Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini yang Terjadi jika Tapera Tetap Dilanjutkan

Baca di App
Lihat Foto
Dok. BP Tapera
Perumahan Subsidi (Rumah Tapera) KPR FLPP, Perumahan Gemstone, NTT
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Pemerintah akan menarik iuran wajib bagi pekerja sebesar 3 persen untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Peraturan itu merujuk kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016.

Dalam aturan itu, disebutkan 3 persen iuran tersebut terdiri dari 2,5 persen dibayarkan pekerja dan 0,5 persen dibayar pemberi kerja.

Pemerintah berencana memulai program Tapera paling lambat pada 2027, setelah adanya peraturan teknis oleh Menteri Keuangan dan Menteri Ketenagakerjaan.

Namun, lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) menemukan beberapa potensi dampak buruk yang akan terjadi jika Tapera tetap diberlakukan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Perjalanan Tapera, Digulirkan Saat Era SBY dan Kini Dijalankan Jokowi


Pengurangan tenaga kerja

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira mengungkapkan, efek penerapan Tapera yang paling signifikan dapat terlihat pada pengurangan tenaga kerja.

Jika Tapera diterapkan, sebanyak 466,83 ribu pekerjaan diperkirakan akan hilang. Kondisi ini disebabkan terjadi pengurangan konsumsi dan investasi dari perusahaan yang perlu membayarkan iuran Tapera untuk pekerjanya.

"Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja," kata Bhima dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Senin (3/6/2024).

Bhima tak memungkiri bahwa Tapera akan meningkatkan penerimaan bersih negara mencapai Rp 20 miliar dari iuran yang diterima dari pekerja dan perusahaan.

Namun, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain.

Baca juga: Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Pendapatan nasional turun

Sementara itu, Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda mengungkapkan, penerapan kebijakan Tapera dapat menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan nasional mencapai Rp 1,21 triliun.

"Menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi nasional," ujarnya.

Penurunan ini disebabkan oleh pembayaran iuran Tapera yang berpotensi mengurangi jumlah pendapatannya. Jika pendapatan berkurang, tingkat konsumsi rumah tangga ikut menurun.

Penurunan konsumsi rumah tangga otomatis akan berdampak pada turunnya PDB. Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai atas barang dan jasa yang diproduksi suatu negara pada periode tertentu.

Tak hanya itu, kebijakan Tapera juga menurunkan surplus atau keuntungan bisnis sebesar Rp 1,03 triliun.

"Mengindikasikan bahwa profitabilitas dunia usaha secara agregat di berbagai sektor menurun akibat kebijakan ini," jelas dia.

Baca juga: Menilik Program Mirip Tapera di China, Iuran Wajib, Dipotong dari Gaji Bulanan

Daya beli masyarakat berkurang

Nailul menilai, Tapera juga membuat daya beli masyarakat berkurang. Pasalnya, mereka harus membayar iuran dari pendapatan setiap bulan.

"Adanya kenaikan iuran akan mengurangi pendapatan. Ketika pendapatan berkurang, maka konsumsi akan berkurang," terang dia.

Padahal, lanjutnya, tingkat konsumsi masyarakat merupakan salah satu pembentuk Produk Domestik Bruto. Pengurangan konsumsi makan mengurangi PDB yang berkaitan dengan pendapatan negara.

"Pendapatan pekerja turut terdampak, dengan kontraksi (penurunan aktivitas ekonomi) sebesar Rp 200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat juga berkurang," lanjutnya.

Penurunan daya beli masyarakat juga akan menurunkan permintaan berbagai jenis sektor usaha.

Baca juga: Moeldoko Sebut Tapera Tak Akan Senasib dengan Asabri, Apa Antisipasinya Agar Tak Dikorupsi?

Jumlah rumah belum memenuhi

Dia melanjutkan, Indonesia masih memiliki masalah backlog perumahan atau kondisi belum terpenuhinya jumlah unit perumahan yang dibutuhkan pada suatu wilayah tertentu.

Masalah jumlah perumahan yang tersedia bagi masyarakat ini akan terus ada, meskipun kebijakan Tapera berjalan

"Adapun alasan backlog sempat mengalami penurunan lebih disebabkan oleh perubahan gaya anak muda yang memilih tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah lainnya," jelas dia.

Baca juga: Iuran Tapera Dinilai Belum Bisa Dijalankan, Ini Alasannya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi