KOMPAS.com - Potret seorang menteri wanita di Swedia menjadi perbincangan karena dinilai tidak seperti pejabat tinggi pemerintahan pada umumnya.
Melalui akun X @RafikaBayu, Kamis (4/4/2024), warganet Indonesia membagikan foto wanita berambut pendek dengan jaket merah yang tengah duduk di sebuah kursi di peron kereta api.
Tersenyum pada kamera, wanita tersebut tampak memangku sebuah burger utuh, dengan tas punggung hitam yang diletakkan di lantai.
"Seorang ibu warga negara Swedia menunggu kereta pulang selepas kerja. Dia sudah membeli Burger untuk Makan Malamnya. Ini adalah fotonya setelah diminta berpose untuk difoto. Nama ibu ini adalah Elva Johansson... pekerjaannya adalah Menteri Tenaga Kerja di Swedia," tulis pengguna.
Menilik penampilannya, beberapa pengguna X mengungkapkan ketidakpercayaannya akan pejabat tinggi yang berkeliaran tanpa penjagaan dan fasilitas penunjang lain.
Baca juga: Swedia Resmi Gabung NATO, Akhiri Puasa Netral selama 200 Tahun
Potret pejabat sederhana Swedia
Ylva Johansson, nama wanita dalam potret tersebut, hanyalah salah satu politisi Swedia yang sebagian besar menggunakan layanan kereta api sebagai moda transportasinya.
Eks jurnalis Radio Televisi Macedonia, Ivica Celikovic mengungkapkan, dia secara pribadi pernah melihat Johansson keluar dari mobil yang berhenti di depan stasiun kereta api pusat di Stockholm.
Wanita tersebut, yang disebutnya tampak lelah dan mungkin mengalami sedikit rasa sakit di kaki, berjalan menuju ruang tunggu di gedung stasiun.
Di sana, Johansson duduk di bangku kayu panjang, membuka-buka koran sambil menunggu kereta yang akan ditumpanginya.
"Saat itu, Ylva Johansson merupakan salah satu menteri paling populer di pemerintahan Swedia," tulis Celikovic dalam kolom Sloboden Pecat, Februari 2024.
Belakangan, foto-foto Ylva Johansson kembali muncul di jejaring sosial yang menampilkan sosoknya sedang duduk di bangku di stasiun kereta api dengan burger di tangan yang dibeli di kios peron.
Padahal, sepak terjangnya di pemerintahan Swedia tak bisa dipandang sebelah mata. Dilansir dari laman resmi, Johansson sebelumnya menjabat sebagai Menteri Sekolah periode 1994-1998.
Dia juga menduduki kursi Menteri Kesejahteraan dan Kesehatan Lansia pada 2004-2006, serta Menteri Ketenagakerjaan terhitung 2014-2019.
Kini, wanita kelahiran 13 Februari 1964 ini menjabat sebagai Komisaris Eropa untuk Urusan Dalam Negeri dan Komisaris Eropa Swedia di Komisi von der Leyen sejak 1 Desember 2019.
Celikovic menyampaikan, setiap orang berhak menilai sejauh mana Johansson sebagai orang yang sederhana dan biasa-biasa saja, atau "hanya seorang pekerja" seperti yang dikatakannya.
"Tentunya tidak mengherankan jika Ylva Johansson, bahkan hingga saat ini, menjabat sebagai Komisaris Eropa di Brussels, juga menggunakan kereta api Belgia untuk perjalanannya," tuturnya.
Baca juga: Disorot Dunia, Ini Cerita dari Swedia Hadapi Pandemi Corona
Pejabat Swedia tidak mendapat kemewahan
Bukan hanya Ylva Johansson, gaya hidup sederhana juga diterapkan oleh banyak pejabat di Swedia.
Claudia Wallin, seorang jurnalis dalam bukunya Sweden: The Untold Story menyampaikan, Swedia tidak menawarkan kemewahan atau hak istimewa kepada para wakil rakyatnya.
Tanpa mobil dinas atau sopir pribadi, para menteri dan anggota parlemen Swedia bepergian dengan bus dan kereta api yang penuh sesak, sama seperti warga negara yang mereka wakili.
Tanpa hak atas kekebalan parlemen, mereka juga dapat diadili di pengadilan seperti orang lainnya.
"Sayalah yang membayar para politisi. Dan saya tidak melihat alasan untuk memberi mereka kehidupan mewah," kata Joakim Holm, warga negara Swedia, dilansir dari Mail & Guardian (31/5/2019).
Politisi yang berani menghabiskan uang rakyat untuk naik taksi alih-alih naik kereta api, rentan menjadi berita utama.
Tak seorang pun di kehidupan publik mendapatkan gaji multidigit. Gaji yang dibawa pulang seorang anggota Riksdag (parlemen) sekitar dua kali lipat gaji seorang guru sekolah dasar.
Dilansir dari BBC (5/6/2019), para anggota DPR Swedia bahkan tidak digaji sebelum 1957. Saat itu, gaji anggota perwakilan rakyat berasal dari iuran anggota partai.
Setelah 1957, pemerintah memutuskan untuk menggaji anggota DPR, salah satunya dengan tujuan menarik minat masuk parlemen.
Sedangkan di negara lain, selain mendapatkan tunjangan kendaraan, para anggota DPR juga mendapatkan rumah dinas.
Namun, di Swedia, rumah dinas berbentuk apartemen sempit dan hanya diperuntukkan bagi anggota yang berasal dari luar ibu kota Stockholm.
Kehidupan pejabat Swedia tersebut meruntuhkan konsep bahwa politisi harus diberikan perlakuan hormat yang layak karena dianggap memiliki kasta yang lebih tinggi.
"Saya masih ingat perasaan aneh menyaksikan fenomena luar biasa ketika saya melihat Menteri Luar Negeri Swedia dan Perdana Menteri mendorong troli belanja di supermarket di Stockholm," ungkap Wallin.
"Atau Wali Kota Stockholm mengantre di halte bus, atau Ketua Parlemen yang duduk di kereta bawah tanah," lanjut jurnalis Brasil yang telah berada di Swedia sejak 2003 itu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.