Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons Kemenkes soal Bayi di Sukabumi Meninggal Setelah Imunisasi 4 Jenis Vaksin

Baca di App
Lihat Foto
FREEPIK/JCOMP
Bayi meninggal setelah imunisasi ganda di Sukabumi.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) buka suara terkait kasus bayi berusia hampir 3 bulan yang meninggal dunia setelah menerima imunisasi empat jenis vaksin di Puskesmas Sukakarya, Sukabumi, Jawa Barat pada Selasa (11/6/2024).

Bayi berinisial MKA itu meninggal setelah menerima empat vaksin sekaligus, yaitu BCG dan DPT yang diberikan dengan cara disuntik, serta vaksin Polio dan Rotavirus dengan cara ditetes ke mulut.

Vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG) diberikan untuk mencegah penyakit tuberkulosis (TB), dan vaksin DPT-HB-HIB diberikan guna mencegah 6 penyakit, yakni difteri, pertusis, tetanus, Hepatitis B, pneumonia (radang paru), dan meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib.

Sedangkan vaksin Polio tetes untuk mencegah polio, dan Rotavirus untuk pencegahan diare.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemberian vaksin tersebut merupakan imunisasi ganda, yaitu pemberian vaksin lebih dari satu jenis vaksin dalam sekali kunjungan.

"Pemberian imunisasi dengan 4 jenis vaksin (BCG, DPT-HB-Hib, Polio, Rotavirus) untuk melengkapi status imunisasinya dan mengejar imunisasi yang belum didapatkan," terang Nadia, dikutip dari keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Minggu (30/6/2024).

Di posyandu tersebut, dari 18 peserta imunisasi, ada 3 bayi yang menerima 4 jenis vaksin sekaligus, termasuk bayi MKA.

Diketahui, saat menerima vaksin, MKA dalam kondisi sehat. Namun, selang hitungan jam setelah menerima imunisasi ganda, MKA menunjukkan gejala tubuh yang melemah dan akhirnya meninggal dunia.

Baca juga: Mengenal Imunisasi dan Manfaatnya, Apa Bedanya dengan Vaksinasi?

Bayi telat mendapat imunisasi

Temuan Komite Daerah (Komda) KIPI Jawa Barat dan Pokja KIPI Kota Sukabumi bersama Dinas Kesehatan Kota Sukabumi menyebutkan, bayi MKA tidak pernah dibawa ke Puskesmas setelah  lahir.

MKA baru mendapat imunisasi saat berusia 2 bulan 28 hari di posyandu.

Pada saat lahir, bidan yang membantu proses persalinan hanya memberikan vitamin K dan vaksin Hepatitis B.

Ibu bayi, Deara Wulandari (27) mengonfirmasi bahwa buah hatinya mengalami ketinggalan imunisasi.

"Anak saya ketinggalan imunisasinya dari satu bulan setelah lahir belum pernah imunisasi. Jadi kata bidan disuntiknya dua, BCG dan DPT, terus yang ditetes ke mulut 2 macam," ucap Deara, dilansir dari Kompas.com, Sabtu (15/6/2024). 

Namun, Deara mengatakan, bidan di puskesmas tidak meminta persetujuannya saat memberikan 4 vaksin kepada anaknya pada Selasa (11/6/2024).

Deara berkata, yang menyuntikkan vaksin ke anaknya juga bukan seorang bidan.

"Bidan hanya ngasih tahu ke orang itu buat nyuntik BCG, DPT sama yang tetes ke mulut,” ucapnya.

Setelah mendapat imunisasi, anaknya masih dalam kondisi sehat.

Lalu, pada pukul 11.00 WIB, Deara memberikan sirup paracetamol kepada anaknya sesuai arahan dari bidan. Bidan mengatakan, sirup paracetamol harus diberikan kepada bayi dengan dosis 3 kali sehari.

Sekitar pukul 14.00 WIB, MKA menangis dan kejang-kejang. Bayi itu juga tidak mau minum ASI.

Sang ibu kemudian memberitahu pihak bidan puskesmas yang dengan sigap datang ke rumahnya.

Kemudian dilakukan penanganan pertama dengan dimasukan obat lewat lubang anus. Lantas, bayi MKA dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan lanjutan.

Dokter di rumah sakit menyatakan bahwa MKA meninggal dunia pada pukul 15.00 WIB. Bayi MKA dimakamkan di hari yang sama, sekitar pukul 17.00 WIB.

Pejabat sementara (Pj) wali kota Sukabumi, Kusmana Hartadji memastikan, pemberian vaksin imunisasi kepada MKA sudah sesuai prosedur.

"Hasil audit Komnas KIPI memberikan kesimpulan prosedur pemberian imunisasi telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku,” ungkap Kusnadi, dilansir dari Kompas.com, Kamis (20/6/2024).

Kusnadi menerangkan, pertolongan pertama diberikan bidan, di mana petugas imunisasi langsung datang ke rumah sebelum membawanya ke rumah sakit untuk menerima pertolongan lanjutan.

Baca juga: Ramai soal Setop Imunisasi Anak, Apa Dampaknya pada Tubuh Si Kecil?

Penyebab kematian belum diketahui

Terkait kasus dugaan bayi meninggal karena menerima 4 vaksin, Komda KIPI Jawa Barat dan Komisi Nasional (Komnas) KIPI menyampaikan, hasil audit belum bisa memastikan penyebab kematian, apakah berkaitan dengan imunisasi atau tidak.

"Hasil audit berdasarkan informasi yang ada, adalah belum dapat dinyatakan penyebab kematian, apakah ada hubungan dengan imunisasi, rekomendasinya adalah dilakukan otopsi,” ujar Prof Hindra Satari, Ketua Komnas KIPI, dikutip dari keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Minggu.

Namun, pihak keluarga bayi MKA tidak bersedia untuk melalukan otopsi. Keputusan itu menyusul pihak keluarga yang juga mencabut tuntutan polisi dan kuasa hukum.

“Keluarga tidak berkenan untuk dilakukan autopsi dan mencabut tuntutan polisi dan kuasa hukum. Pihak keluarga menyatakan menerima kematian almarhum Bayi MKA,” terang Prof Hindra.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengambil sampel vaksin yang disuntikkan kepada bayi MKA.

Pengambilan sampel vaksin bertujuan untuk menilai kualitas vaksin. Hasil uji sampel vaksin tersebut dapat dilihat 3 minggu setelah pengujian.

Baca juga: Daftar 14 Jenis Vaksin untuk Imunisasi Rutin Anak 2024, Gratis!

Imunisasi ganda dipastikan aman

Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes Prima Yosephine mengatakan, pemberian imunisasi secara ganda atau lebih dari satu jenis vaksin adalah aman.

Imunisasi ganda tersebut sudah direkomendasikan oleh Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

"Imunisasi ganda ini aman dalam satu kali kunjungan,” kata dia, dikutip dari keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Minggu.

Ia menerangkan, pemberian imunisasi ganda sama aman dan efektifnya dengan imunisasi tunggal.

Mendapatkan beberapa vaksin atau kombinasi vaksin dalam satu kunjungan bertujuan untuk melindungi anak dari berbagai penyakit sedini mungkin. Hal ini juga memudahkan untuk menyelesaikan dosis yang dianjurkan agar tepat waktu.

Suntikan dosis ganda juga tidak membebani sistem kekebalan tubuh.

“Antigen yang ada dalam vaksin hanyalah sebagian kecil dibandingkan dengan apa yang secara alami ditemui oleh tubuh kita setiap hari,” terang Prima

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyatakan, imunisasi ganda tidak menimbulkan masalah kesehatan kronis.

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk melihat dampak pemberian berbagai kombinasi vaksin atau imunisasi ganda.

Baca juga: Imunisasi Rotavirus Gratis: Sasaran, Manfaat, dan Cara Mendapatkannya

Kemenkes: Imunisasi ganda tidak sebabkan kematian

Prima mengatakan, suntikan imunisasi ganda sudah diterapkan di lebih dari 160 negara, tidak hanya di Indonesia.

ITAGI menyatakan, imunisasi ganda aman dan memberikan manfaat yang sangat baik karena layanan imunisasi akan menjadi efisien.

“Imunisasi ganda tidak menyebabkan kematian. Miliaran vaksin telah diberikan dengan cara imunisasi ganda di seluruh dunia,” terang Prima, dilansir dari keterangan resmi.

Ratusan negara yang sudah menerapkan imunisasi ganda di antaranya Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Kanada.

Di Indonesia sendiri, khususnya di Provinsi DIY, imunisasi ganda sudah diterapkan sejak 2007

Secara nasional, Indonesia telah memperkenalkan imunisasi ganda pada 2017, yaitu melalui jadwal imunisasi DPT-HB-Hib-3 yang diberikan bersamaan dengan imunisasi polio suntik, Inactivated Poliovirus Vaccine/IPV pada bayi usia 4 bulan.

Selain itu, jadwal imunisasi ganda juga ada pada imunisasi lanjutan, yakni pada pemberian imunisasi campak rubella-2 dan DPT-HB-Hib-4 yang diberikan pada anak usia 18 bulan.

Adapun kasus kematian setelah pemberian imunisasi, menurut Prima, amat sangat jarang (extremely rare).

“Sampai saat ini data menunjukkan, mayoritas kasus-kasus tersebut adalah kejadian koinsidental– Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang tidak disebabkan oleh vaksin maupun kesalahan prosedur,” pungkasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi