Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencabut Naskah Riset Gunung Padang

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/USKARP
Situs Megalitikum di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat.
Penulis: Jaya Suprana
|
Editor: Sandro Gatra

NYARIS bersamaan waktu dengan pengumuman KPU tentang pemenang pileg dan pilpres 2024, masyarakat arkeologi Nusantara masa kini dihebohkan pemberitaan terkait Gunung Padang.

Situs arkeologis yang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, telah menjadi sorotan masyarakat arkeologi internasional terkait pencabutan naskah riset Gunung Padang yang sudah diterbitkan sebuah jurnal arkeologi.

Kronologi pencabutan naskah ilmiah terkait Gunung Padang berawal pada 20 Oktober 2023, hasil riset tentang Gunung Padang berjudul “Geo-archaeological prospecting of Gunung Padang buried prehistoric pyramid in West Java, Indonesia” telah resmi dipublikasikan oleh jurnal Archaeological Prospection.

Namun, pada 28 November 2023, berita di majalah Nature menyebutkan bahwa hasil riset Gunung Padang sedang diinvestigasi oleh pihak penerbit.

Hal ini mengejutkan karena riset tersebut sudah diterbitkan dan tidak ada pemberitahuan langsung kepada penulis, melainkan kepada pers dengan dalih ada pihak ketiga yang anonim mengajukan keberatan terhadap hasil riset Gunung Padang.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meskipun tim ilmuwan Gunung Padang telah menjawab dengan data pendukung, termasuk data pendataan radio karbon serta data ekskavasi, pihak penerbit tetap secara sepihak prerogatif memutuskan untuk mencabut publikasi pada Januari 2024.

Sejak tahun 2014 semesta arkeologi Indonesia terbelah dua menjadi yang pro dan yang kontra terhadap pengakuan Gunung Padang sebagai situs warisan budaya Nusantara.

Meski bukan arkeolog, namun sebagai seorang insan warga Indonesia saya berhak memiliki pendapat pribadi tentang Gunung Padang yang berada di bumi Indonesia.

Saya memilih sikap pro terhadap pendapat arkeologis bahwa Gunung Padang merupakan satu di antara sekian banyak situs warisan kebudayaan Nusantara tanpa melibatkan diri ke dalam kemelut polemik tentang usia Gunung Padang.

Alasan saya sederhana saja, yaitu mengingat penetapan usia artefak purbakala berdasar pendataan radio karbon memang masih belum bulat disepakati oleh para arkeolog, maka kebenarannya belum dapat dipastikan secara benar-benar pasti.

Namun sebagai penggagas gerakan Jamu Goes To Unesco di mana syukur-alhamdullilah akhirnya UNESCO berkenan mengakui Jamu sebagai Warisan Budaya Dunia dipersembahkan oleh bangsa Indonesia, saya merasa berhak mengharap hal yang sama terhadap Gunung Padang.

Selama mengharap belum dilarang secara konstitusional, adalah wajar sebagai seorang insan warga Indonesia yang bangga Indonesia, saya juga mengharapkan UNESCO akan berkenan mengakui Gunung Padang sebagai Warisan Budaya Dunia.

Satu di antara misproduk Orde Reformasi yang menghadirkan demokrasi di persada Indonesia adalah gelora semangat politisasi terhadap apapun yang bisa dipolitisasi.

Gunung Padang mulai diangkat oleh para arkeolog ke permukaan kesadaran masyarakat Indonesia pada masa kepresidenan SBY. Pada kenyataan panggung politik Indonesia, penelitian Gunung Padang menghadapi perlawanan justru dari pihak sesama warga bangsa sendiri yang kebetulan secara politis berada di kubu tidak pro SBY.

Terus terang saya kecewa atas pencabutan naskah ilmiah yang sudah dimuat oleh lembaga jurnal ilmiah.

Pencabutan naskah ilmiah yang sudah dimuat oleh lembaga jurnal layak dianggap sebagai suatu bentuk skandal yang melanggar tata krama semesta publikasi naskah ilmiah.

Apalagi mengingat pada kenyataan alam maya di masa kini, jejak digital tidak bisa dihapus.

Bayangkan notasi komposisi musik karya saya sudah dipublikasikan oleh penerbit dan sudah dipergelar di mancanegara mendadak dicabut publikasinya secara sepihak oleh sang penerbit. Pasti saya lawan sampai titik darah penghabisan selama hayat masih dikandung badan.

Namun di sisi lain, saya mengagumi dan menghargai sikap tim penyusun naskah ilmiah Gunung Padang yang alih-alih menganggap pencabutan naskah sebagai malapetaka, malah justru sebagai hikmah.

Gegara skandal pencaputan naskah yang sudah dipublikasikan, Gunung Padang yang semula tidak dianggap penting, malah justru menjadi pusat perhatian masyarakat arkeologi di seluruh dunia.

Maka para peneliti malah makin bersemangat rawe-rawe rantas malang-malang putung maju tak gentar melanjutkan penelitian demi mencapai sasaran tujuan utama, yaitu membuktikan bahwa Gunung Padang memang merupakan warisan budaya dunia yang dipersembahkan oleh bangsa Indonesia. MERDEKA!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi