Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG Ungkap Cuaca Perkotaan Makin Panas karena "Urban Heat Island", Apa Itu?

Baca di App
Baca Cepat
Baca Cepat
Komentar Lihat Foto
Unsplash/Alonso Reyes
Ilustrasi bangunan gedung tinggi di perkotaan.
|
Editor: Mahardini Nur Afifah

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan salah satu alasan cuaca di perkotaan semakin panas belakangan berasal dari fenomena urban heat island (UHI).

Kepala BMKG Dwikorita menyampaikan, efek fenomena tersebut telah dirasakan sejak 30 tahun terakhir.

Kondisi tersebut diperparah minimnya permukaan yang kedap air dan vegetasi di sejumlah kota, seperti Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar.

Lantas, apa itu urban heat island, penyebab, dan dampaknya pada beberapa kota besar di Indonesia?

Baca juga: BMKG Deteksi Bibit Siklon Tropis 98W, Adakah Dampaknya bagi Indonesia?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Apa itu urban heat island?

Dilansir dari laman resmi BMKG, Jumat (28/6/2024), UHI adalah kondisi ketika cuaca kota lebih hangat dibandingkan daerah pedesaan, terutama saat musim kemarau.

Menurut Climate Portal, perbedaan suhu perkotaan dan pedesaan biasanya sangat kentara.

Rata-rata, kota cenderung lebih hangat 1-7 derajat Fahrenheit (-17 sampai -15 derajat Celsius) pada siang hari.

Perbedaan itu terus berlanjut hingga malam hari, suhu udara di kota bisa menjadi lebih hangat lagi hingga 5 derajat Fahrenheit (-15 derajat Celsius).

Efek penghangatan temperatur udara itu bisa diperparah jika kota memiliki temperatur permukaan yang lebih tinggi.

Penyebab urban heat island (UHI)

Menurut BMKG, fenomena UHI di Indonesia dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya struktur geometris kota yang rumit, kurangnya vegetasi atau tumbuhan, efek rumah kaca, dan perubahan tutupan lahan menjadi lahan terbangun.

Sementara itu dilansir dari NASA Climate Kids, perbedaan suhu antara kota dan desa, tergantung seberapa baik kondisi permukaan di setiap lingkungan saat menyerap dan menahan panas.

Perkotaan cenderung dibangun dengan struktur yang berbahan semen, aspal, batu bata, kaca, baja, dan atap berwarna gelap.

Material tersebut menyerap seluruh panjang gelombang energi cahaya matahari dan mengubahnya menjadi panas.

Dikutip dari Science Direct, jalan raya menjadi faktor utama penyebab UHI. Permukaan perkerasan aspal telah mengubah sifat termal atau panas asli permukaan tanah.

Suhu permukaan perkerasan aspal meningkat dengan cepat di bawah radiasi matahari hingga 65-70 derajat Celsius. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan suhu permukaan tanah alami, 69,70 derajat Celsius.

Selain itu, bahan bangunan yang kedap air membuat siklus air mengalir dan menguap untuk mendinginkan permukaan menjadi terhalang.

Baca juga: Ramai soal Bali Terasa Dingin Saat Musim Kemarau, Ini Penjelasan BMKG

Bisa memperparah perubahan iklim

Dwikorita mengungkapkan jika suhu panas akibat urban heat island terus meningkat, dampaknya bisa membuat perubahan iklim yang makin parah.

Menurut catatan Badan Meteorologi Dunia (WMO), 2023 lalu menjadi tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,45 derajat Celsius di atas zaman pra-industri.

Angka tersebut hampir menyentuh batas yang disepakati dalam Paris Agreement 2015, yaitu laju pemanasan global harus ditahan di angka 1,5 derajat Celsius.

Selain UHI, faktor tingginya temperatur itu juga dipengaruhi oleh serangan panas (heat wave) yang terjadi di Asia dan Eropa.

"Rekor iklim yang terjadi di tahun 2023 bukanlah kejadian acak atau kebetulan, melainkan tanda-tanda jelas dari pola yang lebih besar dan lebih mengkhawatirkan yaitu perubahan iklim yang semakin nyata," kata Dwikorita

Masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan yang panas, sangat rentan terhadap perubahan iklim. Fenomena UHI akan memperparah kondisi perkotaan ketika bumi sedang memanas.

Baca juga: Warganet Mengeluh Kedinginan di Pagi Hari pada Musim Kemarau, BMKG Jelaskan Penyebabnya

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi