Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Pilu TKI Sukabumi yang Sakit di Jepang, Belum Bekerja dan Harus Bayar Pengobatan Rp 50 Juta

Baca di App
Lihat Foto
Instagram/@agus_sumadi31
Intan Sifhany pemagang asal Sukabumi yang sakit dan tidak punya biaya di Jepang [Instagram/@agus_sumadi31].
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Intan Sifhany calon pekerja magang asal Sukabumi, Jawa Barat dilaporkan jatuh sakit dan harus menjalani operasi saat berada di Jepang.

Karena perlu biaya pengobatan, Intan masih berutang 500.000 Yen atau lebih dari Rp 52 juta kepada rumah sakit tempatnya dirawat.

Kondisi yang dialami Intan cukup memprihatinkan, karena dia belum mendapat pekerjaan, tidak memiliki asuransi kesehatan, dan tidak memiliki uang sepeserpun.

Kondisi yang dialami Intan pertama kali diungkapkan oleh salah satu rekan pekerja magang bernama Agus Sumadi lewat akun Instagram @agus_sumadi31, Senin (8/4/2024).

Menurut dia, Intan mengalami sakit infeksi usus atau laparatomi sejak Maret 2024. Kondisi ini membuatnya harus dioperasi dengan biaya 500.000 Yen (sekitar Rp 52.178.600).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Kronologi Dugaan Perdagangan Orang di Jerman, Magang Berkedok Kampus Merdeka


Gagal bekerja di Jepang

Agus menjelaskan, Intan awalnya magang di perusahaan asal Osaka, Jepang pada Juni sampai 29 Agustus 2023. Dia tidak melanjutkan magang karena menerima perundungan.

"Lalu, dia minta ke pihak penanggung jawab pekerja magang Indonesia untuk digantikan perusahaan," ungkap Agus kepada Kompas.com, Selasa (9/4/2024).

Sayangnya, butuh waktu lama untuk mencari perusahaan baru Intan. Dia bahkan dipulangkan ke Indonesia pada 30 Agustus 2023.

Karena pulang ke Tanah Air dan tidak lagi bekerja, asuransi kesehatan di Jepang untuk orang asing atau Hoken yang Intan miliki dicabut.

Meski begitu, Intan dijanjikan akan disuruh kembali bekerja lagi di Jepang. Namun, dia tidak kunjung dipanggil bekerja. Akhirnya, Intan memutuskan kembali ke Jepang dengan uang sendiri pada 16 September 2023.

Akhirnya, Intan mendapatkan tawaran pekerjaan baru dari sebuah perusahaan yang terletak di Perfektur Oita pada Januari 2024. Intan lalu pindah ke Bungono, Oita pada Maret 2024.

"Pas sampai di sana, dia merasakan sakit perut yang luar biasa hingga akhirnya diantar ke rumah sakit di Oita," cerita Agus.

Intan sakit sebelum melakukan wawancara dengan perusahaan yang akan merekrutnya. Dia pun dibawa ke rumah sakit besar di Oita. Dokter mendiagnosis Intan mengalami infeksi usus atau laparatomi.

Di Oita, Intan menjalani perawatan selama dua minggu. Dia keluar dari rumah sakit pada Jumat (5/4/2024). Setelah itu, dia tinggal di apartemen bersama pekerja asal Vietnam.

Namun, pihak penyalur magang Kumiai menghubungi keluarga Intan di Indonesia untuk meminta pembayaran biaya pengobatan sebesar 500.000 Yen atau sekitar Rp 52.178.600.

Pihak rumah sakit memberikan batas waktu pembayaran hingga 22 April 2024. Namun, Intan dan keluarganya tidak mempunyai uang.

Baca juga: Penjelasan Kemenlu soal Pekerja Magang Indonesia yang Ditangkap Polisi Jepang karena Diduga Telantarkan Bayi

Donasi ke Intan

Agus menyatakan, dia bersama warga Indonesia lain yang ada di Jepang lalu berinisiatif mengadakan donasi untuk biaya pengobatan Intan.

Menurutnya, Intan saat ini hanya bisa berbaring di kasur akibat luka usai operasi. Meski begitu, dia perlahan mulai pulih.

"Habis periksa di rumah sakit. Mulai baik kondisinya. Intan sudah bisa makan agak kasar walaupun perutnya masih diperban," katanya.

Untuk membantu Intan, Agus membuka donasi biaya pengobatan melalui media sosial.

Menurutnya, mulai banyak orang dari berbagai komunitas dan perkumpulan masyarakat di Indonesia yang ikut menyumbang.

Dia menargetkan dan mengusahakan biaya pengobatan Intan di rumah sakit dapat dibayarkan pada 20 April 2024. Ini lebih cepat dari batas waktu 22 April 2024 dari rumah sakit.

Tak hanya biaya berobat, Agus berencana mengumpulkan dana bagi Intan untuk membiayai masa pemulihannya selama 2-3 bulan ke depan.

Menurutnya, visa Intan akan kedaluwarsa pada Mei 2024. Oleh karena itu, dia akan meminta Intan bersedia pulang ke Indonesia. Uang sumbangan itu nantinya dapat menjadi biaya hidupnya di Tanah Air.

"Target utamanya membayar biaya rumah sakit. Kalau dapat sumbangan lebih ya dikasih semua," katanya.

Agus menyatakan, publik merespons baik usaha yang dilakukan untuk membantu Intan. Tak hanya berdonasi, dia juga mengajak warga Indonesia di sana untuk membantu dan mengunjungi Intan secara berkala.

Baca juga: 2 WNI Diduga Curi Data Jet Tempur KF-21 Korea Selatan, Ini Kata Kemenlu

Kemenlu turun tangan

Sementara itu, Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menyatakan pihaknya telah mengetahui peristiwa yang menimpa Intan di Oita, Jepang.

"Kemlu telah berkoordinasi dengan KBRI Tokyo mengenai informasi seorang WNI atas nama saudari IS yang menderita sakit di Prefektur Oita, Jepang," katanya saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (9/4/2024).

Judha menyatakan, Kemenlu melalui KBRI Tokyo telah menindaklanjuti informasi tersebut dan menjalin komunikasi dengan Intan.

Kepada KBRI Tokyo, Intan mengaku merasakan sakit perut pada Maret 2024. Dia lalu harus mendapat tindakan operasi.

Sayangnya, biaya rumah sakit tempat perawatan Intan menjadi tanggungan pribadi. Ini karena pihak perusahaan belum mengurus asuransi kesehatan bagi perempuan asal Sukabumi itu.

"Sebagai langkah pelindungan awal, KBRI Tokyo telah mengirimkan bahan bantuan makanan dan berkoordinasi dengan simpul masyarakat WNI di Oita guna membantu saudari IS," katanya.

Sebagai catatan, jarak antara Tokyo ke Prefektur Oita sekitar 1.100 km.

Judha melanjutkan, KBRI Tokyo akan berkomunikasi dengan pihak perusahaan penyalur pemagang asal Indonesia yakni Kumiai dan pihak yang memberangkatkan Intan ke Jepang.

"Untuk pemenuhan hak-hak saudari IS sesuai ketentuan yang berlaku," jelasnya. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi