Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN, Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu 2024?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA
Ketua Tim hukum PDI-P Gayus Lumbuun (tengah) usai mengajukan gugatan untuk KPU di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Cakung, Jakarta Timur, Selasa (2/4/2024).
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menegaskan, gugatan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur masih berjalan.

Untuk diketahui, tim hukum mendaftarkan gugatan terhadap KPU ke PTUN pada Selasa (2/4/2024) dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUNJKT.

Dalam perkara tersebut, PDI-P menganggap KPU telah melawan hukum karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dan mengesampingkan syarat usia minimum untuk cawapres.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menuturkan, PDI-P masih berjuang untuk menegakkan demokrasi dan konstitusi dengan menempuh upaya hukum di PTUN.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"(PDI-P) berjuang untuk menggunakan setiap ruang hukum termasuk melalui PTUN," ucap Hasto, dikutip dari Kompas.com, Selasa (23/4/2024).

Baca juga: Dapat Sejumlah Kritik Pedas dari Sekjen PDI-P, Ini Tanggapan Gibran


Penjelasan ahli

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sunny Ummul Firdaus mengatakan, tak ada lembaga peradilan lain di luar Mahkamah Konstitusi (MK) yang dapat menyelenggarakan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).

Oleh karena itu, keputusan mengenai perselisihan hasil pemilu yang dibacakan oleh MK bersifat final dan tidak dapat diubah.

Meski demikian, masyarakat atau pihak yang merasa dirugikan selama proses pemilu, baik perorangan maupun lembaga, dapat mengajukannya ke PTUN.

“PTUN merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi masyarakat Indonesia yang mencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara,” ujat Sunny saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/4/2024).

Baca juga: Respons Kubu Anies, Prabowo, dan Ganjar Usai MK Tolak Gugatan Pilpres 2024

Sebagai informasi, sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul antara orang, atau badan hukum, atau pejabat tata usaha negara baik di pusat maupun daerah, sebagai akibat diambilnya keputusan tata usaha negara.

Dalam hal ini, Sunny menyebutkan bahwa gugatan PDI-P ke PTUN bukan tentang selisih hasil pemilu, melainkan sengketa tata usaha berupa proses pemilu.

“Meskipun demikian, terdapat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2017 mengatur tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum di Pengadilan Tata Usaha Negara," jelas dia.

"Jadi selain di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sengketa proses pemilihan umum juga dapat diselesaikan di PTUN,” lanjutnya.

Adapun sengketa proses pemilu yang dapat diselesaikan di PTUN, antara lain sengketa antara partai politik calon peserta Pemilu, atau calon anggota DPR, DPD, DPRD, atau bakal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang tidak lolos verifikasi dengan KPU, KPU Provinsi, maupun KPU Kabupaten/Kota.

Baca juga: 3 Hakim MK Dissenting Opinion dalam Putusan Sengketa Pilpres 2024

Sunny menjelaskan, semua pihak yang merasa dirugikan dalam proses pemilu atau ada dugaan suatu hal yang tidak sesuai dengan ketentuan, maka pihak tersebut dapat menggugatnya ke PTUN.

Adapun pihak yang dapat mengajukan diri sebagai penggugat, antara lain beberapa orang atau organisasi, seperti calon anggota DPR, DPD, DPRD, calon presiden dan calon wakil presiden.

Sementara itu, objek yang menjadi bahan sengketa proses pemilu adalah keputusan KPU mengenai partai politik calon peserta politik, daftar tetap calon legislatif (caleg), maupun penetapan pasangan capres-cawapres.

“Jadi kita harus membedakan antara perselisihan hasil pemilu dan sengketa proses pemilu. Itu merupakan hak warga negara untuk mencari keadilan,” kata Sunny.

Baca juga: Sederet Kritik Pedas PDI-P untuk Jokowi yang Kini Berbeda Haluan...

PDI-P dinilai terlambat menggugat

Lebih lanjut, Sunny menilai bahwa PDI-P terlambat mengajukan sengketa proses Pemilu 2024 ke PTUN.

Idealnya, penggugat mengajukan gugatan kepada objek sengketa yang merupakan bagian dari keputusan KPU sebelum pemungutan suara dilaksanakan.

Hal tersebut sesuai dengan Perma Nomor 5 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa objek yang diperkarakan adalah hal-hal yang terjadi sebelum pemungutan suara.

“Objek sengketa itu bisa banyak, putusan KPU, putusan Bawaslu, dan sebagainya. Apabila dilihat dari definisinya, masih ada kata calon dalam putusan," ujarnya.

"Jadi yang dipersoalkan terjadi jauh sebelum pemungutan berlangsung dan terlepas dari persoalan hasil,” sambungnya.

Baca juga: 5 Hasil Putusan MK soal Dugaan Jokowi Cawe-cawe di Pilpres 2024

Terkait dengan hasil sengketa proses Pemilu 2024 di PTUN, nantinya hal tersebut akan menjadi Peraturan KPU (PKPU).

PKPU yang dikeluarkan tetap berada di bawah keputusan MK yang nantinya akan berlaku sebagai Undang-Undang.

“PKPU itu hanya petunjuk teknis. Maka peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi,” jelasnya.

Meskipun PKPU belum berubah saat menetapkan Gibran sebagai cawapres, tetapi sejak Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 disahkan, putusan tersebut langsung menjadi Undang-Undang.

Selain itu, dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak ada klausul yang menyatakan bahwa peraturan tersebut akan berlaku pada pemilu berikutnya.

Baca juga: Daftar 9 Caleg Populer PDI-P yang Berpotensi Gagal ke Senayan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi