Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Capai Rp 271 Triliun, Berikut Rincian Penghitungan Kasus Korupsi Timah di Bangka Belitung

Baca di App
Lihat Foto
PUSPENKUM KEJAKSAAN AGUNG
Rincian Penghitungan Kasus Korupsi Timah di Bangka Belitung
|
Editor: Mahardini Nur Afifah

KOMPAS.com - Kasus dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. mencapai nominal fantastis, yakni Rp 271,06 triliun.

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo pernah menyatakan, besaran nominal kasus korupsi timah ilegal itu hanya kerugian dari sisi kerusakan lingkungan atau kerugian perekonomian negara, belum termasuk kerugian keuangan negara.

”Total kerugian kerusakan lingkungan hidup sebesar Rp 271.069.688.018.700,” kata Bambang, dilansir dari Kompas.id (20/2/2024).

Angka itu diperoleh dari penghitungan kerugian lingkungan akibat penambangan timah ilegal selama 2015-2022.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hingga Kamis (27/3/2024), sebanyak 16 tersangka telah ditetapkan atas kasus korupsi timah tersebut.

Lantas, bagaimana penghitungan korupsi timah yang mencapai ratusan triliun itu?

Baca juga: Sosok dan Sumber Kekayaan Harvey Moeis, Tersangka Korupsi Timah Ilegal

Penghitungan uang korupsi timah Rp 271 triliun

Masih dari sumber yang sama, Bambang melakukan pemantauan di lapangan dan analisis berbasis satelit untuk menghitung besaran kerugian akibat korupsi timah ilegal sejak 2015-2022.

Hasilnya, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa aktivitas tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah.

Menurut pemantauan pakar forensik kehutanan itu, penambangan timah liat tersebut dilakukan mulai Mei 2016.

"Kami merekonstruksi dengan menggunakan satelit pada tahun 2015 yang merah-merah ini adalah wilayah IUP (izin usaha pertambangan) dan non-IUP. Kami tracking 2016, 2017, 2018, 2019, 2020 sampai 2022, dilihat warna merah makin besar, ini adalah contoh saja," tutur Bambang.

Dari pemetaan yang dilakukan, terdapat tambang yang dibuka di wilayah IUP PT Timah Tbk., tetapi ada pula yang dibuka di luar kawasan IUP tersebut, termasuk di kawasan hutan.

Total luas tambang timah tersebut adalah 170.363,547 hektar. Dari jumlah area itu, hanya 88.900,462 hektar yang memiliki IUP. Sementara 81.462,602 hektar sisanya tidak memiliki IUP.

Bambang kemudian menghitung kerugian perekonomian negara berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.

"Kerugian tersebut terbagi menjadi kerugian lingkungan ekologis, kerugian ekonomi lingkungan, dan biaya pemulihan lingkungan," kata Bambang.

Hasilnya, kerugian kerusakan lingkungan hidup akibat aktivitas penambangan timah liar itu mencapai Rp 271 triliun.

Baca juga: Profil PT Timah, Anak Perusahaan BUMN yang Terseret Korupsi Ratusan Triliun Rupiah

Rincian kerugian korupsi timah ilegal

Lebih lanjut, Bambang merinci total kerugian lingkungan hidup akibat tambah timah liar itu. Berikut perinciannya:

1. Kerugian tambang timah di dalam kawasan hutan
  • Kerugian lingkungan ekologis: Rp 157,83 triliun
  • Biaya kerugian ekonomi lingkungan: Rp 60,27 triliun
  • Biaya pemulihan lingkungan: Rp 5,26 triliun

Dengan begitu, total kerugian mencapai Rp 223,36 triliun.

2. Kerugian tambang timah di luar kawasan hutan
  • Kerugian lingkungan ekologis: Rp 25,87 triliun
  • Biaya kerugian ekonomi lingkungan: Rp 15,2 triliun
  • Biaya pemulihan lingkungan: Rp 6,63 triliun.

Dengan begitu, total kerugian mencapai Rp 47,70 triliun.

Jika semua nominal kerugian di dalam hutan dan di luar kawasan hutan di total, hasil kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah Rp 271,06 triliun.

Baca juga: Duduk Perkara Kasus Korupsi Timah Ilegal yang Menyeret Harvey Moeis

Belum termasuk kerugian keuangan negara

Sementara itu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi menyatakan bahwa hasil penghitungan ekologi yang disampaikan Bambang belum termasuk kerugian keuangan negara.

Jumlah tersebut akan ditambahkan dengan kerugian keuangan negara yang muncul dalam perkara yang sedang diusut Kejagung itu.

"Saat ini penghitungan kerugian keuangan negara masih berproses, nanti berapa hasilnya akan kami sampaikan," ujar Kuntadi, dilansir dari Kompas.com (20/2/204).

Menurut Kuntadi, sebagian besar lahan yang ditambah oleh pelaku penambangan timah itu seharusnya dipulihkan atau direklamasi. AKan tetapi, hal itu tidak dilakukan.

"Sama sekali tidak dipulihkan dan ditinggalkan begitu saja, menimbulkan bekas lubang-lubang besar dan rawa-rawa yang tidak sehat bagi lingkungan masyarakat," kata dia.

Lubang bekas tambang tersebut mengandung logam berat dan bahan kimia beracun yang berbahaya.

Kubangan lubang yang menganga besar itu juga membahayakan jiwa masyarakat sekitar.

Data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional menyebutkan, setidaknya terdapat 168 korban jiwa yang meninggal akibat lubang tambang di seluruh Indonesia sejak 2014-2020,.

Jatam juga mencatat, setidaknya terdapat 3.092 lubang tambang yang masih terbuka, berisi air beracun dan mengandung logam berat karena belum direklamasi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi