Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 31 Agu 2022

Pengajar Sosiologi Perkotaan UIN Jakarta

Aroganisme di Masyarakat Kota

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ZINTAN PRIHATINI
Polisi menjelaskan kasus pengendara Fortuner arogan dalam konferensi pers dj Mapolda Metro Jaya, Kamis (18/4/2024).
Editor: Sandro Gatra

KASUS-kasus yang menampilkan perilaku arogan di ruang publik dan kemudian viral, sering kali akhirnya menjadi sorotan dalam media massa, memunculkan pertanyaan yang mendalam mengenai akar penyebab serta implikasinya.

Ketika semakin banyak orang menggunakan instrumen tersebut sebagai upaya untuk melakukan tindakan sosial, menghemoni orang, mendominasi dan menekan, hanya karena kebutuhan untuk “lari” dari kesalahan yang diperbuatnya, memunculkan frasa baru yang mungkin bisa kita pakai: “Aroganisme”.

Tentu, aroganisme adalah gabungan istilah “arogan” dan “isme”. Meski belum baku, namun karena pelakunya makin banyak dan pengakuan sosiologisnya juga makin kentara, maka aroganisme bisa kita pergunakan untuk menggambarkan fenomena ini.

Aroganisme, sebagai bentuk perilaku sosial, merupakan tindakan yang menonjolkan superioritas seseorang terhadap orang lain yang ditunjukkannya.

Namun, untuk memahami fenomena ini secara holistik, diperlukan pengkajian lebih dalam terkait latar belakang serta dampaknya dalam dinamika sosial masyarakat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perilaku arogan tidak muncul begitu saja, melainkan sering kali dipicu situasi tertentu yang merusak relasi sosial atau melanggar norma dan hukum yang berlaku.

Hal ini dapat merugikan pihak lain, yang kemudian memicu respons dominatif sebagai upaya untuk menutupi kesalahan atau merasa di atas angin.

Pelaku arogan sering kali sadar akan kesalahannya, tetapi enggan mengakui atau memperbaikinya, lebih memilih menggunakan dominasi sebagai kunci pelariannya.

Penyebab lain dari aroganisme adalah ketidakadilan sosial. Di mana simbol-simbol kekuasaan atau status tertentu dapat memicu perilaku arogan.

Sebagai contoh orang-orang yang memiliki kelebihan kekuatan atau jabatan cenderung menggunakan aroganisme sebagai alat untuk memvisualisasikan dominasi mereka, terutama terhadap individu yang dianggap memiliki power lebih rendah.

Namun, lebih dari sekadar aksi individu, fenomena aroganisme dapat menjadi contoh dan teladan bagi yang lain.

Ketika perilaku arogan sering terjadi dan tidak direspons secara tegas oleh hukum atau norma sosial, hal ini dapat menciptakan pengikut dan akhirnya memunculkan budaya aroganisme yang meluas.

Hal ini sangat berbahaya karena aroganisme bukan hanya mengancam nilai-nilai keadaban, tetapi juga bisa mematahkan keberlanjutan peradaban itu sendiri.

Untuk menanggulangi fenomena ini, langkah-langkah konkret perlu diambil semua pihak.

Pertama, pemimpin yang memiliki mandat publik harus memperlihatkan teladan yang baik dalam tindakan mereka, menghindari penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi.

Memperkuat hal di atas, penerapan hukum haruslah menjadi prioritas utama, tanpa pandang bulu dalam menindak pelanggaran sosial. Kaidah semua sama di depan hukum, harus benar-benar hadir dan terlihat di masyarakat.

Kedua, penting untuk memahami bahwa aroganisme bukanlah gejala yang muncul secara spontan, tetapi sering kali dipicu oleh faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik yang kompleks.

Misalnya, ketidaksetaraan ekonomi yang signifikan dapat menciptakan kesenjangan antara individu atau kelompok, memunculkan sikap superioritas dan dominasi sebagai upaya untuk mempertahankan posisi yang dianggap lebih tinggi.

Selain itu, budaya korupsi yang meluas dalam struktur kekuasaan dapat merangsang perilaku aroganisme, di mana orang-orang yang berada di puncak hierarki merasa kebal terhadap hukum dan etika.

Ketiga, dalam konteks Indonesia, dinamika budaya dan tradisi sosial juga turut memengaruhi munculnya aroganisme.

Misalnya, adanya budaya hierarki yang kuat di masyarakat Indonesia dapat membuat seseorang merasa berhak untuk menunjukkan dominasi atas individu atau kelompok yang dianggap lebih rendah statusnya.

Selain itu, faktor-faktor seperti kekayaan materi, status sosial, dan kedudukan politik juga sering menjadi pemicu utama dalam perilaku arogan.

Keempat, penting untuk diingat bahwa aroganisme tidak hanya memiliki dampak pada tingkat individual, tetapi juga pada struktur sosial secara keseluruhan.

Perilaku arogan yang tidak ditindaklanjuti dengan tegas dapat memperkuat ketidaksetaraan dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat bagi demokrasi dan keadilan sosial.

Ketika aroganisme menjadi semakin merajalela, hal ini dapat mengancam stabilitas sosial dan menghambat proses pembangunan yang berkelanjutan.

Kelima, karena itu penanganan terhadap aroganisme memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terpadu.

Selain penerapan hukum yang tegas dan adil, perlu juga dilakukan upaya-upaya pencegahan melalui pendidikan dan kesadaran masyarakat.

Membangun budaya yang menghargai kerja sama, empati, dan rasa tanggung jawab sosial dapat menjadi langkah awal dalam mengatasi akar permasalahan aroganisme.

Keenam, penguatan institusi yang independen dan akuntabel juga penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan perlindungan bagi semua warga negara.

Pemerintah, lembaga masyarakat sipil, dan sektor swasta perlu bekerja sama dalam membangun sistem yang transparan dan akuntabel.

Dengan demikian, setiap individu merasa diperlakukan secara adil dan setiap pelanggaran terhadap norma sosial dan hukum bisa ditindak dengan cepat dan efektif.

Melalui kesadaran kolektif dan tindakan nyata, kita dapat menghadapi tantangan yang dihadirkan oleh fenomena aroganisme.

Perilaku arogan bukanlah ciri dari peradaban yang beradab, dan hanya dengan upaya bersama kita dapat mencegahnya merusak kesejahteraan sosial masyarakat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi