KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan kecaman terhadap film Vina: Sebelum 7 Hari yang dianggap kontroversial.
Film tersebut mengangkat tentang kisah pembunuhan Vina, gadis 16 tahun asal Cirebon, Jawa Barat oleh sejumlah anggota geng motor pada 2016.
Selain dibunuh, Vina juga diperkosa secara bergantian oleh pelaku hingga akhirnya meninggal di lokasi kejadian, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (11/5/2024).
Sutradara film Vina: Sebelum 7 Hari, Anggy Umbara mengatakan, dirinya ingin mengangkat cerita tersebut karena kasusnya dinilai belum terselesaikan sejak 2016.
Selain itu, Anggy menjelaskan, pihak produksi sudah mendapatkan izin dari keluarga Vina untuk diangkat ke layar lebar.
Terkait dengan film yang dianggap kontroversial dan harus diboikot, Anggy heran dengan ungkapan tersebut.
"Ya kita kan kisah nyatanya seperti itu, kita dari true story dan menurut saya film ini penting untuk diangkat lagi, kasusnya diusut lagi, karena memang belum selesai," dilansir dari Kompas.com, Jumat (10/5/2024)
Baca juga: Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye
Penjelasan Lembaga Sensor Film
Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia, Rommy Fibri Hardiyanto menilai, film Vina: Sebelum 7 Hari merupakan film drama thriller dan crime.
Dalam genre tersebut, film juga menyajikan adegan kekerasan, penganiayaan, pemerkosaan, dan pembunuhan.
Untuk adegan tersebut, Rommy menilai bahwa adegan kekerasan baik fisik atau visual proporsional tidak tampak unsur kesadisan.
Selain itu, adegan pemerkosaan yang dikritik juga minim dari unsur ketelanjangan. Selain itu, para pemerkosa dalam film tersebut tidak tereksploitasi seksnya secara ganas dan liar.
Rommy menjelaskan, adegan kekerasan dalam film Vina: Sebelum 7 Hari tidak tersaji atau tervisual secara jelas.
“Bagi LSF, film-film bertemakan kekerasan hanya dapat dipertunjukkan bagi penonton dewasa,” ungkap Rommy saat dihubungi Kompas.com, Minggu (12/5/2024).
Terkait dengan kriteria sensor, Rommy mengatakan, kriteria-kriteria penilaian LSF atas film Vina: Sebelum 7 Hari merupakan film pengungkapan satu kasus yang dikemas secara sinematis.
Selain itu, film tersebut juga dinyatrakan lulus untuk dewasa berusia 17 atau lebih dengan catatan kekerasan proporsional tidak sadis secara visual dan tidak vulgar dalam pengambilan gambar dari berbagai sudut.
Kriteria tersebut terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film dalam pasal 35.
Baca juga: Pintu Kayu di Film Titanic Dilelang dan Laku Rp 11 Miliar, Apa Spesialnya?
Kelanjutan isu boikot film
Terkait isu boikot karena mengundang kontroversi, LSF selalu memberikan penilaian terhadap semua film.
Rommy menjelaskan, semua film yang masuk ke LSF, baik nasional atau dari luar negeri dan apapun genre yang diambil akan dilakukan penilaian.
Film-film yang tidak sesuai pedoman kriteria penyensoran atau tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, maka LSF akan memberi catatan dan masukan kepada pemiliknya.
“Untuk film yang dianggap kontroversi, LSF akan membuka ruang dialog, baik kepada pemilik, termasuk terus melakukan literasi film kepada masyarakat,” jelas Rommy.
Menurutnya, film yang beredar semaunya dinilai atas dasar perlindungan masyarakat dari dampak negatif film.
Baca juga: Kontroversi Film Kiblat, Ditegur MUI dan Belum Lolos LSF
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.