Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Burhanuddin Abdullah, Ketua Dewan Pakar TKN yang Jadi Komut PLN, Pernah Terseret Kasus Korupsi BI

Baca di App
Lihat Foto
Dok IKOPIN UNIVERSITY
Rektor Ikopin University, Burhanuddin Abdullah. Mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah ditunjuk menjadi Komisaris Utama PLN.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menunjuk Burhanuddin Abdullah, Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sebagai Komisaris Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

Penunjukan Burhanudin Abdullah bersamaan dengan pemilihan Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief sebagai Komisaris Independen PLN.

Penunjukan keduanya pun diungkapkan oleh Deputi Balitbang Partai Demokrat Syahrial Nasution.

"Iya betul. (Andi Arief) diangkat menjadi salah satu komisaris selain komut (komisaris utama)-nya Pak Burhanuddin Abdullah yang menggantikan Agus Martowardojo," ujar Syahrial, dikutip dari Kompas.com, Selasa (23/7/2024).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, seperti apa profil dan rekam jejak Burhanuddin Abdullah yang menjadi Komisaris Utama PLN?

Baca juga: 10 Orang Dekat TKN Prabowo-Gibran Jadi Komisaris BUMN, Terbaru Fauzi Baadilla


Profil Burhanuddin Abdullah

Jauh sebelum terpilih menjadi Komisaris Utama PLN, Burhanuddin Abdullah telah malang melintang dalam dunia pemerintahan dan bank sentral Indonesia.

Dilansir dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Burhanuddin merupakan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (RI).

Tepatnya pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, terhitung sejak 12 Juni hingga 9 Agustus 2001.

Burhanuddin Abdullah juga dipercaya sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) untuk periode Mei 2003-Mei 2008.

Pria kelahiran Garut, Jawa Barat, pada 10 Juli 1947 ini juga pernah terpilih menjadi Gubernur untuk International Monetary Fund (IMF), Washington DC, di Indonesia.

Dia adalah Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) periode 2003-2006, dan terpilih kembali untuk periode 2006-2008.

Sebagian besar karier profesional Burhanuddin tercatat di BI. Di bank sentral RI, dia mengawali karier sebagai Staf Bagian Kredit Produksi, Urusan Kredit Umum Bank Indonesia.

Sejak itu, Burhanuddin Abdullah tercatat telah mencicipi beberapa jabatan di dalam maupun luar negeri.

Dia pernah menjadi Kepala Bagian Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan Internasional, Urusan Luar Negeri BI pada 1994-1995.

Sosok Burhanudin Abdullah pun sempat menjabat sebagai Wakil Kepala Urusan Luar Negeri BI dan Direktur Direktorat Luar Negeri Bank Indonesia.

Hingga pada 2000, Burhanuddin dipilih menjadi Deputi Gubernur BI selama setahun hingga 2001.

Baca juga: Profil Fauzi Baadila, Anggota TKN Prabowo-Gibran yang Diangkat Jadi Komisaris Pos Indonesia

Rekam jejak karier Burhanuddin Abdullah

Berikut rekam jejak karier Burhanuddin Abdullah yang saat ini ditunjuk untuk menduduki kursi Komisaris Utama PLN:

  • Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
  • Deputi Gubernur Bank Indonesia
  • Direktur Direktorat Luar Negeri Bank Indonesia
  • Wakil Kepala Urusan Riset Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia
  • Wakil Kepala Urusan Luar Negeri, Bank Indonesia
  • Kepala Bagian Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan Internasional, Urusan Luar Negeri, Bank Indonesia
  • Assistant Executive Director of International Monetary Fund (IMF) for South East Asia Group (Indonesia, Brunei Darussalam, Fiji, Lao PDR, Malaysia, Myanmar, Nepal, Singapore, Thailand, Tonga, and Vietnam), Washington DC
  • IMF Staff at Asia Pacific Department, International Monetary Fund, Washington DC
  • Staf Gubernur Bank Indonesia
  • Staf Bagian Ekonomi Umum, Urusan Riset dan Statistik, Bank Indonesia
  • Staf Bagian Kredit Produksi, Urusan Kredit Umum, Bank Indonesia
  • Staf PT. Intraport Teh Jaya (Unilever Tea Department), Jakarta
  • Staf Badan Urusan Cess, Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian, Banda Aceh.

Sementara itu, dari segi latar belakang pendidikan, Dr. (HC) Ir. Burhanuddin Abdullah Harahap, MA adalah lulusan S1 Fakutas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad), Jawa Barat.

Lulus dari Unpad pada 1974, dia melanjutkan pendidikan untuk meraih gelar Master of Arts di Bidang Ekonomi di Michigan State University, Amerika Serikat pada 1984.

Tidak hanya itu, pada 2006, Burhanuddin Abdullah berhasil menyandang gelar Doktor Honoris Causa di bidang Ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Jawa Tengah.

Baca juga: Kursi Komisaris Perusahaan BUMN untuk TKN Prabowo-Gibran...

Pernah divonis 5 tahun penjara atas kasus korupsi

Di samping kariernya yang cemerlang, Burhanuddin Abdullah ternyata pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi aliran dana BI.

Dia divonis lima tahun penjara subsider enam bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Rabu, 29 Oktober 2008.

Diberitakan Kompas.com, Rabu (29/10/2008), Burhanuddin juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 250 juta.

"Terdakwa Burhanuddin Abdullah telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diuraikan pada pasal tersebut. Oleh karenanya, hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 5 tahun dan denda Rp 250 juta," ujar Hakim Ketua Gusrizal.

Hukuman tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntutnya dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Menurut majelis hakim, hal yang meringankan hukuman Burhanuddin, antara lain dia tidak menikmati hasil korupsi tersebut. Namun, perbuatannya telah mencoreng citra BI.

Burhanuddin Abdullah bersama para anggota Dewan Gubernur BI lain dinilai telah terbukti bersalah karena menggunakan dana milik Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI) senilai Rp 100 miliar.

Dana tersebut digunakan untuk bantuan hukum lima mantan pejabat BI, penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia BLBI, serta amandemen Undang-Undang Bank Indonesia (UU BI).

Perbuatan terdakwa itu, menurut majelis, dilakukan secara bersama-sama dengan para Deputi Gubernur BI, yakni Aulia Tantowi Pohan, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin.

Majelis menyebutkan, Burhanuddin bersalah karena telah menyetujui pengambilan dana YPPI, meski dia sendiri ragu dan tergantung dengan pendapat anggota dewan gubernur lain.

Menurut hakim, seharusnya Burhanuddin berani tidak menyetujui pengambilan dana dari YPPI.

Selain itu, seharusnya, Burhanuddin dapat menunda pembahasan tentang pengambilan dana YPPI untuk bantuan hukum lima mantan pejabat BI, penyelesaian kasus BLBI, dan amandemen UU BI.

Sebab, menurut hakim, suasana batin Burhanuddin saat itu belum siap karena belum genap dua minggu menjabat sebagai Gubernur BI. Burhanuddin pun tidak menguasai masalah tersebut.

Hakim Ketua Gusrizal mengatakan, Burhanuddin juga dapat menolak pemberian uang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk penyelesaian kasus BLBI secara politis dan amandemen UU BI.

Apalagi, lanjut dia, Bank Indonesia saat itu tengah mengalami defisit dan tidak memiliki mata anggaran.

Baca juga: Profil Siti Zahra Aghnia, Istri Komandan TKN Fanta Prabowo-Gibran yang Jabat Komisaris Pertamina Patra Niaga

Kasus korupsi yang seret Burhanuddin Abdullah

Burhanuddin yang menyetujui keputusan mengambil dana YPPI senilai Rp 100 miliar sendiri berawal dari laporan Aulia Tantowi Pohan kepadanya.

Laporan itu menyebutkan adanya kebutuhan dana diseminasi, bantuan hukum, dan penyelesaian kasus BLBI.

Keputusan untuk menggunakan uang yayasan itu diambil dalam rapat Dewan Gubernur pada 3 Juni 2003.

Dari jumlah Rp100 miliar yang dicairkan, Rp 68,5 miliar di antaranya digunakan untuk dana bantuan hukum bagi lima mantan pejabat BI, yaitu Sudradjad Djiwandono, Paul Sutopo, Hendro Budiyanto, Iwan R Prawiranata, dan Heru Supraptomo.

"Padahal bantuan hukum itu ada yang digunakan untuk membeli properti," terang Hakim Ketua Gusrizal.

Sisanya, yakni Rp 31,5 miliar, diberikan kepada Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin, yang mewakili Komisi Keuangan dan Perbankan DPR.

Tujuan pemberian antara lain untuk membiayai diseminasi dalam proses amandemen UU BI.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi