Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar
Bergabung sejak: 28 Jul 2022

Antropolog, Dosen Unismuh Makassar, dan Pegiat Gerakan Sosial

Film Vina dan Fenomena "Crimetainment"

Baca di App
Lihat Foto
INSTAGRAM @deecompany_official.
Film VINA: Sebelum 7 Hari
Editor: Sandro Gatra

FILM "Vina: Sebelum 7 Hari" menjadi pemicu munculnya kembali ingatan publik tentang kisah nyata kasus pemerkosaan dan pembunuhan Vina Dewi Arsita serta Muhammad Rizky atau Eki (16) di Cirebon pada 2016.

Film ini berhasil menarik perhatian luas dengan lebih dari 5 juta penonton per Rabu (22/5/2024). Film ini juga dianggap berhasil mendorong pihak kepolisian menangkap Pegi Perong, salah satu dari tiga buronan kasus tersebut di Bandung, Jawa Barat.

Cerita yang disajikan dalam film ini, meskipun menimbulkan pro dan kontra, berhasil memicu kembali perhatian publik terhadap kasus yang belum sepenuhnya terungkap.

Dengan penggarapan yang intens dan adegan-adegan kontroversial, film ini menggambarkan dinamika dan kompleksitas kasus tersebut.

"Crimetainment"

Film "Vina: Sebelum 7 Hari" adalah contoh nyata dari crimetainment di Indonesia. Crimetainment, perpaduan dari "crime" dan "entertainment," menggambarkan tren media yang memadukan elemen kriminalitas dengan hiburan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena ini sering terlihat dalam film, serial televisi, dan dokumenter yang mengangkat kasus kriminal nyata dengan pendekatan dramatis dan menarik perhatian publik.

Crimetainment memiliki daya tarik tersendiri karena menggabungkan rasa ingin tahu, adrenalin, dan empati penonton terhadap korban serta pelaku kejahatan.

Crimetainment memiliki dampak ganda terhadap penegakan hukum. Di satu sisi, film seperti "Vina: Sebelum 7 Hari" dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kasus-kasus kriminal yang belum terselesaikan dan mendorong aparat penegak hukum untuk bertindak lebih cepat dan tegas.

Film ini telah berhasil menarik perhatian kembali pada kasus pembunuhan Vina dan mendorong penyelidikan lebih lanjut terhadap tiga pelaku yang masih buron.

Namun, di sisi lain, crimetainment juga dapat memunculkan risiko eksploitasi tragedi pribadi untuk tujuan komersial.

Adegan-adegan kekerasan dan pemerkosaan dalam film ini, misalnya, menuai kritik karena dianggap tidak sensitif terhadap keluarga korban dan berpotensi mengeksploitasi penderitaan mereka demi rating dan keuntungan finansial.

Tinjauan "Cultural Studies"

Dalam membaca fenomena crimetainment, terutama dalam konteks film "Vina: Sebelum 7 Hari", penulis tertarik merefleksikan film tersebut dengan pendekatan cultural studies.

Cultural studies merupakan pendekatan interdisipliner yang mempelajari bagaimana budaya memengaruhi dan membentuk masyarakat. Pendekatan ini mempertimbangkan berbagai aspek seperti identitas, kekuasaan, ideologi, dan representasi.

Pertama, Representasi dan Ideologi. Crimetainment sering kali menyoroti bagaimana kasus kriminal direpresentasikan dalam media.

Dalam film "Vina: Sebelum 7 Hari," representasi Vina sebagai korban dan para pelaku kejahatan menjadi pusat perhatian.

Film ini tidak hanya menyajikan kisah kriminal, tetapi juga membentuk cara pandang masyarakat terhadap korban dan pelaku.

Dalam perspektif cultural studies, penting untuk mengeksplorasi bagaimana film ini mengkonstruksi identitas korban dan pelaku, serta ideologi apa yang disebarkan melalui representasi tersebut.

Apakah film ini memperkuat stereotip tertentu atau membuka ruang untuk diskusi yang lebih kritis tentang keadilan dan korban kekerasan?

Kedua, Komodifikasi Tragedi. Salah satu kritik utama terhadap crimetainment adalah komodifikasi tragedi, di mana penderitaan individu atau kelompok diubah menjadi produk komersial untuk konsumsi publik.

Dalam kasus "Vina: Sebelum 7 Hari," kisah tragis Vina Dewi Arsita diangkat ke layar lebar dan dikemas sedemikian rupa untuk menarik minat penonton.

Cultural studies menyoroti bagaimana praktik ini tidak hanya menghasilkan keuntungan finansial, tetapi juga memengaruhi cara masyarakat memahami dan merespons tragedi.

Komodifikasi semacam ini dapat menimbulkan pertanyaan etis tentang sensitivitas terhadap keluarga korban dan implikasi moral dari mengkomersialisasi penderitaan seseorang.

Ketiga, Kekuasaan dan Pengaruh Media. Media memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik dan memengaruhi tindakan sosial.

Crimetainment, melalui film seperti "Vina: Sebelum 7 Hari," dapat meningkatkan kesadaran publik tentang kasus kriminal tertentu dan mendorong tindakan lebih lanjut dari penegak hukum.

Film ini memperkuat adagium "No Viral No Justice". Pengungkapan kasus hukum akan lebih efektif, jika jadi bahan percakapan media, khususnya media sosial.

Namun, kekuatan ini juga datang dengan tanggung jawab untuk menyajikan informasi secara akurat dan etis.

Analisis cultural studies menyoroti bagaimana kekuasaan media digunakan untuk membentuk narasi dan bagaimana hal ini dapat memengaruhi tindakan kolektif dan individu.

Dalam konteks film ini, penting untuk mengevaluasi sejauh mana representasi kasus Vina mendorong penegakan hukum yang lebih efektif versus sejauh mana ia hanya menambah popularitas dan keuntungan komersial.

Secara keseluruhan, dampak sosial dan budaya dari crimetainment melalui film "Vina: Sebelum 7 Hari" sangat signifikan.

Film ini tidak hanya menghibur, tetapi juga berfungsi sebagai alat edukasi dan advokasi yang dapat memengaruhi persepsi, nilai, dan norma sosial tentang keadilan, kekerasan seksual, dan hak-hak korban.

Dengan meningkatkan kesadaran publik dan mendorong perubahan sosial, crimetainment memiliki potensi untuk memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.

Namun, penting untuk memastikan bahwa eksploitasi tragedi pribadi demi keuntungan komersial diminimalkan, dan bahwa representasi yang disajikan dalam film-film ini dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan sensitivitas.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi