KOMPAS.com - Sebuah lift usang berwarna merah, dengan model lama tahun 70-an, yang berada di lantai empat gedung fakultas seni Thammasat University Bangkok, Thailand, menjadi saksi bisu sejarah kelam "Negeri Gajah Putih".
Masyarakat setempat mengenal lift tersebut dengan nama "Lift Daeng" atau yang berarti lift merah. Lift ini kini menjadi simbol dari tragedi yang terjadi pada 6 Oktober 1976 silam.
Media sosial belakangan juga beberapa kali mengulas keberadaan lift merah ini. Sebagian di antara warganet menyoroti kisah misteri di balik keberadaannya.
Lantas, ada cerita apa di balik lift merah di Thammasat University?
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pembantaian terhadap 2.000 Orang Asing di Kremlin, Rusia
Latar belakang tragedi 6 Oktober 1976
Pada tanggal tersebut, ribuan mahasiswa berkumpul di kampus Thammasat untuk memprotes kembalinya mantan diktator militer, Thanom Kittikachorn.
Thanom Kittikachorn adalah seorang jenderal militer yang memerintah Thailand dengan gaya kepemimpinan "tangan besi" dari tahun 1963 hingga 1973.
Dikutip dari laman Documentaion of Oct 6, Thanom sempat mendominasi politik Thailand selama 16 tahun.
Pemerintahannya dikenal dengan tindakan represif terhadap oposisi politik, sarat pelanggaran hak asasi manusia, dan korupsi merajalela.
Kemudian, ia digulingkan dari kekuasannya pada 14 Oktober 1973 usai para mahasiswa dan rakyat melakukan demonstrasi besar-besaran.
Ia pun akhirnya mengundurkan diri dan pergi ke pengasingan di Singapura. Tapi, pada pertengahan September 1976, Thanom kembali ke Thailand.
Mendengar kabar sang diktaktor kembali, para mahasiswa pun tidak tinggal diam. Mereka segera mengadakan pertemuan di auditorium Thammasat University.
Poin utama pembahasannya menganalisis motif Thanom kembali ke negaranya. Dari hasil pertemuan itu, mahasiswa menduga kembalinya Thanom untuk melakukan kudeta.
Namun, Thanom berkilah tujuannya kembali ke Thailand untuk menziarahi ayahnya, Amphan Kittikachorn yang meninggal dunia.
Ia juga mengaku bakal mengikuti keinginan terakhir ayahnya, yakni menjadi biksu dan tidak lagi ikut campur dalam politik Thailand.
Tapi, para mahasiswa tetap berkukuh melakukan protes dan penolakan terhadap Thanom. Mereka memasang poster yang menentang Thanom di seluruh penjuru negeri.
Baca juga: Peristiwa Pembantaian Nanjing 13 Desember 1937, Ratusan Ribu Warga Sipil Tewas
Dua aktivis mahasiswa dibunuh
Pada suatu malam tanggal 24 September 1976, dua orang mahasiswa yang saat itu sedang memasang poster menentang Thanom disergap beberapa pria tak dikenal. Mereka berdua pun disiksa dan dibunuh.
Mengetahui kejadian itu, kelompok mahasiswa semakin meradang dan memutuskan untuk melakukan gelombang protes yang lebih besar pada 28 September 1976.
Aksi protes tersebut dilakukan di Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand. Demonstrasi ini diikuti lebih dari 10.000 mahasiswa serta masyarakat umum.
Dalam demo itu, mereka menyampaikan ultimatum kepada pemerintah Thailand untuk menyelesaikan permasalahan Thanom dan menangkap pelaku penyiksaan dua mahasiswa.
Tak sampai di situ, peristiwa tewasnya dua mahasiswa pada 24 September 1976 juga mendorong klub tari dan teater Thammasat University untuk membuat pertunjukkan drama teatrikal.
Aksi teatrikal berujung tragedi di lift merah
Salah satu adegan teatrikal yang ditampilkan makasiswa Thammasat University kala itu yakni penggambaran mahasiswa yang sedang disiksa oknum tidak dikenal.
Salah satu pemeran mahasiswa itu disebut memiliki wajah yang sangat mirip dengan putra mahkota Vajiralongkorn atau yang dikenal sebagai Raja Thailand.
Besok paginya tangga 5 Oktober 1976, potret adegan tersebut berada di halaman depan surat kabar Bangkok Post.
Kehadiran berita itu pun menuai kecaman dari kelompok sayap kanan. Mereka menganggap para mahasiswa menghina monarki dan berniat menghancurkan kerajaan. Mahasiswa itu juga dituding komunis.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pembantaian My Lai, Vietnam, Tewaskan 504 Warga Sipil
Unjuk rasa terus berlanjut sampai 6 Oktober 1976. Namun, berbeda dari sebelumnya, demonstrasi hari itu juga diikuti kelompok sayap kanan yang ingin memprotes penghinaan terhadap raja.
Polisi yang berjaga saat itu disebut menggunakan senjata level perang, seperti senapan serbu dan granat, untuk mengamankan massa.
Pengunjuk rasa pun panik dan mulai berhamburan setelah mendengar sebuah tembakan.
Sebagian di antara mereka kabur ke dalam Thammasat University, yang kebetulan lokasinya berada dekat dengan lokasi demonstrasi.
Sebagian demonstran tersebut berharap tempat tersebut aman dari aparat, karena berada di lingkungan akademik.
Mereka berusaha mencapai lantai atas dengan menggunakan lift. Tetapi nahas, belum sempat pintu lift tertutup, aparat berada di depan mereka dan menyerang semua orang yang ada di dalam lift.
Usai kejadian mengerikan itu, pihak kampus memutuskan untuk mengecat lift menjadi warna merah untuk menghilangkan jejak darah korban yang meninggal dan sulit dibersihkan.
Pasca-kejadian tersebut, lift merah sempat beroperasi seperti biasa. Tetapi, karena banyak orang mengaku mengalami kejadian aneh, akhirnya lift tersebut pun ditutup.
Kini lift merah menjadi monumen pengingat sekaligus simbol tragedi 6 Oktober 1976 yang menjadi bagian peristiwa kelam Thailand.
Peristiwa yang diperingati setiap tahun
Dilansir dari Khaoso, pemerintah setempat melaporkan sebanyak 47 orang meninggal akibat peristiwa itu. Namun, menurut pengakuan mahasiswa yang terlibat kala itu, korbannya lebih dari 100 orang.
Kini, setiap tanggal 6 Oktober, keluarga koban, perwakilan partai politik, sejumlah organisasi di Thailand tak pernah absen mengenang sekaligus memberikan penghormatan kepada mereka yang meninggal dalam peristiwa itu.
Sejumlah karangan bunga selalu menghiasi Patung Peringatan 6 Oktober 1976 yang berada di dekat Thammasat University.
Mereka pun berharap, tragedi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) seperti ini tidak terulang lagi.
Itulah kisah di balik lift merah yang menjadi saksi bisu sejarah peristiwa kelam di Thailand.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tragedi Pembantaian 800 Penduduk di El Mozote
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.