Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Iuran Pariwisata Melalui Tiket Penerbangan, Akankah Tarif Pesawat Akan Naik?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com
Ilustrasi iuran pariwisata yang dikabarkan akan dibebankan ke tiket pesawat.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan isu yang menyebutkan bahwa pemerintah akan mengenakan iuran pariwisata melalui tiket pesawat.

Hal tersebut bermula dari unggahan pemerhati penerbangan, Alvin Lie melalui akun X pribadinya @alvinlie, Minggu (21/4/2024).

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno pun merespons isu tersebut.

Ia membenarkan bahwa pemerintah memang mengagendakan rapat untuk membahas dana pariwisata berkelanjutan yang di dalamnya terdapat iuran pariwisata.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski begitu, Sandiaga meminta masyarakat supaya tidak khawatir soal pungutan yang dibebankan dalam tiket pesawat.

"Memang ada rapat pembahasan rencana untuk dana pariwisata berkelanjutan," ujar Sandiaga dikutip dari Antara, Senin (22/4/2024).

Baca juga: Penjelasan Kemenparekraf soal Pajak Hiburan Naik yang Menuai Kritik

Tiket pesawat jadi mahal?

Terkait iuran pariwisata, Sandiaga menegaskan, hal ini tidak akan membebani masyarakat dengan harga tiket pesawat yang lebih mahal.

Menurutnya, pemerintah juga telah mendengar keluhan masyarakat soal harga tiket pesawat domestik yang mahal.

"Oleh karena itu, kita tidak akan menambah beban, tetapi kami sedang mengkaji beberapa opsi untuk pengumpulan atau koleksi dana pariwisata," ujarnya dikutip dari Kompas.com, Senin.

Sandiaga menegaskan, sampai saat ini belum ada keputusan dan besaran mengenai dana pariwisata.

Kendati demikian, ia memastikan dana tersebut awalnya tetap menggunakan anggaran pemerintah.

"Memang ada rapat koordinasi pembahasan untuk rencana dana pariwisata berkelanjutan dan per hari ini, jangan khawatir, tidak akan membebani masyarakat dengan harga tiket yang lebih mahal lagi," jelas Sandiaga.

Baca juga: Perbedaan Hotel Bintang 1, 2, 3, 4, dan 5 Menurut Kemenparekraf

Penjelasan Kemenko Marves

Terpisah, Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kemenko Maritim dan Investasi Odo RM Manuhutu ikut mengatakan, wacana tersebut masih didiskusikan oleh berbagai sektor dan masih dalam kajian awal.

Kajian tersebut mempertimbangkan beberapa faktor, di antaranya dampak sosial dan ekonomi serta mempertimbangkan upaya untuk mendukung peningkatan target pergerakan wisatawan nusantara.

"Berbagai kebijakan terkait pariwisata berkualitas bertujuan untuk memberikan manfaat signifikan yang dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat," ujar Odo dikutip dari Kontan, Selasa (23/4/2024).

"Upaya ini sekaligus mendukung Indonesia Emas 2045," sambungnya.

Baca juga: Kemenparekraf Disebut Asal Comot Konten Orang yang Diving di Labuan Bajo, Biro Komunikasi: Yang Punya Video Tak Mempermasalahkan

Faktor penentu harga tiket pesawat

Ia menyampaikan, penetapan harga pesawat sebesar 72 persen ditentukan oleh empat aspek.

Hal tersebut terdiri dari asuransi pesawat sebesar 7 persen, avtur sebesar 35 persen, sewa pesawat sebesar 14 persen, serta overhaul dan pemeliharaan, termasuk impor suku cadang sebesar 16 persen.

Odo juga menjelaskan, harga tiket pesawat di Indonesia turut dipengaruhi oleh berkurangnya jumlah pesawat yang beroperasi akibat pandemi Covid-19.

Sebelum pandemi, jumlah pesawat yang beroperasi mencapai 750 armada, namun kini menjadi hanya sekitar 400 pesawat.

Kondisi seperti itu, lanjut Odo, menyebabkan keetidakseimbangan antara penawaran dan permintaan.

"Hal lain yang mempengaruhi adalah kondisi geopolitik di berbagai wilayah dunia yang berdampak pada peningkatan harga avtur," jelasnya.

(Sumber: Kompas.com/Krisda Tiofani | Editor: Anggara Wikan Prasetya)

Baca juga: Konser Coldplay di Singapura Berlangsung 6 Hari dengan Tiket yang Lebih Murah, Kemenparekraf Buka Suara

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi