KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia telah menyetujui perpindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur melalui pengesahan Undang-undang IKN pada 18 Januari 2022.
Sejak saat itu, pembangunan IKN terus digenjot di bawah kepemimpinan Otorita IKN (OIKN), dengan mendirikan fasilitas dan infrastruktur yang dibutuhkan.
Dikutip dari laman DPR, proyek IKN membutuhkan pembiayaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), Perjanjian Kerja Badan Usaha (KPBU) terkait pemanfaatan atau pemindahtanganan Barang Milik Negara (BMN), serta investasi swasta.
Pembangunan IKN direncanakan menggunakan anggaran total Rp 466 triliun. Anggaran itu terdiri dari pengeluaran APBN Rp 90,4 triliun, investasi swasta Rp 123,2 triliun, dan KPBU Rp 252,5 triliun.
Sebelum Indonesia pindah ibu kota, sejumlah negara di dunia tercatat pernah memindahkan ibu kotanya ke wilayah lain karena berbagai alasan.
Lalu, bagaimana kondisi ibu kota-ibu kota negara yang pernah pindah ini?
Baca juga: Mendagri Ingin Jakarta seperti New York dan Melbourne Usai Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara
Ibu kota Myanmar diputuskan pindah dari Yangoon ke Naypyidaw pada 2001. Lokasi yang baru terpilih dengan alasan keadilan, keamanan, dan berkat ada nasihat spiritual.
Pembangunan ibu kota baru dimulai pada 2005 sejauh 320 kilometer dari Yangoon. Diperkirakan, biaya pembangunan mencapai 4 miliar dollar AS.
Diberitakan Kompas.id (11/1/2024), Myanmar membangun istana dan gedung parlemen yang megah, kantor-kantor kementerian, rusun-rusun tempat tinggal pegawai di Naypyidaw.
Namun, terlepas dari fasilitas dan bangunan yang mewah, situasi Naypyidaw cenderung sepi, terutama pada Jumat sore.
Sebagian besar pegawai pemerintah dan pejabat pulang ke Yangoon dengan bus karena keluarga mereka tetap tinggal di Yangoon. Mereka pergi lagi ke Naypyidaw pada Senin pagi.
Akibatnya, Naypyidaw seakan menjadi kota luas dengan jalanan lebar yang kosong. Beberapa hotel kelas atas yang dibuka pada 2011 untuk mengakomodasi tamu pemerintah dan pebisnis juga jarang digunakan.
Baca juga: Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?
2. Brasilia, BrasilBrasil memindahkan ibu kota dari Rio de Janeiro ke Brasilia dengan alasan menghindari kemacetan dan mencari lokasi lebih strategis.
Pembangunan dimulai pada 1960. Presiden Juscelino Kubitschek menargetkan pembangunan ini selesai lima tahun.
Saat itu, pembangunan ibu kota baru memakan biaya 1,5 miliar dollar AS.
Pembangunan ibu kota Brasilia membebani perekonomian negara sampai memicu krisis.
Ini diakibatkan bank terlalu banyak mencetak uang untuk proyek tersebut. Inflasi bahkan naik sampai 200 persen setahun.
Anggaran negara juga diperkirakan defisit untuk membangun ibu kota. Pada 1975, harga makanan dan barang-barang naik setiap hari. Dampak ekonomi itu bahkan terasa sampai 10 tahun setelahnya.
Baca juga: Ramai soal Video WNA Sebut IKN Ibukota Koruptor Nepotisme, Jubir OIKN: Bukan di Wilayah IKN
3. MesirPembangunan ibu kota baru di Mesir Mesir saat ini sedang berlangsung. Kota yang dinamai New Cairo City itu berada di sebelah tenggara Kairo dengan jarak 50 kilometer.
Dikutip dari Reuters (8/8/2019), kota ini sebenarnya direncanakan dibuka pada pertengahan 2020. Sayangnya, pembangunan yang menelan biaya 58 miliar dollar AS atau Rp 900 triliun itu belum selesai hingga kini, meski telah dibangun selama sepuluh tahun.
Hal itu dipersulit dengan kondisi ekonomi negara yang buruk dan sulitnya Mesir mengumpulkan dana.
Kota ini diperkirakan memiliki luas sekitar 700 kilometer persegi. Istana kepresidenan, gedung parlemen baru, taman hiburan besar, perumahan bagi 6,5 juta orang, dan gedung pencakar langit tertinggi di Afrika juga akan dibangun di sana.
Baca juga: Reaksi Jokowi Saat Ditanya Siswi SD Mengapa Ibu Kota Indonesa Tidak di Papua
4. Islamabad, PakistanKota pelabuhan Karachi yang berada di selatan Pakistan menjadi ibu kota negara tersebut pada 1947 setelah merdeka dari Inggris, dilansir dari Nikkei Asia (30/8/2019).
Namun, pada 1950-an, kelompok Jenderal Mohammad Ayub Khan melakukan kudeta terhadap pemerintah dan memilih Islamabad bagian utara sebagai ibu kota baru. Lokasi itu dipilih karena dekat dengan wilayah Kashmir yang disengketakan dan kebal terhadap serangan pesisir.
Seluruh pemerintah federal pindah ke Islamabad, kecuali bank sentral yang masih berada di Karachi.
Ibu kota lama menjadi pusat bisnis utama negara tersebut. Bursa Efek Karachi juga tetap menjadi bursa utama yang mengalahkan bursa lain di Islamabad.
Sayangnya, penduduk Islamabad tumbuh semakin banyak menjadi sekitar satu juta dari dulu kurang dari 100.000. Akibatnya, sering ada keluhan mengenai harga sewa dan tanah yang lebih tinggi, serta kurangnya angkutan umum.
Baca juga: Bahlil Akui Belum Ada Investor Asing Masuk IKN, Apa Penyebabnya?
5. Canberra, Australia
Canberra kini menjadi lokasi Gedung Parlemen dan Pengadilan Tinggi Australia, serta kantor pusat semua departemen pemerintah federal dan militer.
Meski dibangun sejak 1913, parlemen Australia pindah ke Canberra pada 1927 setelah sering ditunda. Sayangnya, ibu kota ini kurang dikenal di luar negeri dan kurang dicintai warga Australia.
Kondisi terburuk tampak saat Mantan Perdana Menteri John Howard pada 1996 mengumumkan akan tinggal di Sydney daripada di Canberra.
Canberra juga cenderung diasingkan oleh mayoritas warga Australia. Mantan Perdana Menteri Paul Keating bahkan menyebut kota ini sebagai salah satu kesalahan terbesar negaranya.
Baca juga: Menjenguk Mantan Ibu Kota Ottoman
6. New Delhi, IndiaPenjajah Inggris memindahkan ibu kota India pada 1911 dari Kalkuta ke Delhi. Butuh 20 tahun untuk membangun gedung-gedung pemerintah dan jalan raya megah di sana. Kota ini berubah nama menjadi New Delhi pada 1927 dan diresmikan pada 1931.
Ibu kota India dipindahkan untuk memudahkan Inggris memerintah wilayah yang dikuasai. Pemerintahan kolonial juga menghindari perlawanan besar di Kalkuta, pusat sastra tempat gerakan nasionalis berkembang setiap hari.
New Delhi terus menjadi pusat pemerintahan India dengan parlemen, pengadilan tinggi, dan berbagai kementerian. Jumlah penduduk di sana sekarang hampir mencapai 20 juta jiwa.
Warga dari seluruh penjuru negeri bermigrasi ke kota untuk mencari kehidupan lebih baik. Namun, urbanisasi yang pesat membuat kota ini mendapat predikat sebagai salah satu kota paling tercemar di dunia.
Baca juga: Curhat Jokowi, Mengaku Bingung Saat Cari Tempat Makan di IKN
7. Astana, KazakstanPada 1997, ibu kota Kazakstan diputuskan pindah dari Almaty ke wilayah bernama Aqmola yang berarti “kuburan putih”. Namun, nama ibu kota baru diubah menjadi Astana.
Dikutip dari BBC (25/8/2019), pemerintah lalu mendatangkan arsitek seluruh dunia untuk pembangunan. Astana memiliki banyak landmark futuristik yang unik, termasuk gedung Khan Shatyr berbentuk tenda yang berisi hotel, pusat perbelanjaan, dan kompleks hiburan.
Kota Aqmola yang biasa saja berubah menjadi Astana yang modern, pusat eknomoni negara, dan mayoritas tempat tinggal penduduk. Pembangunan Astana berhasil karena saat itu perekonomian Kazakstan meningkat akibat sektor minyak mengalami keuntungan.
Semua badan pemerintah pusat, kecuali bank sentral, kini pindah ke Astana. Namun, kota ini akan kembali berganti nama menjadi Nur-Sultan setelah Presiden Nazarbayev yang mengusulkan pembangunannya mengundurkan diri pada Maret 2019.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.