Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Ferienjob di Jerman, Migrant Care: Eksploitasi Kerja Berkedok Magang Ada sejak 2005

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Rawpixel.com
Ilustrasi tindak pidana perdagangan orang, penipuan magang di Jerman. Apa itu Ferienjob?
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sebanyak 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia diduga menjadi korban eksploitasi kerja berkedok magang di Jerman pada periode Oktober sampai Desember 2023.

Polisi telah menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut, yaitu SS (65), AJ (55) dan MZ (60) yang berdomisili di Indonesia, serta ER (39) dan AE (37) yang berdomisili di Jerman.

Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Wahyu Widada, mengungkapkan, kasus ini bermula dari informasi adanya kejanggalan pada proses magang empat mahasiswa Indonesia.

Setelah dilakukan penyelidikan, para mahasiswa awalnya diberikan iming-iming bekerja dengan sistem magang yang berakhir dengan utang dan eksploitasi, dikutip dari Kompas.id, Rabu (20/3/2024).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa dijanjikan magang yang mereka lakukan termasuk ke dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan dapat dikonversi menjadi 20 satuan kredit semester (SKS).

Usai ditelusuri, program tersebut bukanlah magang, namun ferienjob yang merupakan kerja fisik paruh waktu saat musim libur untuk mengisi kekurangan tenaga kerja.

Baca juga: Ribuan Mahasiswa Jadi Korban Eksploitasi Kerja Berkedok Magang, Kampus Bisa Terseret


Terjadi sejak 2005

Koordinator Divisi Advokasi Kebijakan Migrant Care, Siti Bardiyah mengatakan, kasus eksloitasi kerja berkedok magang menurutnya pernah terjadi di sejumlah negara mulai tahun 2005.

Sebelum kasus di Jerman, terdapat kasus mahasiswa magang dipekerjakan di perusahaan dengan jam kerja panjang hingga 14 jam di Jepang.

Selain itu, mahasiswa juga digaji di bawah standar karena tercatat statusnya sebagai mahasiswa magang.

“Kalau yang di Jepang itu gajinya sekitar Rp 5 juta dengan durasi jam kerja yang panjang. Nominalnya itu di bawah standar status pekerja di Jepang,” ujar Siti saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/3/2024).

Menurut Siti, eksploitasi kerja berkedok magang merupakan salah satu kasus dengan pola lama yang terus berulang.

Untuk iming-imingnya pun mirip, yaitu mahasiswa dijanjikan akan magang yang dapat dikonversikan menjadi beberapa SKS, mendapatkan uang, dan punya pengalaman kerja.

Namun, setelah dijalankan, para mahasiswa justru mendapatkan beban kerja yang tidak sesuai.

“Jepang itu kurang lebih sama seperti Jerman, karena kedua negara tersebut sama-sama membutuhkan tenaga kerja dari luar negeri,” ungkapnya.

Siti mengatakan, selain mahasiswa magang, banyak juga pekerja resmi dari Indonesia yang bekerja di Jepang sebagai tenaga kerja asing.

Selain mahasiswa, pelajar tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) juga sering tertipu dengan praktik yang serupa.

Bedanya, siswa atau siswi SMK akan langsung diberikan kontrak kerja di Malaysia, bukan berstatus magang seperti pada mahasiswa

Menurut Siti, ia pernah menangani kasus kerja yang tak sesuai dengan perjanjian kontrak di Negeri Jiran tersebut.

“Kalau SMK kebanyakan di Malaysia. Dalam satu kali kasus, biasanya korbannya mencapai ratusan orang. Seharusnya bekerja di perusahaan A, tapi malah jadi perusahaan B dengan kondisi yang tidak layak,” kata Siti.

Baca juga: Kata Kemendibudristek soal Dugaan Kasus TPPO Berkedok Magang Mahasiswa di Jerman

Penegakan hukum kasus eksploitasi kerja

Maraknya kasus eksploitasi kerja yang berkedok magang menurut Siti disebabkan oleh banyak hal.

Selain karena faktor mahasiswa yang tergiur konversi SKS, penegakan hukum yang lemah juga menjadi salah satu penyebabnya.

Selama menangani beberapa kasus TPPO, Siti mengungkapkan bahwa hukuman yang diberikan tidak memberikan efek jera kepada pelaku.

“Bahkan, pada kasus perekrutan siswa SMK di Malaysia yang didampingi langsung oleh Migrant Care, pelakunya justru dibebaskan karena dia punya pasangan yang dulunya mantan diplomat di Malaysia,” tuturnya.

Lemahnya penegakan hukum mengenai kasus eksploitasi kerja di luar negeri membuat penanganannya tidak maksimal.

Siti mengungkapkan, apabila proses hukum sampai kepada vonis, umumnya yang akan dijatuhi hukuman adalah calo-calo yang merekrut orang.

Di sisi lain, mafia yang mendalangi kasus eksploitasi kerja ini justru tidak diadili dengan semestinya.

“Mafianya sudah terstruktur, jaringan internasionalnya sudah terlalu besar. Sepertinya dari berbagai sisi ada perannya masing-masing,” ungkapnya.

Siti juga menyinggung masalah lemahnya peran pemerintah ketika mengawasi tenaga kerja yang rentan dieksploitasi.

Baca juga: Kronologi Dugaan Perdagangan Orang di Jerman, Magang Berkedok Kampus Merdeka

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi