Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Nama Marga Jepang Memiliki Arti Tak Biasa?

Baca di App
Lihat Foto
Pixabay/johnny_px
Ilustrasi orang Jepang.
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Sebuah unggahan yang menyebut nama marga Jepang disebut memiliki arti tak biasa, viral di media sosial.

Unggahan itu dibagikan akun media sosial X (Twitter) @JPFBASE pada Senin (3/6/2024).

Dalam unggahannya, warganet menyebutkan banyak orang Indonesia yang ingin memiliki marga Jepang. Padahal, nama marga Jepang mengandung arti yang tak biasa.

"Marga Jepang kalo ditranslate jadi kayak nama absurd macem Slamet Gunung, Robby Sungai, Pasya Hutan," tulisnya.

Lantas, benarkah warga Jepang memiliki nama marga yang artinya tidak biasa?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Ramai soal Tren Pernikahan Tanpa Rasa Cinta dan Hasrat Seksual di Jepang, Apa Itu?


Sejarah nama marga Jepang

Lektor bidang linguistik bahasa Jepang di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadajran, Inu Isnaeni Sidiq menuturkan, nama marga orang Jepang berkaitan dengan sejarah perkembangannya.

"Dulu marga itu hanya dimiliki oleh kalangan bangsawan saja," ujar dia saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (5/6/2024).

Inu menjelaskan, masyarakat Jepang mengenal nama marga sekitar zaman Heian pada 794-1185 Masehi.

Baca juga: Kisah Nenek di Jepang, Beri Makan Gratis Ratusan Anak Selama Lebih dari 40 Tahun

Namun, nama keluarga atau marga saat itu hanya dimiliki para bangsawan, misalnya Oda atau Fujjiwara.

Nama-nama tersebut, katanya, berbeda dengan marga yang sekarang dipakai orang Jepang.

Pasalnya, nama marga zaman dulu berupa nama biasa, bukan adaptasi dari kata-kata dalam bahasa Jepang.

"Nama-nama itu juga sampai saat ini masih ada dan digunakan oleh keturunan keturunan bangsawan terdahulu," lanjutnya.

Baca juga: Pria Jepang yang Habiskan Rp 213 Juta demi Jadi Anjing, Kini Ingin Jadi Hewan Berkaki Empat Lain

Nama Jepang dari unsur alam

Inu melanjutkan, pemakaian marga terhadap orang-orang Jepang yang bukan bangsawan umumnya dimulai pada masa restorasi Meiji sekitar 1868 Masehi.

"Sebagai upaya untuk mereformasi pencatatan administrasi kependudukan saat itu, supaya memudahkan," jelasnya.

Menurut dia, masyarakat Jepang pada zaman Meiji mengambil contoh pencatatan administrasik penduduk dari sistem pencatatan nama di Amerika atau Eropa barat.

Karena itu, tiba-tiba warga Jepang harus memiliki nama marga.

Baca juga: Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

"Maka mereka mengambil atau membuat nama dari unsur-unsur alam yang dekat dengan diri mereka," ungkap Inu.

Inu mencontohkan, pengambilan unsur-unsur alam ini memunculkan nama marga dari suatu tempat. Misalnya, marga Tanaka berasal dari kata "ta" yang berarti "sawah" dan "naka" berarti tengah.

"Bisa jadi mungkin mereka tinggal di dekat pesawahan atau mungkin petani padi," lanjutnya.

Dia menambahkan, Jepang saat ini tidak mengenal pembuatan marga baru. Artinya, nama-nama masyarakat Jepang sekarang berasal dari marga yang dibuat dari era Meiji dengan unsur-unsur alam.

"Yang ada sekarang adalah keturunan dari marga-marga yang ada sejak dulu yang dibuat pada masa restorasi Meiji," imbuh Inu.

Baca juga: Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi