KOMPAS.com - Lima tenaga kerja Indonesia (TKI) di Inggris dipecat dari perusahaan perkebunan Haygrove, di Hereford, Inggris setelah dua bulan bekerja.
Direktur Pelaksana Haygrove Beverly Dixon mengatakan, sebanyak 5 Warga Negara Indonesia (WNI) dipecat karena bekerja terlalu lamban.
Mereka tidak bisa memenuhi target yang ditetapkan perusahaan pemasok buah-buahan ke swalayan itu.
Salah satu WNI mengaku, target memetik ceri 20 kilogram per jam sangat mustahil dicapai.
"Sangat sulit untuk memenuhi target, karena buah yang dihasilkan semakin sedikit dari hari ke hari," kata salah satu TKI yang tak disebutkan namanya, dilansir dari The Guardian, Minggu (21/7/2024).
Kelima TKI tersebut kemudian dipesankan tiket pulang oleh perekrut sehari setelah dipecat.
Baca juga: Nasib Pilu TKI Sukabumi yang Sakit di Jepang, Belum Bekerja dan Harus Bayar Pengobatan Rp 50 Juta
Pekerja Indonesia bayar Rp 41,88 juta
Ironinya, lima TKI itu baru bekerja dua bulan. Mereka baru tiba di Inggris pada pertengahan Mei 2024.
Bahkan, salah satu pekerja harus membayar 2.000 poundsterling atau sekitar Rp 41,88 juta agar bisa berangkat ke Inggris.
Ia mengaku menjual tanah keluarganya dan dua sepeda motor untuk melunasi pembayaran tersebut.
Namun, sekitar 5-6 minggu setelah bekerja, lima TKI itu menerima surat pemecatan dari perusahaan perkebunan Haygrove. Mereka pun resmi diberhentikan mulai 24 Juni 2024.
“Saya merasa bingung, marah, dan geram dengan situasi ini. Saya tidak punya pekerjaan di Indonesia dan saya telah menghabiskan semua uang saya untuk datang ke Inggris," ujarnya.
Lima WNI itu menerima gaji sekitar 2.555-3.874 poundsterling atai sekitar Rp 52 juta-Rp 81 juta.
Baca juga: Tas Berisi Uang Rp 15 Juta Milik Jemaah Haji Indonesia Hilang di Masjid Nabawi, Ditemukan TKW
Namun, gaji tersebut tidak cukup untuk menutupi biaya keberangkatan dan biaya hidup selama di Inggris.
Beberapa pekerja bahkan mengaku masih terlilit utang untuk biaya keberangkatannya.
Salah satu pekerja mengaku masih memiliki utang sekitar Rp 23 juta kepada bank, teman, dan keluarganya.
"Mengapa saya berakhir seperti ini? Sekarang saya di Indonesia tanpa pekerjaan. Ini tidak adil bagi saya karena saya telah berkorban begitu banyak," ucap pekerja tersebut.
Dua dari lima TKI tersebut menolak dipulangkan ke Indonesia dan dilaporkan kabur ke London, Inggris.
Mereka kini bekerja di rumah pengemasan usai mendapat bantuan dari aktivis kesejahteraan pekerja migran di Inggris.
Baca juga: Tergiur Gaji Rp 18 Juta, TKI di Jepang Melonjak 3 Kali Lipat
Diduga korban penipuan rekrutmen tenaga kerja
Lembaga Pengawas Eksploitasi Buruh Inggris sedang menyelidiki dugaan penipuan rekrutmen tenaga kerja.
Lembaga itu menyebutkan, penyelidikan awal mengungkap bahwa para pekerja harus membayar biaya tambahan ilegal hingga 1.100 poundsterling atau atau sekitar Rp 23 juta oleh sebuah organisasi di Indonesia yang mengeklaim bisa membawa mereka ke Inggris lebih cepat.
Biaya itu digunakan untuk tiket pesawat, pengurusan visa, dan biaya perekrutan berlisensi.
Dugaan pembayaran pungutan liar di Indonesia ini menimbulkan pertanyaan tentang risiko eksploitasi dalam skema pekerja musiman.
Ini memungkinkan pekerja dari luar negeri mendapatkan visa enam bulan untuk bekerja di perkebunan Inggris.
Direktur Pelaksana Haygrove, Beverly Dixon mengaku sangat prihatin mendengar adanya dugaan pungutan liar kepada pekerja Indonesia yang hendak bekerja di Inggris.
Baca juga: Tawuran TKI di Taiwan 1 Tewas, Ini Penjelasan KDEI Taiwan dan Kemenlu
Pada 2022, The Guardian mengungkap sejumlah pekerja migran dari Indonesia datang ke Inggris dengan utang hingga 5.000 poundsterling atau sekitar Rp 104 juta kepada biro penyalur kerja ilegal.
Utang itu berasal dari pihak ketiga dan AG, agensi penyalur tenaga kerja di Inggris yang sudah tidak memiliki lisensi sebagai sponsor pekerja musiman.
Sejak saat itu, Indonesia dianggap sebagai negara yang berisiko untuk direkrut.
Namun, jalur perekrutan kembali dibuka oleh perekrut baru dari Inggris, Agri-HR pada tahun ini.
Agri-HR bekerja sama dengan agen Indonesia, PT Mardel Anugerah, yang juga mendapatkan lisensi untuk merekrut pekerja ke Inggris, dan didukung oleh kedutaan besar Indonesia.
Namun, para WNI menuduh pihak ketiga di Indonesia, Forum Komunikasi (Forkom) PMI Seasonal Worker United Kingdom sebagai pusat masalah.
Forkom diduga menjadi pusat komunikasi orang Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri, merekrut para pekerja, dan memungut biaya, serta menjanjikan bisa membawa mereka ke Inggris lebih cepat.
Baca juga: Media Jepang Soroti WNI yang Membegal Perempuan di Fukuoka Demi Uang
Koordinator Forkom, Agus Hariyono mengatakan, Forkom adalah forum sosial yang dibentuk untuk untuk orang Indonesia dengan visa pekerja musiman, setelah beberapa orang tidak kembali dari 2022.
Dia menyampaikan, seorang pekerja “menitipkan dana” kepada Forkom yang dimaksudkan sebagai deposit. Dana tersebut dikirim ke rekeningnya untuk dibayarkan langsung ke PT Mardel Anugerah.
Hariyono berdalih, pihaknya telah menyampaikan pesan kepada keluarga para pekerja untuk mendorong agar mereka yang dipecat kembali ke Indonesia.
Sementara itu, perwakilan PT Mardel Anugerah, Delif Subeki mengatakan, pihaknya diperkenalkan ke Forkom oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Subeki mengaku telah memberi tahu para pelamar bahwa mereka tidak menggunakan pihak ketiga mana pun untuk perekrutan dan tidak ada biaya yang harus dibayarkan.
Kompas.com sudah menghubungi Sekretaris Pertama di Kedutaan Besar RI (KBRI) London, Indri Ardini Kesuma, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, serta Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenaker, Anwar Sanusi untuk meminta keterangan terkait kasus ini pada Selasa (23/7/2024).
Namun, hingga artikel ini tayang, baik Indri, Judha, maupun Anwar, ketiganya belum memberikan jawaban.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.