Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG Deteksi Gangguan Magnet Bumi, Apa Dampaknya di Indonesia?

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/Carl Wang
Ilustrasi planet Bumi.
|
Editor: Mahardini Nur Afifah

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi gangguan magnet Bumi atau geomagnetik mulai Jumat (10/5/2024) sampai Minggu (12/5/2024).

Hal tersebut diumumkan BMKG melalui akun Instagram resminya @infoBMKG pada Jumat (10/5/2024).

Koordinator Bidang Geofisika Potensial BMKG Muhamad Syirojudin menyampaikan, puncak geomagnetik akan terjadi pada Sabtu (11/5/2024). 

“Terjadi badai skala G4 mulai Jumat kemarin dan puncaknya pada hari ini (Sabtu) mencapai skala G5," ujar Syirojudin saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (11/5/2024).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syirojudin mengungkapkan, penyebab gangguan magnet Bumi berasal dari badai Matahari dari lontaran massa korona Matahari.

"Peristiwa ini disebabkan aktivitas corona mass ejection (CME) yang terjadi di permukaan Matahari sejak tanggal 7-9 Mei 2024,” kata dia.

Baca juga: Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Proses terjadinya gangguan magnet Bumi

Syirojudin menjelaskan, berdasarkan laporan dari Pusat Prediksi Cuaca Antariksa AS (NOAA), pada Jumat (10/5/2024), terjadi tujuh lontaran massa korona dari Matahari.

Dampak lontaran tersebut paling cepat tiba di Bumi pada Jumat tengah hari dan berlanjut hingga Minggu (12/5/2024).

“Ledakan bintik Matahari berpengaruh pada kemagnetan Bumi. Hal ini terjadi karena ledakan tersebut memancarkan gelombang radiasi yang menjalar dari permukaan Matahari sampai ke Bumi yang disebut lontaran massa korona atau CME,” jelas Syirojudin.

Lebih lanjut ia menerangkan, ketika CME menghantam medan magnet di sekitar Bumi, maka partikel bermuatan dalam ejeksi bakal dibelokkan oleh lapisan magnetosfer Bumi ke arah garis Kutub Utara dan Selatan.

Sebagai informasi, magnetosfer Bumi adalah lapisan medan magnet yang menyelubungi Bumi  dan melindungi planet ini dari pengaruh radiasi partikel angin Matahari.

Lapisan tersebut berbentuk seperti lingkaran dengan titik terkuat pada lintang rendah.

Ketika CME mengenai magnetosfer Bumi, dampaknya bisa memicu gangguan badai magnet Bumi. Imbas ini paling besar dirasakan di daerah lintang tinggi.

“Sementara di daerah lintang rendah, seperti Indonesia, dampaknya relatif lebih kecil terasa,” imbuh Syirojudin.

Baca juga: Indonesia Dilanda Suhu Panas Awal Mei 2024, Benarkah Itu “Heatwave”?

Skala gangguan magnet Bumi di Indonesia

Syirojudin menuturkan bahwa jaringan sensor magnet bumi BMKG di seluruh Indonesia telah mendeteksi badai magnet Bumi dengan skala moderat, pada Sabtu.

Badai tersebut bersumber dari ledakan bintik matahari mati yang terjadi pada tanggal 7-9 Mei 2024 seperti yang disampaikan oleh NOAA.

Aktivitas di permukaan Matahari tersebut dapat menyebabkan terlepasnya energi radiasi dalam jumlah besar berupa CME yang dapat mengakibatkan badai magnet Bumi skala kuat atau skala G5.

Sebagai informasi, skala dampak badai magnet Bumi bisa ditakar dengan G1, G2, G3, G4, dan G5. Penjelasannya dapat disimak melalui gambar di bawah ini:

Berdasarkan hasil monitoring BMKG dari nilai Kp-indeks di atas, peristiwa tersebut mulai puncaknya di permukaan Bumi pada pukul 7 UTC, tanggal 11 Mei 2024, dan dapat berlangsung selama tiga hari.

Untuk diketahui, Kp-indeks adalah nilai rata-rata K-indeks dari beberapa wilayah di Indonesia yang menginformasikan tingkat gangguan medan magnet Bumi setiap tiga jam di wilayah Indonesia.

“Nilai Kp-indeks maksimum yang tercatat adalah 8. Hal ini mengindikasikan badai magnet bumi dengan tingkat kuat,” jelas Syirojudin.

Baca juga: Warganet Sebut Suhu Kalimantan Sangat Panas, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Dampak gangguan magnet Bumi di Indonesia

Syirojudin mengungkapkan, indeks badai KP 8 setara dengan gangguan magnetik sebesar 240 nT yang berdampak langsung pada daerah lintang menengah sampai tinggi.

Kondisi tersebut mendorong diperlukannya koreksi sistem pembangkit listrik tenaga tinggi untuk wilayah lintang menengah-tinggi.

Selain itu, indeks badai KP 8 juga menyebabkan terjadinya gangguan pada navigasi satelit dan radio frekuensi rendah.

Dampak lainnya adalah munculnya aurora dengan intensitas rendah yang dilaporkan terlihat di Illinois dan Oregon, AS.

Sementara di wilayah dengan lintang rendah, menurut Syirojudin, dampaknya bisa mengganggu jaringan komunikasi berbasis satelit.

“Dampak badai ini untuk wilayah Indonesia yang berada pada lintang rendah bisa terjadi gangguan pada jaringan komunikasi berbasis satelit, seperti Starlink. Akan sulit tersambung (koneksinya)", jelas Syirojudin.

Baca juga: Badai Matahari Besar Picu Kemunculan Aurora di Inggris sampai AS, Apa Dampaknya?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi