Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Beryl, Badai yang Hantam Sejumlah Wilayah Amerika dan Sebabkan 11 Orang Meninggal

Baca di App
Lihat Foto
MODIS Land Rapid Response Team, NASA GSFC
Potret Badai Beryl yang diambil NASA pada 30 Juni 2024
|
Editor: Ahmad Naufal Dzulfaroh

KOMPAS.com - Hujan lebat dan angin kencang akibat Badai Beryl menghantam wilayah Venezuela, Grenada, Jamaika, dan wilayah sekitar Kepulauan Karibia sejak Senin (1/7/2024).

Badai Beryl kemudian menerjang Kepulauan Cayman dan Meksiko pada Jumat (5/7/2024) pagi, Lalu, bergerak menuju wilayah Meksiko timur laut dan Texas Selatan pada akhir pekan.

Dikutip dari USA Today, bencana tersebut menyebabkan sedikitnya 11 orang meninggal dunia dan empat orang dinyatakan hilang.

Pejabat setempat memperkirakan, jumlah korban akan bertambah seiring pulihnya jaringan komunikasi di pulau-pulau yang rusak akibat banjir dan angin kencang.

Sebanyak 1.000 warga Jamaika juga dilaporkan mengungsi akibat badai, lebih dari 90 persen bangunan hancur atau rusak parah di Kepulauan Grenadine, dan lebih dari 8.000 rumah juga rusak di Venezuela.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, apa itu badai Beryl dan apakah berdampak ke Indonesia?

Baca juga: Mengapa Masih Hujan padahal Sudah Kemarau? Ini Jawaban BMKG


Mengenal Badai Beryl

Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengatakan, nama badai Beryl diberikan oleh Regional Specialized Meteorology Centers (RSMC) Miami, Amerika Serikat.

"Badai Beryl (terjadi) berlokasi di 510 mil (820,7 kilometer) di timur-tenggara Isla Beata di Republik Dominika," katanya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/7/2024).

Menurutnya, badai ini memiliki kecepatan angin 160 meter per jam (mph) dan bergerak ke arah barat hingga barat laut dengan kecepatan 22 mph.

Badai Beryl terbentuk sebagai depresi tropis atau jenis siklon tropis dengan kecepatan angin lambat pada 28 Juni 2024.

Selama 24 jam, Beryl meningkat menjadi badai dengan angin berkecepatan 75 mph di wilayah timur.

Baca juga: Pesawat Austrian Airlines Terjang Badai Es, Bagian Depan sampai Berlubang Besar

Angin dengan kekuatan badai tropis sekitar 201,1 kilometer diperkirakan bergerak menjauh dari Kepulauan Windward selatan, melintasi Laut Karibia tenggara, dan diperkirakan melewati wilayah Jamaika.

Badai Beryl mencapai Pulau Carriacou pada 1 Juli 2024 sebagai badai Kategori 4 dengan angin berkecepatan 150 mph. Kondisi ini menyebabkan wilayah yang dilaluinya rusak parah.

Pada 2 Juli 2024, Beryl membesar menjadi badai Kategori 5. Hembusan paling awal yang tercatat di Atlantik memiliki kekuatan maksimum, yakni 165 mph.

Keesokan harinya, Badai Beryl bergerak mendekati pantai selatan Jamaika. Badai Beryl telah melemah dari Kategori 4 menjadi Kategori 2 ketika mendekati Kepulauan Cayman pada 4 Juli 2024, tetapi kemudian kembali menguat menjadi Kategori 3.

"Badai ini diperkirakan akan mengarah ke wilayah Meksiko dan kawasan Yucatan dalam beberapa hari ke depan. Namun, ada kemungkinan akan melambat dan berubah arah menuju Teluk Meksiko," lanjut Guswanto.

Baca juga: Apa Itu Fenomena Bediding yang Terjadi pada Juli 2024? Ini Wilayah yang Terdampak

Efek ke Indonesia

Guswanto menambahkan, Badai Beryl memberikan dampak besar di Kepulauan Windward, Amerika Utara, termasuk wilayah Grenada, St. Vincent, Grenadines.

Dampak yang ditimbulkan seperti bangunan rusak dan pepohonan roboh akibat angin kencang.

Beberapa wilayah seperti Jamaika dan Kepulauan Cayman telah mengaktifkan peringatan dan tindakan evakuasi.

Meski demikian, Guswanto memastikan badai Beryl tidak berdampak ke wilayah Indonesia.

"Itu posisinya jauh di Benua Amerika. Kita (Indonesia) di Benua Asia Tenggara. Kalaupun angin berhembus ke arah Indonesia, posisinya terlalu jauh (untuk menimbulkan dampak)," jelasnya.

Baca juga: Bukan Mei 2024, Ini Badai Matahari Terkuat yang Pernah Tercatat dalam Sejarah

Sebaliknya, Indonesia akan mengalami fenomena bediding pada Juli hingga Agustus. Fenomena ini berupa udara terasa lebih dingin pada pagi hari dibandingkan pada umumnya.

Fenomena bediding terjadi berkaitan dengan kondisi atmosfer saat musim kemarau.

Saat kemarau, hujan jarang turun karena tutupan awan berkurang dan membuat permukaan Bumi panas akibat radiasi Matahari.

Curah hujan yang kurang membuat kelembapan udara rendah, sehingga uap air di permukaan Bumi sedikit.

Kondisi ini membuat panas radiasi gelombang Matahari langsung dilepaskan ke atmosfer. Akibatnya, udara dekat permukaan terasa lebih dingin, terutama pada malam dan pagi hari.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi