KOMPAS.com - Unggahan foto yang memperlihatkan politisi Amerika Serikat (AS), Nikki Haley sedang menuliskan "Finish Them (Habisi Mereka)" di sebuah rudal Israel, ramai di media sosial X.
Foto tersebut diunggah di media sosial X pada Selasa (28/5/2024) oleh Danny Danon, anggota parlemen Israel dan mantan Duta Besar Israel untuk PBB, yang mendampingi Haley saat melakukan kunjungan di dekat perbatasan utara Israel dengan Lebanon.
Dalam unggahan tersebut tampak Haley sedang berjongkok sambil menulis di sebuah rudal dengan spidol warna ungu.
"Habisi mereka! Inilah yang ditulis teman saya, mantan duta besar, Nikki Haley hari ini tentang peluru saat berkunjung ke pos artileri di perbatasan utara. Waktunya telah tiba untuk mengubah keadaan, penduduk Tirus dan Sidon akan mengungsi, penduduk utara akan kembali. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) bisa menang," tulis unggahan tersebut.
Lantas, siapa itu Nikki Haley?
Baca juga: Israel Serang Kamp Pengungsi di Rafah, 21 Tewas, Bantuan ke Gaza Terhenti
Profil Nikki Haley
Dilansir dari Britannica, Nimrata Nikki Randhawa Haley atau yang dikenal sebagai Nikki Haley merupakan perempuan kelahiran Bamberg, Carolina Selatan, AS, 20 Januari 1972.
Orangtuanya adalah imigran Sikh dari Punjab, India.
Haley dibesarkan sebagai Sikh dan orang tuanya mengenalkannya pada agama lain saat tumbuh dewasa.
Dia kemudian masuk kristen dan menghadiri Gereja Metodis Bersatu Mt. Horeb.
Haley lulusan dari Clemson University dengan gelar Bachelor of Science di bidang Akuntansi.
Ia kemudian menikah dengan Michael Hales pada 1996 dan mengadakan dua upacara pernikahan, satu Sikh dan satu Metodis.
Suami Haley, Michael menjabat sebagai perwira di Garda Nasional Angkatan Darat Carolina Selatan.
Baca juga: Warga Israel Ramai-ramai Rusak Bantuan Indomie untuk Warga Gaza, AS dan Inggris Murka
Karier Nikki Haley di dunia politik
Haley mengawali karier politiknya tahun 2004. Saat itu, ia memenangkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) negara bagian AS.
Ia berkampanye dengan platform tradisional Partai Republik yang mencakup pemotongan pajak, kontrol imigrasi, dan pembatasan aborsi.
Haley mulai menjabat pada tahun berikutnya dan terpilih kembali pada 2008.
Selanjutnya pada 2010, Haley mencalonkan diri sebagai gubernur Carolina Selatan, AS dan mendapatkan dukungan dari gerakan Tea Party, terutama Sarah Palin.
Gerakan Tea Party adalah gerakan politik konservatif di Amerika Serikat yang muncul pada 2009.
Kampanye tersebut berlangsung sengit, di mana Haley menjadi sasaran hinaan rasial dan tuduhan perselingkuhan.
Akan tetapi, Haley berhasil mengalahkan kandidat yang lebih berpengalaman dalam pemilihan pendahuluan dan kemudian memenangkan pemilihan umum.
Ketika menjabat pada 2011, Haley membuat sejarah sebagai perempuan pertama dan orang pertama dari etnis minoritas yang memegang jabatan gubernur.
Selama masa jabatan pertamanya, perekonomian Carolina Selatan terus tumbuh seiring dengan turunnya tingkat pengangguran.
Ia kemudian bisa dengan mudah memenangkan pemilihan kembali pada tahun 2014.
Pada 2015, Haley menarik perhatian nasional setelah Dylann Roof, seorang pria kulit putih, melepaskan tembakan selama pertemuan pembelajaran Alkitab di Gereja Episkopal Metodis Afrika Emanuel di Charleston. Insiden itu menewaskan sembilan orang Afrika-Amerika.
Baca juga: Tentara Israel Disengat Ratusan Tawon Saat Lakukan Operasi Militer di Jalur Gaza
Duta besar AS untuk PBB
Pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump, Haley menjabat sebagai duta besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2017-2018.
Sebagai duta besar PBB, Haley mengembangkan reputasi sebagai orang yang blak-blakan, terutama mengenai Iran dan Korea Utara, yang keduanya saat itu sedang menjalankan program nuklir.
Selanjutnya pada 2018, Haley mendukung keputusan Trump untuk menarik diri dari perjanjian nuklir dengan Iran pada 2015, meskipun negara-negara penandatangan lainnya, seperti China, Perancis, Rusia, Jerman, dan Inggris mengisyaratkan bahwa mereka berkomitmen terhadap perjanjian tersebut.
Haley juga menyatakan, AS tidak akan pernah menerima nuklir Korea Utara. Selain itu, ia mengatakan bahwa rezim Korea Utara akan “hancur total” jika terjadi perang.
Meski demikian, Haley terkadang juga menentang beberapa keputusan Donald Trump dan orang-orang lain di pemerintahannya.
Haley sangat kritis terhadap campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden AS tahun 2016, dan menyebutnya sebagai “peperangan.”
Pada Oktober 2018, Haley mengumumkan bahwa dia mengundurkan diri sebagai duta besar PBB, dan dia meninggalkan jabatannya pada Desember.
Kemudian pada 2019 Haley bergabung dengan dewan direksi Boeing, tetapi dia mengundurkan diri pada tahun berikutnya.
Hal itu dilakukan karena ia merasa keberatan dengan keputusan perusahaan untuk mencari dana talangan pemerintah federal selama pandemi Covid-19.
Baca juga: Ada Andil AS di Balik Kecelakaan Heli yang Menewaskan Presiden Iran
Pencalonan presiden AS 2024
Selama ini Haley tetap aktif di dunia politik. Meskipun dia terus mendukung Trump, Haley mengkritik tanggapannya terhadap serangan terhadap Capitol AS pada Januari 2021.
Dua tahun kemudian dia mengumumkan untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden pada tahun 2024.
Pencalonan tersebut sekaligus menjadikan Haley sebagai orang pertama di Partai Republik yang menantang Trump, yang telah mengumumkan terlebih dahulu pencalonannya pada tahun 2022.
Perebutan tempat sebagai calon presiden dari Partai Republik semakin memanas ketika Mike Pence, Chris Christie, dan Ron DeSantis, turut mengikuti kontes tersebut.
Meski demikian, Haley akhirnya muncul sebagai lawan utama Trump, yang mempertahankan keunggulan besar dalam jajak pendapat.
Saat itu, Trump dengan mudah menempati posisi pertama, sementara Haley menempati posisi ketiga.
Beberapa kandidat kemudian mengundurkan diri dari pencalonan, menjadikannya pertarungan dua orang antara mantan presiden dan Haley.
Memasuki pemilihan pendahuluan di New Hampshire seminggu kemudian, muncul spekulasi bahwa Haley akan menang.
Namun, dia tertinggal 11 persen dari perolehan Trump. Meski tampil mengecewakan, dia mengeklaim bahwa persaingan “masih jauh dari kata selesai”.
Haley kemudian kalah dalam serangkaian kontes, termasuk di negara bagian asalnya, Carolina Selatan, sebelum memenangkan pemilihan pendahuluan pertamanya, di Washington DC.
Dengan kemenangan itu, ia menjadi wanita pertama yang memenangkan pemilihan pendahuluan atau kaukus presiden dari Partai Republik.
Namun, Haley terus tertinggal jauh dari Trump dalam hal delegasi. Setelah penampilan buruk di Super Tuesday, Haley mengundurkan diri dari pencalonan pada Maret 2024.
Baca juga: Covid-19 Varian FLiRT Terdeteksi di AS, Memicu Peringatan Lonjakan Kasus di Musim Panas
Bukan pertama kalinya
Dilansir dari Mothership, Kamis (30/5/2024), pesan "Habisi mereka" yang dituliskan Nikki Haley bukanlah hal baru.
Dalam wawancara 7 Oktober 2023, setelah Hamas melancarkan serangannya, Haley dilaporkan meminta Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu untuk "menghabisinya", mengacu pada Hamas.
Haley mengulangi pesan itu baru-baru ini dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Israel, Israel Hayom, yang diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2024.
"Kami tahu selama Hamas masih ada, hal ini bisa terjadi lagi, dan itulah mengapa saya sudah mengatakan sejak awal, Anda harus menyelesaikannya untuk selamanya," ujarnya.
Haley menambahkan dalam wawancara dengan Israel Hayom bahwa Israel “tidak melakukan kesalahan apa pun” dalam invasi dan pemboman terhadap Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober.
Ia bahkan mengatakan bahwa AS harus terus mendukung Israel tanpa syarat.
“Israel, mereka adalah orang baik. Dan Anda tahu apa yang saya ingin orang Israel ketahui? Anda melakukan hal yang benar. Jangan biarkan siapa pun membuat Anda merasa salah," kata dia dikutip dari New York Times, rabu (29/5/2024).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.