bawean tergolong rendah, yaitu kurang dari 1 meter," ujar Hendra.

Baca juga: Gempa M 6,0 Tuban Terasa sampai ke Yogyakarta, Apa Penyebabnya?

Gempa susulan terus terjadi

Terpisah, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, gempa Tuban yang disebut BMKG sebagai gempa Bawean sudah terjadi sebanyak 167 kali berdasarkan hasil monitoring pada Sabtu (23/3/2024) pukul 12.00 WIB.

"Frekuensinya semakin jarang, jika kemarin dalam satu jam mencapai 19 kali gempa, data terkini tunjukkan satu jam hanya tiga tempa. Semoga kondisi segera stabil dan aman terkendali," ujar Daryono melalui akun X pribadinya @daryooBMKG, Sabtu.

Ia menjelaskan, banyak gempa susulan terjadi karena karakter gempa kerak dangkal Bawean berada di batuan kerak permukaan yang batuannya heterogen.

Kondisi tersebut menyebabkan batuan cenderung rapuh atau brittle dan berbeda dengan gempa kerak samudera yang batuannya homogen-elastis (ductile).

"Miskin gempa susulan bahkan tanpa susulan," jelas Daryono.

Meski begitu, Daryono menyebutkan bahwa terjadinya gempa susulan merupakan hal yang lazim terjadi sehingga tidak perlu ditakuti.

Banyaknya gempa susulan, jelas Daryono, merupakan gambaran kondisi batuan yang rapuh dan mudah terdeformasi.

"Gempa susulan yang banyak justru dapat memberi informasi peluruhan sehingga kita jadi tau aktivitas gempa akan segera berakhir," tutur Daryono.

Baca juga: Gempa Susulan Tuban M 6,5 Sore Ini, Guncangan Terasa sampai Jakarta dan Solo

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi