KOMPAS.com - Unggahan video menampilkan seorang perempuan meminta-minta dengan cara memaksa, viral di media sosial.
Video tersebut diunggah oleh akun TikTok @esapperdana pada Sabtu (20/4/2024). Dalam video, tampak seorang perempuan yang sedang meminta-minta cekcok dengan sejumlah orang.
Pengunggah sekaligus perekam video tersebut yang bernama Esa Putera Perdana (26) mengatakan, peristiwa itu terjadi pada Sabtu (20/4/2024) sekitar pukul 09.30 WIB di depan rumahnya yang beralamat di RT 001 RW 011 Perumahan Cibeureum Permai 1, Kota Sukabumi, Jawa Barat.
Esa mengungkapkan, perempuan itu mendatangi rumahnya untuk meminta-minta dan diberi uang oleh orang tuanya sebesar Rp 5.000.
Perempuan tersebut kemudian menerima dan kembali meminta uang ke rumah sebelah Esa. Tetapi, sang pemilik rumah merasa terganggu, akhirnya terjadilah cekcok.
Adu mulut itu kemudian memancing perhatian warga sekitar sehingga berdatangan ke lokasi kejadian.
“Setelah beberapa warga mendatangi lokasi, kebetulan Pak RT dan Pak RW datang untuk memediasi,” ungkap Esa dikutip dari Kompas.com, Senin (22/4/2024).
Baca juga: Ramai soal Perempuan Paksa Minta Uang di Kompleks Perumahan Sukabumi, Begini Cerita Warga
Menurut Esa, warga juga sempat ingin menengahi permasalahan antara perempuan tersebut dengan tetangga Esa.
Namun, karena perempuan tersebut justru menuduh dan dinilai tidak memiliki etika yang baik, warga sekitar menjadi mengurungkan niatnya.
Dia bahkan justru menuduh warga yang datang sebagai musuh karena tidak memberi uang dan marah-marah.
Ketika warga setempat menanyakan identikan dengan memperlihatkan kartu tanda penduduk (KTP), namun tidak diberikan.
Meskipun demikian, warga mengaku tidak terpancing emosi dan dapat berbicara baik-baik dengan perempuan tersebut walaupun mendapat respons negatif.
“Dari warga RT 001 RW 011 memutuskan untuk tidak melaporkan ibu tersebut lebih lanjut ke Dinas Sosial maupun Satpol PP Kota Sukabumi,” tuturnya.
Pendapat sosiolog
Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaida menilai, perilaku ibu-ibu tersebut dipengaruhi oleh karakter dia sendiri.
“Saya menduga lebih karena faktor karakter si ibu yang mungkin sudah jalan sekian jauh, panas-panas, banyak rumah diketuk tapi tak banyak orang memberikan. Si ibu mungkin jadi ‘baper’,” ujar Ida saat dihubungi Kompas.com, Senin.
Selain karakter ibu itu sendiri, perilaku tersebut juga muncul dengan ciri-ciri masyarakat perkotaan yang cenderung tidak mudah percaya terhadap orang asing.
Terlebih, perilaku itu muncul karena situasi rumah yang perempuan itu datangi berada di perumahan dengan biasanya tertutup oleh pagar.
Tak hanya itu, perempuan itu bisa saja dipengaruhi oleh faktor ekonomi keluarga yang memaksanya untuk mencari nafkah dengan cara meminta-minta.
“Perempuan seringkali berposisi lemah dan tak berdaya, bersedia ‘pasang badan’ demi kebutuhan keluarga karena merasa bertanggung jawab atas kelangsungan keluarga,” tuturnya.
Menurut Ida, permasalahan tersebut sebaiknya segera ditindak oleh pemangku kebijakan seperti RT atau RW secara tegas jika terjadi secara berulang dan semakin meresahkan.
Jika masalah itu terjadi di lingkungan lain, terutama ruang publik seperti perkantoran atau pasar, satuan polisi pamong praja (satpol PP), polisi, atau dinas sosial (dinsos) wilayah setempat segera untuk menindaklanjutinya segera.
Baca juga: Viral, Video Pengemis Pura-pura Buta di Jalan Siliwangi Bandung, Dinsos Langsung Bergerak
Bertindak secara rasional instrumental
Terpisah, Sosiolog Universitas Udayana Wahyu Budi Nugroho menilai, perempuan tersebut bertindak secara rasional instrumental.
“Rasional instrumental itu adalah pola pikir seefisien dan seefektif mungkin untuk mencapai tujuan,” kata Wahyu saat dihubungi Kompas.com, Senin.
Sehingga menurut Wahyu, tindakan meminta-minta dengan cara memaksa ini adalah cara yang paling efisien dan efektif untuk mencapai tujuannya bagi perempuan tersebut, yakni uang.
Namun, seringkali pola pikir ini seringkali tidak manusiawi atau tidak sesuai nilai, baik bagi pelaku dan orang lain yang terdampak atau menjadi targetnya.
Biasanya jika seseorang sudah dalam kondisi terdesak, khususnya ekonomi, dia akan cenderung menggunakan rasional instrumental dan mengesampingkan pola pikir rasional lainnya.
“Misalkan ada yang namanya rasionalitas nilai, dalam konteks ini, kalau tidak memiliki uang, ada cara yang lebih baik seperti bekerja,” tuturnya.
“Namun jika meminta-minta, dengan cara yang baik dan sopan,” lanjutnya.
Menurut Wahyu, hal itu seharusnya ditangani oleh bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dinas sosial (dinsos) wilayah setempat.
Baca juga: Pengemis Bogor Punya Uang Rp 56 Juta dan Rumah Tingkat, Dirazia Dinsos Nekat Mengemis Lagi
Bukan karakter pengemis pada umumnya
Sementara sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menuturkan bahwa perilaku ibu-ibu tersebut bukanlah karakteristik pengemis atau peminta-minta pada umumnya.
Sehingga menurutnya, hal tersebut bukan pola yang umum terjadi, namun hanya bersifat perorangan atau individual.
“Kayaknya dia di luar framing mengemis, atau meminta-minta. Jadi dia ini pribadi yang temperamental, atau memiliki masalah-masalah kejiwaan tertentu,” ungkap Drajat saat dihubungi Kompas.com, Senin.
“Atau dia ini punya latar belakang yang tidak kekurangan atau kecukupan selama ini. Namun karena suatu sebab, dia jadi ‘down’,” lanjutnya.
Sehingga ketika meminta-minta, akan merasa seperti orang-orang mengamati dia berlebihan dan berpandangan jika diberi uang dengan tidak ikhlas.
Umumnya, menurut Drajat, seorang pengemis akan memainkan peran yang disebut sebagai dramaturgi dalam sosiologi untuk mendapatkan belas kasih atau empati dari orang lain.
“Memainkan peran yang bisa dikasihani, bisa lebih lemah, lapar, lemas, tak berdaya, bisa menunjukkan tanda-tanda dia itu memang sangat membutuhkan,” terangnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.