Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Temukan Kemungkinan Asal-usul Medan Magnet Matahari, Berbeda dari Perkiraan

Baca di App
Lihat Foto
iStockphoto/mikdam
Ilustrasi matahari.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Para ilmuwan telah menemukan kemungkinan asal mula medan magnet Matahari.

Dikutip dari CNN, Rabu (22/5/2024), temuan ini sekaligus membantah dugaan para ilmuwan selama ini.

Dengan menggunakan simulasi komputer yang kompleks, mereka mendapati medan magnet Matahari muncul dari ketidakstabilan plasma di seluruh lapisan terluar permukaan Matahari, bukan bukan dari dalam bintang.

Jika benar, temuan ini dapat memberi peluang yang lebih baik untuk memprediksi jilatan api Matahari dan badai yang dapat menyebabkan pemadaman listrik, melumpuhkan internet, dan bahkan membuat satelit jatuh ke Bumi.

Para peneliti mengungkapkan temuan mereka dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Muncul Bintik Matahari Baru, Akankah Kembali Picu Aurora?


Bagaimana penelitian menjelaskan penemuan tersebut?

Dilansir dari Live Science, Rabu, Matahari adalah bola plasma raksasa dengan muatan ion-ion yang berputar untuk menciptakan medan magnet kuat.

Wilayah plasma yang mengalir dan bergolak tersebut dikenal sebagai "zona konveksi", yang mencakup sepertiga teratas radius Matahari, membentang dari permukaan hingga sekitar 124.000 mil (200.000 kilometer) di bawah permukaannya.

Meski demikian, garis-garis medan magnet tidak dapat bersilangan satu sama lain, sehingga terkadang menjadi kusut dan patah secara tiba-tiba.

Kondisi itu memicu semburan radiasi yang disebut jilatan api Matahari atau gumpalan besar material surya yang disebut lontaran massa koronal (CME) ke luar angkasa.

Baca juga: Virus Raksasa Berusia 1,5 Miliar Tahun Ditemukan di Yellowstone, Ungkap Asal-usul Kehidupan di Bumi

Setelah diluncurkan, CME bergerak dengan kecepatan jutaan mil per jam dan menyapu partikel bermuatan dari angin Matahari untuk membentuk gabungan gelombang raksasa.

Jika diarahkan ke Bumi, gelombang raksasa itu dapat memicu badai geomagnetik.

Namun, para peneliti tidak yakin secara pasti dari mana sebagian besar daya tarik Matahari berasal.

Sebelumnya, para ilmuwan telah mencoba menyelesaikannya menggunakan simulasi komputer 3D untuk memetakan aliran plasma. Akan tetapi, model ini cenderung terlalu sederhana.

“Simulasi tersebut memerlukan jutaan jam pada fasilitas superkomputer nasional, namun apa yang dihasilkannya masih jauh dari gejolak Matahari sebenarnya,” kata Burns.

Baca juga: Bukan Mei 2024, Ini Badai Matahari Terkuat yang Pernah Tercatat dalam Sejarah

Gunakan data yang berbeda dari sebelumnya

Untuk studi baru ini, para peneliti beralih ke data yang diambil dari bidang yang dikenal sebagai helioseismology.

Penelitian tersebut menggunakan pengamatan getaran yang melintasi permukaan luar Matahari untuk menyimpulkan struktur di dalamnya.

Dengan model algoritma getaran permukaan, hasilnya menunjukkan perubahan aliran plasma pada 5-10 persen teratas permukaan Matahari, paling sesuai dengan medan magnet yang terlihat dari luar.

Ketika mereka menambahkan kemungkinan efek yang dihasilkan oleh lapisan Matahari yang lebih dalam, gambarannya menjadi lebih suram dan tidak lagi berpasangan dengan medan magnet Matahari yang diamati.

Baca juga: Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

“Fitur-fitur yang kita lihat saat melihat Matahari, seperti corona yang banyak dilihat orang saat gerhana Matahari baru-baru ini, bintik Matahari, dan jilatan api Matahari, semuanya terkait dengan medan magnet Matahari,” kata Burns.

“Kami menunjukkan bahwa gangguan terisolasi di dekat permukaan Matahari, jauh dari lapisan terdalam, dapat berkembang seiring berjalannya waktu sehingga berpotensi menghasilkan struktur magnet yang kita lihat,” tambahnya.

Dengan mengembangkan lebih lanjut model mereka, para peneliti berharap dapat lebih memahami dan memprediksi badai Matahari.

Baca juga: Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi