KOMPAS.com - Batas waktu lapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) orang pribadi telah berakhir pada Minggu (31/3/2024).
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, jumlah wajib pajak yang sudah melapor SPT sebanyak 12,7 juta.
Setelah wajib pajak menunaikan kewajibannya, mereka akan mendapat informasi mengenai status lapor SPT-nya, apakah nihil, kurang bayar, atau lebih bayar.
Untuk diketahui, lebih bayar SPT menandakan pajak terutang jumlahnya lebih kecil jika dibandingkan dengan kredit pajak.
Lantas, apakah lebih bayar SPT akan dikembalikan?
Baca juga: Tidak Perlu Lapor SPT, Berikut Cara Mengajukan Wajib Pajak Non-efektif
Penjelasan DJP
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan, jika terjadi kelebihan potong, SPT menjadi lebih bayar dan harus dilakukan pemeriksaan untuk pengembaliannya.
Dalam hal pemeriksaan karena lebih bayar, pemeriksa akan menguji pernyataan lebih bayar dari wajib pajak tersebut dengan dokumen pendukung.
Dokumen yang dimaksud, yakni bukti potong atau kredit pajak, jumlah penghasilan, jumlah biaya, rekening koran, dan sebagainya.
Dwi menyampaikan bahwa pengujian pernyataan tersebut dilakukan karena pada dasarnya restitusi adalah pengeluaran uang negara.
"Sehingga aspek kehati-hatian dan akuntabilitasnya harus dikedepankan," ujar Dwi kepada Kompas.com, Selasa (2/4/2024).
Baca juga: Apa yang Akan Terjadi jika Tidak Lapor SPT Selama Bertahun-tahun?
Wajib pajak yang hanya dilakukan penelitian pendahuluan
DJP memang akan melakukan pemeriksaan terhadap status lebih bayar setelah wajib pajak melapor SPT.
Namun, tidak semua lebih bayar dilakukan melalui proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada pasal 17 Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dwi menerangkan, terdapat beberapa kriteria wajib pajak yang hanya dilakukan penelitian pendahuluan untuk memperoleh lebih bayar, yakni:
- Wajib pajak kriteria tertentu (Pasal 17C UU KUP)
- Wajib pajak persyaratan tertentu (Pasal 17D UU KUP)
- PKP berisiko rendah (Pasal 9 ayat (4c) UU PPN).
Di sisi lain, Dwi menjelaskan bahwa ada mekanisme percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2-23 tentang Percepatan Pengembalian Kelebihan Pajak.
Aturan tersebut dikeluarkan untuk wajib pajak orang pribadi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100 juta.
Baca juga: Bisakah Membuat NPWP Bagi yang Belum Bekerja? Berikut Penjelasan DJP
Penerapan TER atas THR
Bila merujuk periode Januari-Maret 2024 ketika ada karyawan yang menerima tunjangan hari raya (THR), mulai tahun ini DJP sudah menerapkan skema Tarif Efektif Rata-Rata (TER).
Dwi menjelaskan bahwa penerapan skema TER pada saat karyawan mendapatkan THR dikenakan tarif lebih tinggi karena penghasilan brutonya terdiri dari dua komponen yaitu gaji dan THR.
Dengan adanya skema TER tersebut, terdapat kemungkinan pemotongan pajak di Januari-November menjadi lebih besar dari yang seharusnya dipotong pada tahun yang bersangkutan, yakni pada Januari-Desember.
Hal tersebut dikarenakan pemberian THR atau bonus pada bulan tertentu sehingga terjadi lebih bayar bagi karyawan.
"Apabila hal tersebut terjadi maka pemberi kerja harus mengembalikan kelebihan potongan pajak kepada karyawan pada bulan Desember plus gaji utuh bulan Desember. Hal ini sudah diatur di Pasal 21 PMK Nomor 168 Tahun 2023," jelas Dwi.
"Karena kelebihan pemotongan sudah dikembalikan oleh pemberi kerja, maka SPT Tahunan Karyawan tidak akan lebih bayar (LB) tetapi Nihil, jadi tidak akan ada pemeriksaan karena SPT Tahunan Lebih Bayar ke karyawan," tambahnya.
Baca juga: Apakah NPWP Bisa Dinonaktifkan bila Sudah Tak Bekerja? Ini Kata DJP
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.