Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepanjang 1816 Bumi Tak Mengenal Musim Panas, Apa Penyebabnya?

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/Pablo Guerrero
Pada 1816, Bumi tak mengenal musim panas.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Bumi tak mengalami musim panas pada 1816 hingga disebut sebagai "Tahun Tanpa Musim Panas".

Sepanjang Juni-September 1816, musim panas justru dihantui oleh hujan salju yang lebat.

Dikutip dari History, suhu di sebagian besar wilayah Amerika Serikat turun hingga di bawah titik beku dengan adanya hujan salju lebat dan embun yang membeku hingga bulan Juli.

Di Eropa, cuaca dingin yang tidak sesuai musim juga terjadi, dengan bagian benua lainnya diguyur hujan selama 130 hari lamanya.

Tak sampai di situ, gagal panen yang menyebabkan kelaparan dan wabah tifus juga terjadi di daratan China.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di India, gangguan cuaca ini menyebabkan munculnya penyakit kolera jenis baru yang mematikan dan akhirnya menewaskan ribuan orang.

Lantas, apa yang menyebabkan 1816 menjadi tahun tanpa musim panas?

Baca juga: Ramai soal Tak Ada Badai yang Melintasi Garis Khatulistiwa, Ini Kata BMKG

Penyebab gangguan cuaca pada 1816

Dilansir dari IFLScience, penyebab cuaca tidak biasa pada 1816 ini karena letusan Gunung Tambora di tahun sebelumnya.

Gunung berjenis stratovolcano di Sumbawa, Indonesia ini meletus hebat pada 5 April 1815 yang kemudian memengaruhi iklim Bumi selama berbulan-bulan setelahnya.

Hal tersebut terjadi ketika partikel abu yang sangat kecil dan ringan tetap berada di atmosfer, tepatnya di bagian stratosfer.

Partikel abu yang berterbangan tersebut pada akhirnya menghalangi sinar Matahari sehingga menyebabkan pendinginan di permukaan Bumi.

Penurunan suhu juga disebabkan oleh letusan yang memuntahkan sulfur dioksida yang lalu bergabung dengan air di stratosfer dan menghasilkan asam sulfat.

Kombinasi ini memantulkan radiasi Matahari yang masuk ke Bumi, yang seharusnya dapat menghangatkan planet ini.

Meski letusan Gunung Tambora dinilai sebagai letusan paling dahsyat dalam sejarah, namun sejauh mana peran gunung tersebut dalam perubahan cuaca ekstrem dinilai masih belum terlalu jelas saat itu.

Hingga pada 2019, ahli geologi Dr Andrew Schurer dan rekan-rekannya menggunakan model iklim untuk mencari tahu seperti apa cuaca tanpa letusan gunung berapi.

Hasilnya menunjukkan bahwa tahun 1816 mungkin masih merupakan tahun yang sangat basah di Eropa, namun model tersebut mengindikasikan bahwa letusan gunung berapi lah yang membuat suhu menjadi lebih dingin hingga 100 kali lipat.

“Memasukkan kekuatan vulkanik dalam model iklim dapat menyebabkan pendinginan, dan kami memperkirakan hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya suhu sangat dingin hingga 100 kali lipat,” ujar Schurer.

“Tanpa kekuatan vulkanik, kecil kemungkinannya terjadi cuaca sangat basah dan kemungkinan besar tidak sedingin itu,” lanjutnya.

Baca juga: 5 Gunung Api dengan Letusan Terbanyak Sepanjang 2023, Apa Saja?

Melihat letusan Gunung Tambora pada 1815

Dikutip dari Britannica, banyak ahli vulkanologi menilai, letusan Gunung Tambora pada 5 April 1815 menjadi peristiwa vulkanik terbesar dan paling merusak dalam sejarah Bumi.

Gunung Tambora mulai meletus pada 5 april 1815 dengan getaran kecil dan menghasilkan aliran piroklastik atau awan panas.

Kemudian, ledakan dahsyat yang menghancurkan gunung itu terjadi pada 10 April 1815 malam yang memicu tsunami.

Letusan tersebut mengeluarkan 150 kilometer kubik abu, batu apung, aerosol, termasuk sekitar 60 megaton belerang ke atmosfer.

Sebelum letusan itu terjadi, Gunung Tambora menjulang tinggi hingga sekitar 4.300 meter.

Namun, setelah letusan, gunung ini hanya mencapai 2.851 meter seperti saat ini, dengan membentuk kaldera besar yang membentang selebar 6 kilometer.

Ledakan, awan panas, dan tsunami yang terjadi menewaskan sedikitnya 10.000 penduduk sekitar dan menghancurkan sekitar 35.000 rumah.

Hingga saat ini, Gunung Tambora diketahui masih tetap aktif dengan beberapa kali mengalami letusan kecil dan aktivitas seismik.

Baca juga: Letusan Gunung Slamet Disebut Bisa Belah Pulau Jawa, Ini Kata PVMBG

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi